Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Negara Kalah dan Rakyat Menderita dalam Urusan Sampah

1 Mei 2022   23:54 Diperbarui: 2 Mei 2022   20:55 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri LHK Nurbaya (kanan) saat meninjau persiapan mudik minim sampah di Stasiun KA Senen, Jakarta, Selasa (26/4). Sumber: IG PSLB KLHK

"Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai leading sektor atau pemangku kepentingan utama dalam urusan sampah di Indonesia tidak tegas dalam menjalankan regulasi sampah." Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya.

Banyak bukti kekalahan dan kerugian negara dalam urusan sampah sejak UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) diundangkan tahun 2008, masih banyak mandat UUPS yang tidak dilaksankan oleh pemerintah.

Negara benar-benar kalah dalam menghadapi persampahan, hampir pasti semua pengadaan prasarana dan sarana (sapras) pengolahan sampah mangkrak. Baik itu pengadaan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Pemda) Provinsi dan kabupaten/kota. Semua karena ulah oknum pejabat yang lalai mengikuti dan menjalankan UUPS.

Rakyat ikut bertambah beban
dan menderita, karena merekalah yang selalu disalahkan dalam urusan sampah. Dianggap tidak patuhlah dan lain sebagainya. Padahal justru rakyat tidak menerima haknya di dalam pengelolaan sampah, seperti tidak difasilitasi sapras.

Masyarakat tidak diberi edukasi dengan benar dan insentif oleh pemda dan justru malah masyarakat terancam denda atau disinsentif bila salah mengelola sampah. Sangat tidak jujur dan tertutup oleh pemerintah dan pemda dalam tata kelola sampah. Hak-hak masyarakat dan produsen produk tidak diedukasi dengan transparan dan hanya kewajibannya yang selalu ditonjolkan oleh pemerintah.

Baca Juga : Korelasi Sampah dengan CSR dan EPR

Sebut misalnya ada satu mandat paling penting yang diabaikan oleh pemerintah (Presiden dan DPR RI) adalah mandat Pasal 16 UUPS, untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pelaksanaan Pasal 13,14 dan 15 UUPS, yang substansinya adalah untuk mengatur atau membuat sebuah sistem atas dasar produsen produk berkemasan/non kemasan untuk melaksanakan tanggungjawabnya yang disebut extanded producer responsibility (EPR).

Kekalahan dan kerugian negara hal EPR ini, dimana telah menerbitkan Permen LHK P.75 Tahun 2019 Tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. PermenLHK P.75 ini sangat jelas melabrak Pasal 16 UUPS. Sangat mengherankan para ahli-ahli di KLHK tidak paham masalah tersebut, sehingga bisa menjegal UUPS. Penjegalan ini sangat sadis, karena seharusnya KLHK melakukan kordinasi dengan kementerian terkait dengan industri.

Baca Juga: EPR Dana Pengelolaan Sampah Dibayar Rakyat, Jangan Korupsi!

Sangat parah dan mengherankan pihak pemerintah baik KLHK maupun Menko Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) sebagai Kordinator Nasional Jaktranas Sampah mengabaikan partisipasi masyarakat dalam tata kelola sampah, terjadi pilih kasih dalam membahas solusi sampah. Dipastikan tidak akan menemukan solusi yang obyektif, sampai sekarang lumpuh. Semua sapras mangkrak. Apakah Presiden Jokowi memahami masalah yang terjadi stagnasi tersebut?.

Beberapa usul solusi yang penulis ajukan, semua diabaikan oleh elit KLHK dan Kemenko Marves). Sehingga kami yakin bahwa dengan mengabaikan ide-ide dari penulis dan partner, khususnya solusi EPR dari Tim Perumus EPR (Institut Teknologi Yogyakarta (ITY), Yaksindo Surabaya dan Green Indonesia Foundation Jakarta), menjadikan pemerintah dan pemda stag alias terkunci dalam menemukan solusi sampah Indonesia. Malah tadinya target Indonesia Bersih Sampah tahun 2020 bergeser ke tahun 2025 tanpa alasan oleh KLHK), bisa jadi kelak bergeser ke tahun 2030, negara kalah, yaaa jelas.

Baca Juga: Pemerintahan Jokowi Gagal Dalam Urusan Sampah

Kami dari Tim Perumus EPR telah menyerahkan solusi EPR secara internal untuk menerbitkan PP EPR sejak tahun 2021, namun sampai hari ini belum ada jawaban. Baik dari KLHK maupun dari Kemenko Marves. Artinya pihak pemerintah acuh tak acuh terhadap solusi yang berbasis regulasi UUPS dari masyarakat. 

Pejabat di KLHK dan Kemenko Marves itu pilih kasih. Nah ini bukti konkrit Negara kalah dan menderita akibat pejabatnya yang tidak profesional mengurus sampah yang sangat potensi mendapatkan sumber dana baru untuk kepentingan rakyat dan bangsa, sangat sentimentil elit KLHK dan Kemenko Marves. Hanya mau menerima partisipasi orang atau lembaga yang bersifat memuaskan pribadinya para elit alias prinsip Asal Bapak Senang (ABS) atau Asal Ibu Senang (AIS).

Akibat hal tersebut diatas, menjadikan negara kalah dan rugi besar dalam urusan sampah. Sebuah fakta bahwa KLHK dan Kemenko Marves tidak mengindahkan UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dan khusunya aspek regulasi dan partisipasi masyarakat, dimana UUPS ini mengamanatkan pengelolaan sampah di sumber timbulannya, artinya sampah harus dikelola secara desentralisasi dan bukan sentralisasi.

TPA di seluruh Indonesia, pemerintah dan pemda masih saja dibiarkan menggunakan pola Open Dumping yang sesungguhnya sudah harus di stop sejak 2013 (amanat UUPS), dengan mengganti ke pola Control Landfill dan Sanitary Landfill. Negara benar-benar kalah oleh oknum pemerintah dan pemda, rakyat yang menderita dan menanggung dampak negatif warga sekitar TPA. 

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Kenyataannya bahwa KLHK terus mendorong pengelolaan sampah secara sentralistik seperti pertahankan sampah ke TPA, terus mendukung pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga sampah (PLTSa) atau Pengelolaan Sampah Energi Sampah (PSEL) walaupun ujungnya pada mangkrak, RDF dan Pirolisis termasuk membangun Pusat Daur Ulang dan TPS3R yang kesemuanya abai pada Pasal 12,13 dan 45 UUPS. Artinya masih mengangkut sampah ke TPA dan juga terus mendukung bank sampah yang tidak sesuai UUPS.

TPA pun masih saja dibiarkan menggunakan pola Open Dumping yang sesungguhnya sudah harus di stop sejak 2013 (amanat UUPS), dengan mengganti ke pola Control Landfill dan Sanitary Landfill. 438 TPA di Indonesia masih saja dibiarkan open dumping, tanpa ada ketegasan sikap pemerintah pusat untuk mengikuti amanat Pasal 44 UUPS dan PP. No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Baca Juga: Kantong Plastik Berbayar Digugat ke MA

Dalam hal pengelolaan TPA, juga antara KLHK dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tidak ada sinkronisasi. Masing-masing kementerian tersebut bekerja sendiri sesuai egonya, tanpa peduli berapa besar uang rakyat terserap tanpa hasil. 

Ternasuk Kementerian PUPR mendukung Proyek Aspal Mix Plastik, yang juga gagal karena penulis terus memprotes proyek tersebut karena berpotensi menjadi bancakan korupsi baik oleh oknum pemerintah maupun pemda.

Padahal Presiden Jokowi dengan tegas telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas Sampah). Tapi semua K/L abai dengan Jaktranas tersebut. Negara kalah dan menderita, ya jelas dan nyata.

Baca Juga: Mangkrak Investasi Teknologi Olah Sampah di Indonesia, Ada Apa

Dalam Jaktranas Sampah sudah sangat jelas tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing dari 15 kementerian dan lembaga (K/L). Tapi K/L serta stakeholder lainnya seperti asosiasi masih saja bergerak sendiri tanpa sistem yang berkesesuian regulasi sampah yang hanya memperpanjang dan menambah masalah.

Padahal kalau Kementerian LHK mau jalankan UUPS dengan benar dan konsisten dan termasuk asosiasi yang ada, maka tidak perlu urus masalah-masalah kecil (teknis) seperti mengatasi sampah mudik misalnya atau mengurusi tumbler, sedotan dan lainnya. Sampai melarang penggunaan kantong plastik atau plastik sekali pakai (PSP).

Menteri LHK masih saja menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri LHK Nomor SE.3/MENLHK/PSLB3/PLB.0/4/2022 tentang Pengelolaan Sampah dalam Rangka Mudik Lebaran 2022 besok ini, semuanya tentu bertujuan memperkuat komitmen serta peran pemda dalam melaksanakan pengurangan dan penanganan sampah guna mengurangi timbulan di TPA.

Baca Juga: Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah

Kampanye KLHK dengan semboyan "Mudik Minim Sampah" bertujuan mendorong masyarakat peduli terhadap upaya perilaku minim sampah, khususnya dalam kegiatan mudik Lebaran tahun ini. Benarlah KLHK ini stres urusi sampah gegara kebijakan keliru atas Penjualan Kantong Plastik atau KPB-KPTG sejak 2016. Hal ini juga diduga keras terjadi abuse of power oleh Ditjen PSLB KLHK.

Melalui SE Menteri LHK No. 3 Tahun 2022, KLHK meminta kesiapan pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk melaksanakan upaya pengelolaan sampah dengan maksimal selama masa mudik Lebaran.

Sungguh sangat sempit pola pikir dan pola tindak KLHK dalam urusan sampah, padahal bila pemerintah dan pemda ingin ringan pekerjaannya maka cukup dengan instruksi tegas (kebijakan makro agar pemda melaksanakan UUPS), KLHK tidak perlu urus kampanye-kampanye murahan di masyarakat tersebut yang beresiko pada pembebanan uang rakyat. Termasuk tidak perlu melarang penggunaan plastik.

Sangat jelas dalam urusan sampah dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi gagal total dan negara kalah serta rugi besar. Bahkan masalah sampah ini akan menjadi bom waktu bila pihak KLHK dan Kemenko Marves tidak segera sadar untuk menjalankan UUPS dan menerima usul-usul yang memang patut dipertimbangkan dengan berdasar obyektifitas dan bukan bersikap subyektif like and this like.

Pasuruan, 1 Mei 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun