Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kegelapan Logika dalam Penegakan Regulasi Sampah di Indonesia

15 Maret 2022   19:08 Diperbarui: 15 Maret 2022   21:26 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Lampiran SK Dewan Pengarah Sampah Nasional oleh Menteri LHK (2016), DokPri #GiF

"Dalam menentukan kokohnya sebuah argumen itu bukan diksi dan referensi, tapi bagaimana cara dalam merangkai argumen. Perlu penggunaan logika dalam optimalisasi pengelolaan sampah, agar para stakeholder bisa menegakkan aturan, bukan seenaknya saja menginjak regulasi sampah" Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) di Indonesia.

Setelah penulis melakukan protes keras terhadap kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) diawal pelaksanaannya (2/2016) yang diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Dirjen PSLB3 KLHK. Resistensi negatif dari elit KLHK dan partnernya mulai nampak pro-kontra bila datangnya solusi dari penulis. 

Kenapa mesti menolak kebijakan tersebut, ya memang harus di ditolak karena sarat pelanggaran administrasi dan terjadi pungutan liar yang sampai sekarang KLHK tetap membiarkannya pungutan itu oleh Toko Ritel dengan alasan solusi sampah plastik, lucu dan bertolak belakang karena melarang plastik tapi juga menjual kantong plastik. Kebijakan yang abuse of power atau salahgunakan kekuasaan. 

Bahkan resistensi itu melebar ke lintas kementerian dan lembaga (K/L) dan sangat aneh karena berkepanjangan sampai sekarang (2022). Artinya apapun solusi itu semua diterima asal bukan dari penulis. Lha mengurus bangsa dan negara pakai pikiran picik dan sentimental, tanpa rasa dan logika lagi. Memangnya bangsa ini mau dibawa kemana, berkomunitas atau membangun kelompok untuk melakukan kecurangan demi kepentingan sesaat saja diantara mereka.

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Pada awal kebijakan KPB-KPTG yang penulis kritisi dengan keras, di tahun yang sama pula (2016), malah Menteri LHK Dr. Siti Nutbaya Bakar menambah amunisinya lagi untuk menghadang penulis dengan cara membentuk Dewan Pengarah Sampah Nasional, dengan merekrut hampir semua asosiasi, LSM lingkingan, akademisi, TNI juga dimasukkan, lintas menteri dan lainnya serta menunjuk Nabiel Makarim (Mantan Menteri Negara LH) sebagai Ketua Dewan Pengarah Sampah Nasional tersebut. Tapi mungkin karena targetnya keliru, maka dewan tersebut mati suri juga, percuma juga karena tidak menyurutkan nyali penulis untuk menggugat seluruh kekeliruan yang diperbuat stakeholder sampah, khususnya KLHK sebagai leading sector sampah nasional.

Ilustrasi: Lampiran SK Dewan Pengarah Sampah Nasional oleh Menteri LHK (2016), DokPri #GiF
Ilustrasi: Lampiran SK Dewan Pengarah Sampah Nasional oleh Menteri LHK (2016), DokPri #GiF

Kalau satu, dua atau tiga kali menghadang sebuah kebenaran tapi tetap gagal, kenapa seh tidak introspeksi diri dan mencari data dalam menemukan celah cerdas untuk masuk pada jalur kebenaran tersebut. 

Pendidikan dan pengalaman yes, sumber daya segalanya yes dan lalu kenapa tidak menggunakan logika berpikir dan bertindak agar dapat melaksanakan tupoksinya masing-masing sesuai bingkai tanggungjawab yang diemban, hidup ini harus berlogika. Jangan jadi manusia bila abaikan logika. 

Penulis merasa punya otoritas (klaim kewajiban) menyampaikan permasalahan atas kekeliruan banyak pihak dalam tata kelola sampah yang tidak mengindahkan regulasi sampah di Indonesia. 

Tidak begitu sembrono melakukan koreksi pada pemerintah, tentu melalui pendalaman masalah sebelumnya oleh penulis. Karena adanya pendalaman masalah yang akurat, maka semua koreksi disertai solusi yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga memiliki analisa tajam dan terstruktur.

Padahal sekeras bagaimanapun sanggahan dari penulis dalam masalah sampah, semua berdasar pada proses administrasi persuratan, menjunjung etika profesionalitas dan mengikuti aturan tata negara serta selalu mempertimbangkan dengan logika dalam membuktikan argumen atas kekeliruan yang dilakukan oleh oknum pemerintah dan sekaligus memberi wayout agar terjadi win-win solusi oleh para pihak pemangku kepentingan, bukan asal bunyi (asbun) saja. 

Namun kalau oknum elit K/L merasa kami tidak etis, nah siapa yang memulai? Bukankah Anda yang memulai tidak etis alias curang terhadap rakyat?

Baca Juga: Setop Kantong Plastik Berbayar di Toko Ritel (2)

Menurut hemat penulis yang selama ini mengawal regulasi persampahan di Indonesia dan ikut mengamati perhatian dunia Internasional terhadap proses pengelolaan sampah Indonesia, memang terjadi karut-marut yang diduga keras terjadi kesengajaan sikap tanpa logika untuk memperpanjang masalah, untuk mengambil manfaat dalam kesempitan. 

Asosiasi-asosiasi begitupun adanya, hanya lalu-lalang untuk memperpanjang masalah dengan menghadang solusi. Malah ada asosiasi daur ulang besar di Indonesia ingin konsfirasi dengan pelaksana KPB-KPTG untuk mengisi order kantong kresek Toko Ritel seluruh Indonesia.

Disanalah kelihatan sangat nyata solusi tanpa logika, padahal perlu penggunaan logika dalam rangka optimalisasi pengelolaan sampah yang berbasis pada UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Karena dengan logika sehat, maka pasti lebih menguntungkan bagi semua pihak. Tanpa harus ada yang dikorbankan.

Bila hal tersebut diabaikan, maka pasti terjadi ketimpangan disana sini. Maka pada ahirnya semua akan menuai kerugian materil dan inmateril, tentu berefek negatif terhadap dana rakyat yang akan tergerus oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang hanya menginginkan meraih keuntungan sesaat. Tapi apa pula hasilnya, oknum tersebut juga semua pada tiarap tanpa kata.

Banyak ketimpangan yang terjadi dalam penatakelolaan sampah di Indonesia karena sudah tidak menggunakan logika lagi. Hanya mengedepankan kepentingan subyektifitas oleh masing-masing pihak. Maka terjadilah ego sektoral serta saling sikut antar pemangku kepentingan (stakeholder).

Ilustrasi: Bukti kegagalan KPB-KPTG dan pemerintah abai melaksanakan amanat Pasal 16 UUPS. Sumber: DokPri #GiF
Ilustrasi: Bukti kegagalan KPB-KPTG dan pemerintah abai melaksanakan amanat Pasal 16 UUPS. Sumber: DokPri #GiF

Baca Juga: Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah?

Mirisnya para pihak tersebut sangat alergi kritisi dan solusi yang berkesesuaian aturan, malah bergeser kepada "kebencian" secara pribadi dengan menghindari komunikasi dan solusi kebenaran tanpa ada argumen berlogika atau obyektif, walaupun solusi telah diminta sendiri oleh pihak Ditjen PSLB3 KLHK sejak tahun 2016 dan termasuk lintas K/L.

Karena situasi dan kondisi yang mengarah pada subyektifitas maka penulis malah semakin semangat memperjuangkan dan pedomani regulasi, agar solusi-solusi yang ada tersebut semakin diperbaiki dan disempurnakan, walau para pihak menjauhinya. Karena sangat dinyakini bahwa kebenaran akan muncul pada masanya.

Baca Juga: Imposible Listrik Sampah PLTSa-PSEL di Indonesia

Semunya dilakukan demi menahan laju dana rakyat yang keluar mubadzir tanpa arah atas solusi-solusi yang dibuat oleh lintas K/L dan partnernya yang tidak jelas arah programnya, khususnya yang sangat kompeten adalah Kemenko Maritim dan Investas (Kemenko Marves) dan KLHK serta Kementerian PUPR. Sepertinya oknum-oknum pemerintah pada lintas K/L memang sudah mati akal dalam menghindari solusi dari penulis.

Menko Marves sebagai Kordinator Nasional Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jajtranas Sampah). 

Seharusnya melakukan harmonisasi lintas K/L untuk menciptakan atau membangun sistem suprastruktur tata kelola sampah. Bukan bicara teknis dan langsung mendukung pembangunan imprastruktur tanpa analisa mrndalam antar K/L.

Sementara Menteri LHK sebagai Ketua Dewan Harian Jaktranas Sampah sebagai pengelola suprastruktur persampahan dan PUPR sebagai pelaksana infrastruktur pengelolaan sampah bersama kementerian lainnya yang telah disepakati bersama lalu diturunkan kepada pemda masing-masing sebagai dasar program dengan sinkronisasi kearifan lokal dan selanjutnya dilakukan monitoring dan evaluasi oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Baca Juga: Halusinasi Pelarangan Kantong Plastik dan Plastik Sekali Pakai (1)

Mengamati masalah persampahan di Indonesia sejak awal terjadinya kebijakan kantong plastik berbayar, sampai pada "kesengajaan" menimbulkan masalah baru oleh badut-badut pentas yang ingin mengaburkan dugaan korupsi gratifikasi KPB-KPTG, Aspal Mix Plastik, RDF, macet, Pengadaan Mesin Cacah, banyaknya Pusat Daur Ulang (PDU) macet di seluruh Indonesia, TPA masih open dumping, TPS3R mangkrak, PLTSa apa kabar?

Kenapa semua itu macet karena tidak logis dalam bekerja sesuai UUPS (kegelapan logika). Termasuk secara umum para stakeholder menghindari regulasi sampah khususnya Pasal 12,13,14,15,21,44 dan 45 UUPS yang sudah sangat bagus. 

Sungguh sangat ironis bila melihat tingkah polah para elit-elit K/L yang menangani sampah ini. Perhatikan foto ilustrasi paling atas adalah instalasi sampah organik di Kantor Menteri LHK saja mangkrak karena tidak menggunakan logika berbasis UUPS.

Belum lagi program bertajuk "sedekah sampah" semua program ini hanya dibungkus label atau terkesan agamis saja untuk menggugah masyarakat, sudah diluar logika atau nalar berpikir dan bertindak positif. Malah berpotensi menista agama. 

Benar-benar logika berada dalam kegelapan, karena sinaran cahaya hedonis yang membungkus jiwa-jiwa kerdil, padahal konon berpendidikan tinggi, yes....katanya dan entahlah.

Ilustrasi: Surat Edaran KPB-KPTG ke-2 yang menjadi dasar penjualan kantong plastik berbayar, DokPri #GiF
Ilustrasi: Surat Edaran KPB-KPTG ke-2 yang menjadi dasar penjualan kantong plastik berbayar, DokPri #GiF

Baca Juga:  Menjadi Pembeda dalam Membangun Tata Kelola Sampah Indonesia

Seharusnya para pihak menyadari dirinya bahwa apa yang dibuatnya itu bermasalah dan merugikan semua pihak dan memang patut diduga terjadinya pungutan liar khususnya oleh toko ritel modern dan super mal atas KPB-KPTG itu, termasuk program lainnya hanya mempermainkan dana-dana CSR saja. 

Tentu semua ini bisa terjadi karena terjadinya permainan kotor oleh oknum penguasa dan pengusaha prmilik CSR. Juga program-program yang dibuatnya hampir semua mangkrak dam stagnan yang hanya berahir dengan wacana saja. Karena semua orientasi proyek pencitraan.

Jadi kesimpulannya masalah sampah di Indonesia karena sudah mengarah pada persinggungan "pribadi dengan basis suka tidak suka saja" tanpa ada alasan obyektif menolak sebuah solusi dengan cara melakukan analisa secara terbuka atas "yes or no" dari sebuah solusi yang ada, khususnya yang diberikan oleh penulis. Hanya karena menggunakan "kekuasaan semu" sehingga mampu berbuat sekehendaknya, mengabaikan usulan dari masyarakat umum.

Ingat sahabatku semua di lintas K/L dan asosiasi- asosiasi bahwa semakin resistensi tanpa kata, maka semakin kelihatan kekurangan dan kelemahan disana dan semua itu merupakan bom waktu yang suatu masa bisa mencederai Anda sendiri. Itu saja yang harus dipahami demi meluruskan tata kelola sampah Indonesia yang benar dan berkeadilan.

Jakarta, 15 Maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun