"Kalimat majas politik tentang istilah 'parpol sombong' punya substansi perebutan putri mahkota Puan Maharani untuk posisi bakal calon wakil presiden (bacawapres), antara Anies Baswedan (versi Surya Paloh) versus Prabowo Subianto (versi Megawati), benarkah demikian? kita tunggu" H. Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation Jakarta.
Bukan tanpa alasan kedua petinggi partai politik (parpol) pendukung Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin ini antara Ketua Umum PDIP Megawati dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, saling lempar sindiran dengan "istilah parpol sombong". Itulah lika-liku bahasa politik "pragmatis" menuju Pilpres 2024 dan jangan dibawa perasaan (baper) oleh para pendukung masing-masing parpol.
Mengingat bukan tanpa alasan dan strategi Partai NasDem dibawah Surya Paloh, mantan Tokoh Senior Partai Golkar, mengusung non kader Partai NasDem, tapi kader PDIP di Pilpres 2024, Ganjar Pranowo. Sebenarnya Surya Paloh jangan tanggung masuk di kandang lawan, harusnya usulkan Prabowo Subianto. Biar sempurna manuvernya, semoga Surya Paloh tidak salah strategi pada Pilpres 2024 yang akan datang.
Disana mungkin Megawati terkesan secara tidak langsung "dipaksa" untuk tidak mendorong Puan Maharani menjadi pasangan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Karena siapapun juga, semua menganggap Puan Maharani belum mumpuni untuk maju di Pilpres 2024 dibanding kandidat lainnya, walau itu bacawapres.
Hanya karena Putri Mahkota dari Ketum PDIP Megawati, sebagai pemenang Pemilu 2019. Sehingga posisi atau kuda-kuda Puan Maharani sangat kuat, terlebih sebagai mantan menteri juga dan saat ini sebagai Ketua DPR RI. Modal politik elit Puan Maharani cukup mumpuni dan disegani.
Basa Basi Politik
Kita abaikan saja bahwa usulan 3 bacapres dari Partai NasDem yang diusulkan oleh DPW Partai NasDem. Karena usulan itu bisa saja dianggap sebagai accesories politik, semua dalam kalkulasi besar atau big politic calculation menuju koalisi Pilpres 2024. (Baca: Menakar 3 Bacapres Partai NasDem, Siapa Korban?). Masalah kader dan simpatisan Partai NasDem mau menerima atau menolak, itu urusan lain.
Saling sindir menyindir atau melempar kalimat-kalimat majas dalam dunia politik, itu biasa-biasa saja, merupakan basa-basi politik. Begitupun yang terjadi pada isi dari pengarahan Ketum NasDem Surya Paloh yang menegaskan bahwa "Partai NasDem tak pernah merasa paling baik, jadi buang praktik kesombongan. merasa hebat sendiri, merasa paling mantap sendiri, itu bukan NasDem." kata Surya Paloh di acara penutupan Rakernas NasDem di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, pada Jumat (17/6).
Begitu pula tanggapan menyorot Ketum PDIP Megawati yang mungkin merasa disindir dan terganggu terhadap kesan "parpol sombong", yaa biasa sajalah. Apalagi kalau Megawati bicara dalam pidato, los saja ucapannya yang biasanya keluar dari teks pidatonya.
Bisa jadi sindiran Megawati juga ikut tertuju pada Ganjar Pranowo yang dianggap sombong, sebagai kader PDIP sudah melangkah terlalu jauh "tim Ganjar Pranowo" melakukan sosialisasi dan pembentukan tim sukses di daerah-daerah.
Megawati bahas perihal parpol sombong saat berpidato dalam pembukaan Rakernas PDIP di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (21/6/2022). Itu sah-sah saja, Megawati memang patut diakui cerdas membalas bahasa politik.
Pastilah Megawati merasa "dipaksa" oleh Surya Paloh untuk urungkan niatnya mendorong Puan Maharani menuju Pilpres 2024. Secara normal manusia biasa non langkah politik, bisa saja Megawati tersinggung. Karena merasa strateginya dihadang oleh Partai NasDem.(Baca: Indonesia Minim Calon Presiden, Kenapa?).
Karena dalam kalkulasi politik, dapat diprediksi Megawati akan menjagokan dan mendorong Puan Maharani mendampingi Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (Bacapres) di Pilpres 2024. Elit politik paham itu semua, hanya Megawati masih segan menyebutnya.
Memang Prabowo Subianto yang paling pas bersama Puan Maharani. Pasangan ini sepertinya tidak terlalu susah menangkan Pilpres 2024, survey Prabowo Subianto masih sangat tinggi dibanding kandidat lainnya. Makanya Megawati katakan dalam penutupan Rakernas PDIP, bahwa nama calon presiden masih diumpet.
Memang PDIP dan Partai NasDem berkoalisi mendukung Jokowi-Ma'ruf dalam pemerintahannya. Tapi dalam pembagian kursi kabinet, di periode kedua Presiden Jokowi. Dimana beberapa jabatan di kabinet beberapa bergeser, PDIP mengambil alihnya dari Partai NasDem, sebut misalnya paling strategis posisi Jaksa Agung yang dulunya dipegang Partai NasDem dan sekarang PDIP.
Tentu pula PDIP dan Partai NasDem berbeda sikap dan alot saat berada satu koalisi di pemerintahan selama ini dan kondisi atau sikap menghadapi Pemilu dan/atau Pilpres 2024 ke depan. Jangan ditafsirkan bahwa PDIP dan NasDem akan damai-damai saja menghadapi Pilpres 2024, oh tidak demikian dalam politik "pragmatis" yang dihadapi Indonesia saat ini.
Ganjar Tetap Korban
Kondisi saling sindir ini bisa berakibat fatal dan akan mengorbangkan ambisi dan perjuangan politik Ganjar Pranowo bersama pendukungnya. Karena walau ditarik sisi positif atas sindiran antara Megawati dan Surya Paloh, artinya damai. Tetap hasilnya menuai resistensi keduanya. Sangat diyakini PDIP dan Partai NasDem sedikit sulit berkoalisi, karena adanya pengaruh Jusuf Kalla di Partai NasDem.
Tetap Ganjar Pranowo akan korban, karena diprediksi Surya Paloh akan mengusulkan pasangan Anies Baswedan dan Puan Maharani, atas skenario Jusuf Kalla. Begitupun bila terjadi sisi negatif hubungan antara PDIP dan Partai NasDem, tetap Ganjar Pranowo jadi korban.Â
Apakah Presiden Jokowi akan selamatkan Ganjar Pranowo melalui koalisi parpol selain PDIP dan Partai NasDem, bisakah di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang telah membentuk koalisi terlebih dahulu?. Apakah KIB ini merupakan strategi Jokowi untuk berada di 3 titik simpul koalisi? Bila hal tersebut terjadi, maka diperkirakan ada 3 pasang bacapres menuju Pilpres 2024. Yaitu koalisi PDIP, koalisi Partai NasDem dan KIB sendiri.
Karena jelas kalau PDIP dan Partai NasDem tidak berkoalisi, maka bisa dipastikan PDIP koalisi Partai Gerindra, Megawati akan berhasil mendorong pasangan Prabowo Subianto dan Puan Maharani, memang bisa dipastikan sejak lama direncanakan, sehingga Prabowo Subianto masuk gerbong Jokowi (Baca: Prabowo-Puan Pasangan Paling Berpeluang di Pilpres 2024).
Jadi kalimat majas tentang prasa parpol sombong itu substansinya adalah perebutan putri mahkota Puan Maharani untuk posisi bacawapres, antara Anies Baswedan (versi NasDem-JK) dan Prabowo Subianto (versi PDIP).
Setelah Puan Maharani duduk sebagai wakil presiden pada periode 2024-2029, maka dengan mudah tampuk kepemimpinan Ketua Umum PDIP dari Megawati ke Puan Maharani mulus bergeser.Â
Kita tunggu apa yang terjadi besok dan kedepannya. Pilpres 2024 masih jauh dalam hitungan hari, tapi sangat dekat dan heboh dalam hitungan atau mengatur strategi koalisi, sangat mendebarkan. Karena terkesan para politikus hanya berpikir dan bertindak pragmatis.
Jakarta, 24 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H