Atas fenomena tersebut tentu organisasi atau komunitas yang menghimpun para pemulung tersebut sangatlah tidak setuju untuk dilaksanakan penutupan TPA Open dumping sesuai amanat  Pasal 44 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
Dari ketidaksetujuan komunitas pemulung sampah di TPA, menjadi mainan para perusahaan CSR dan Industri Daur Ulang serta oknum pejabat pemerintah dan pemda yang menangani sampah dan khususnya TPA, beralasan untuk tetap mendukung keberadaan pemulung sampah di TPA.
Baca Juga:Â Pemulung Sampah Diberdayakan Melalui Primer Koperasi Bank Sampah
Seharusnya organisasi atau komunitas para pemulung sampah melakukan perubahan paradigma untuk mengikuti amanat UUPS agar hijrah bekerja dan mencari peluang usaha baru ke sumber timbulan sampah dengan mengikutsertakan para pemulung untuk bekerja pada instalasi olah sampah yang dibangun pada kawasan sumber timbulan sampah.
Suka atau tidak suka, komunitas yang menghimpun para pemulung sampah harus melakukan inovasi organisasi dan usaha. Karena pemerintah dan pemda jelas tidak akan bisa mentolerir untuk dibiarkan bertahan di TPA, karena jelas pada ahirnya TPA terpaksa harus ditutup. Karena TPA Open Dumping harus bertrasformasi dari TPA Open Dumping ke TPA Control Landfill atau Sanitary Landfill dan itu wajib di lakukan pemda sejak 2013, sebagaimana perintah regulasi sampah.
TPA yang sudah meninggalkan pola Open Dumping berarti secara otomatis mata pencaharian para pemulung sudah habis, karena sampah yang ke TPA hanya residu sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi, karena harus langsung di proses pada Control Landfill dan Sanitary Landfill sesuai kategori daerahnya yang telah diatur dalam regulasi sampah.
Baca Juga:Â PKPS, Koperasi Sampah Berbasis Multipihak
Bila organisasi  atau komunitas para pemulung sampah tidak bersedia bertrasformasi ke sumber timbulan sampah sebagai ruang usaha barunya, maka lambat atau cepat tetap tidak akan mendapat ruang di TPA.
Bisa jadi pemulung sampah yang akan meninggalkan organisasinya di TPA untuk ikut bekerja dan menjadi pemilik di Instalasi Olah Sampah yang dibangun oleh pemilik kawasan sesuai regulasi sampah dan pasti mereka bergeser karena sangat jelas mereka dapat memprediksi perubahan taraf eknonomi dan sosialnya bila meninggalkan TPA.
Bisa jadi sekarang mereka belum tahu, tapi pasti tiba masanya mereka menjadi tahu. Karena pemulung juga manusia yang tentu ingin meningkatkan kesejahteraan dan status sosial atau pekerjaannya, dari status pemulung menjadi karyawan atau pemilik usaha dari instalasi olah sampah kawasan. Ini bukan teori, tapi sesungguhnya inilah mandat UUPS yang harus dijalankan, tanpa harus mendengar alasan subyektifitas dari komunitas pemulung yang ada di TPA.