Jelas tujuannya untuk memperkuat "pengalihan" isu sebagai motivator pelarangan dari pemerintah pusat (KLHK) ke pemda, agar pelarangan PSP atau kantong plastik bersumber dari bupati/walikota dan gubernur. Tapi sungguh malang nasib rencana itu, karena strategi oknum KLHK tidak terlalu dapat respon dari semua pemda di 514 kabupaten dan kota di Indonesia, hanya sedikit pemda yang mengikutinya. Mungkin karena perlawanan penulis yang tetap konsisten untuk hadapi kedzaliman mahluk-mahluk aneh itu dari dulu sampai sekarang.
Pasca pertemuan para pejabat di Banjarmasin, muncullah kebijakan beberapa walikota di seluruh Indonesia. Lalu menyusul Gubernur Bali dan Gubernur DKI. Jakarta, ikut melarang penggunaan kantong kresek PSP alias kantong plastik kresek melalui sebuah Peraturan Gubernur dan beberapa Peraturan Walikota yang terlebih dahulu muncul. Sampai-sampau pada Toko Ritel di Jakarta saat ini sudah tidak disiapkan lagi kantong plastik kresek diganti dengan menjual tas yang konon di klaim ramah lingkungan, karena bisa dipakai berulang.
Kalau Gubernur Jakarta, Bali dan beberapa Walikota yang telah mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik atau PSP tersebut digugat oleh masyarakat, maka penulis pastikan 100% masyarakat menang. Karena baik Gubernur maupun Walikota tersebut sama saja menyuruh pedagang Toko Ritel melabrak KUHP dan UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Sampai isu kantong plastik diperlebar ke larangan sedotan plastik (diganti dengan promosi sedotan plastik menjadi sedotan alumunium dan sedotan multilayer dengan bahan kertas yang dilapisi plastik bercampur. Benar-benar sebuah perbuatan tidak etis dalam urusan sampah di Indonesia oleh elit penguasa Indonesia. Benar-benar KLHK sepertinya stres atas KPB-KPTG yang salah strategi dari awal. Diharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polisi dan Kejaksaan mengambil alih masalah tersebut.
Baca Juga:Â Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah?
Skenario PSP
Setelah oknum sutradara atas pelarangan kantong plastik mungkin merasa kurang berhasil, maka muncullah atau bergeser ke PSP sampai sekarang. Tapi substansi pelarangannya tetap mengarah ke kantong plastik, agak susah mereka membuang istilah kantong plastik kresek secara obyektif. Artinya oknum sutradara yang berada di KLHK sangat susah menghapus istilah "kantong plastik" ke otak atau memalingkan nalar subyektif bupati/walikota dan gubernur yang tetap pada pelarangan kantong plastik atau PSP.
Itulah sebenarnya skenario singkat pergeseran istilah kantong plastik menuju PSP, hal sedotan plastik dan lainnya seperti tumbler itu dan plastik ramah lingkungan, hanya assesories yang ikut panen memanfaatkan ruang dan waktu yang labil dari rencana menutup dugaan kasus korupsi atas KPB-KPTG yang didorong oleh oknum elit pada KLHK cq: Ditjen PSLB3, dimana saat itu Dirjen PSLB3 dijabat oleh Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, sebelum diganti oleh Rosa Vivien Ratnawati, SH.
Baca Juga:Â Pengamat: Larangan Pemakaian Produk Plastik Kebijakan Keliru Pemerintah
Stakeholder Terkait KPB-KPTG
Pada dokumen-dokumen pelaksanaan kebijakan KPB-KPTG tersebut beberapa lembaga muncul didalam Surat Edaran Ditjen PSLB3 KLHK tersebut, seperti Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Didukung oleh sebagian besar LSM/NGO dalam dan luar negeri yang ikut numpang kebodohan di Indonesia.