Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

EPR Dana Pengelolaan Sampah Dibayar Rakyat, Jangan Korupsi!

15 April 2022   03:55 Diperbarui: 15 April 2022   03:57 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Indonesia darurat sampah karena pemerintah dan pemda tidak jalankan undang-undang sampah, Sumber: Dokpri

"Selama penerapan uji-coba Extanded Produsen Responsibility (EPR) tahun 2012-2022, apakah pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi dan adakah dana terkumpul selama tahun-tahun tersebut dan siapa yang menikmati?." Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta.

Sejak tahun 2012, empat tahun setelah UU. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) di undangkan, masa itu pemerintah SBY-JK menunda sekaligus memberi kebijakan uji-coba penerapan Extanded Produsen Responsibility (EPR) kepada perusahaan industri produk berkemasan dan non kemasan.

Sekedar diketahui bahwa sesungguhnya terbitnya UUPS itu termotivasi dari penolakan UU EPR oleh DPR RI tahun 2008 yang diajukan oleh pemerintah SBY-JK melalui Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) Ir. Rahmat Witoelar.

Kenapa DPR RI menolak waktu itu (2008), karena menganggap bahwa EPR belum memiliki landasan induk pelaksanaannya berupa undang-undang, maka lahirlah UUPS. Setelah UUPS terbit, berbagai regulasi diturunkan dalam rangka pengelolaan sampah di Indonesia, termasuk dalam penerapan EPR.

Semua negara di dunia, mempergunakan dana EPR ini sebagai dana utama dalam pengelolaan sampah selain CSR. CSR memang dikhususkan untuk dana sampah sementara CSR secara umum untuk keberlangsungan lingkungan hidup, dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia - berpotensi - terdampak buruk terhadap diri dan lingkungannya.

Baca Juga: Tahun 2022, Deadline Penerapan Tanggung Jawab Produsen Sampah

Masa demi masa berjalan dan berganti menteri negara LH sampai pada MenegLH Prof. Kambuaya, atas kesepkatan bersama DPR RI dan perusahaan berkemasan menunda pelaksanaan EPR sampai tahun 2022, dengan mengeluarkan kebijakan untuk dilakukan uji-coba dari 2012 sampai masa waktu pelaksanaan efektif EPR di tahun 2022.

EPR merupakan kewajiban perusahaan menarik kembali sisa produknya yang menjadi sampah, umumnya sampah itu berupa kemasan yang banyak berceceran dan merusak lingkungan hidup.

Bisa kemasan plastik, kertas, kain, kaleng dan lain sebagainya. Namun lebih dari pada itu semua produk non kemasan yang berahir menjadi sampah.

Sangat disayangkan, dua periode KLHK dijabat oleh Menteri LHK Dr. Siti Nurbaya Bakar, tidak ada persiapan yang terukur dalam melaksanakan dan melanjutkan progres kerja menteri-menteri pendahulunya dalam melaksanakan EPR.

KLHK dan lintas kementerian lainnya yang terkait mengurus sampah, hanya gonjang-ganjing membicarakan sampah plastik sekali pakai (PSP) yang tidak berujung dan malah diduga berpotensi menciptakan komplik horizontal antar industri dan pengelola sampah.

Baca Juga: Pengurangan Sampah Plastik Produsen, Pegiat Lingkungan Tuntut Keterbukaan Informasi Peta Jalan

EPR merupakan kewajiban perusahaan untuk menjamin keberlanjutan lingkungan hidup atau bisa disebut kepedulian perusahaan pada lingkungan atau Corporate Sosial Responsibiliy (CSR) yang diperluas.

Diperluas dalam arti bahwa, CSR diambil dari keuntungan bersih perusahaan perseroan terbatas yang ditentukan oleh pemerintah sekitar 2 persen, 2,5 persen, atau 3 persen dari keuntungan perseroan yang diatur melalui kebijakan tersendiri.

Sementara EPR bukan ditentukan dari keuntungan perusahaan, tapi nilai dari harga kemasan/barang yang berahir menjadi sampah. Artinya dana EPR lebih besar daripada CSR. EPR mutlak untuk biaya pengelolaan sampah yang bersumber dari uang rakyat (Baca: konsumen).

"Hingga saat ini Pemerintah cq: Kementerian LHK belum punya persiapan. Mulai dari bagaimana EPR akan dipungut sampai ke proses penyaluran EPR setelah dipungut" Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya.

Ilustrasi: Indonesia darurat sampah karena pemerintah dan pemda tidak jalankan undang-undang sampah, Sumber: Dokpri
Ilustrasi: Indonesia darurat sampah karena pemerintah dan pemda tidak jalankan undang-undang sampah, Sumber: Dokpri

Baca Juga: Apa Kabar Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik Produsen

Pemberlakuan EPR di Indonesia seharusnya efektif tahun 2022, sesuai target yang telah dibuat oleh pemerintah SBY-JK tahun 2012, pada tahun tersebut disepakati penundaan 10 tahun, berarti tahun 2022 seharusnya berlalu efektif.

Disinilah, Menteri LHK Siti Nurbaya wajib dipertanyakan komitmen kenegarawanan dalam kepemimpinannya di KLHK dalam mendampingi Presiden Jokowi, kenapa mengabaikan EPR ini dan adakah intervensi dari pihak luar? Apakah Presiden Jokowi tahu masalah EPR?

Namun sampai sekarang, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf belum menyentuh serius tentang kewajiban pemerintah untuk memberlakukan EPR ini dalam mengantisipasi sampah. Padahal EPR ini sangat penting diantara yang terpenting.

Pemerintah cq: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P.75/MENLHK/SETJEN/KUM/10/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen (PermenLHK P.75/2019), untuk dijadikan dasar pelaksanaan EPR.

Tapi sangat disayangkan karena pemerintah salah jalan untuk mengaplikasi kebijakan EPR tersebut. Bukan petanya yang dibuat terlebih dahulu, tapi dasar dan sistrm pelaksanaannya, termasuk rambu-rambu atas peta jalan itu harus dipersiapkan. Siapa berbuat apa dan siapa dapat apa?.

Baca Juga: Greenpeace Harap Roadmap Pengurangan Sampah Plastik Bisa Diakses Publik

Seharusnya KLHK bukan menerbitkan PermenLHK P.75/2019, tapi semestinya terlebih dahulu melaksanakan mandat UUPS Pasal 16, untuk dasar pelaksanaan EPR berupa Peraturan Pemerintah. Artinya PermenLHK P.75/2019 sama saja peta buta, peta yang tidak memiliki rambu.

Merancang bangun sistem dan strategi pelaksanaan EPR, harus duduk bersama lintas stakeholder dari semua kementerian dan lembaga serta khususnya wakil dari perusahaaan-perusahaan EPR, yang ada dalam Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Sampah Rumah Tangga.

Artinya pelaksanaan EPR harus ketuk palu atau persetujuan bersama melalui DPR RI lalu diundangkan oleh Presiden Jokowi. Apalagi EPR ini bersumber dari uang rakyat, karena nilai EPR dimasukkan dalam mekanisme harga produk, sebagaimana amanat UUPS dan regulasi-regulasi turunannya.

Jakarta, 15 April 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun