Tidak begitu sembrono melakukan koreksi pada pemerintah, tentu melalui pendalaman masalah sebelumnya oleh penulis. Karena adanya pendalaman masalah yang akurat, maka semua koreksi disertai solusi yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga memiliki analisa tajam dan terstruktur.
Padahal sekeras bagaimanapun sanggahan dari penulis dalam masalah sampah, semua berdasar pada proses administrasi persuratan, menjunjung etika profesionalitas dan mengikuti aturan tata negara serta selalu mempertimbangkan dengan logika dalam membuktikan argumen atas kekeliruan yang dilakukan oleh oknum pemerintah dan sekaligus memberi wayout agar terjadi win-win solusi oleh para pihak pemangku kepentingan, bukan asal bunyi (asbun) saja.Â
Namun kalau oknum elit K/L merasa kami tidak etis, nah siapa yang memulai? Bukankah Anda yang memulai tidak etis alias curang terhadap rakyat?
Baca Juga:Â Setop Kantong Plastik Berbayar di Toko Ritel (2)
Menurut hemat penulis yang selama ini mengawal regulasi persampahan di Indonesia dan ikut mengamati perhatian dunia Internasional terhadap proses pengelolaan sampah Indonesia, memang terjadi karut-marut yang diduga keras terjadi kesengajaan sikap tanpa logika untuk memperpanjang masalah, untuk mengambil manfaat dalam kesempitan.Â
Asosiasi-asosiasi begitupun adanya, hanya lalu-lalang untuk memperpanjang masalah dengan menghadang solusi. Malah ada asosiasi daur ulang besar di Indonesia ingin konsfirasi dengan pelaksana KPB-KPTG untuk mengisi order kantong kresek Toko Ritel seluruh Indonesia.
Disanalah kelihatan sangat nyata solusi tanpa logika, padahal perlu penggunaan logika dalam rangka optimalisasi pengelolaan sampah yang berbasis pada UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Karena dengan logika sehat, maka pasti lebih menguntungkan bagi semua pihak. Tanpa harus ada yang dikorbankan.
Bila hal tersebut diabaikan, maka pasti terjadi ketimpangan disana sini. Maka pada ahirnya semua akan menuai kerugian materil dan inmateril, tentu berefek negatif terhadap dana rakyat yang akan tergerus oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang hanya menginginkan meraih keuntungan sesaat. Tapi apa pula hasilnya, oknum tersebut juga semua pada tiarap tanpa kata.
Banyak ketimpangan yang terjadi dalam penatakelolaan sampah di Indonesia karena sudah tidak menggunakan logika lagi. Hanya mengedepankan kepentingan subyektifitas oleh masing-masing pihak. Maka terjadilah ego sektoral serta saling sikut antar pemangku kepentingan (stakeholder).
Baca Juga:Â Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah?