Kenapa demikian? Fakta membuktikan bahwa begitu susahnya para elit pemangku kepentingan, baik itu dari unsur pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) maupun dari pengusaha, perguruan tinggi ataupun lembaga swadaya masyarakat lainnya untuk melakukan perubahan kearah yang positif dalam mengikuti amanat perundang-undangan yang berlaku.
Baca Juga:Â EPR Merupakan Investasi dan Menyelamatkan Bumi dari Sampah
Bisnis To PeopleÂ
Solusi pengelolaan sampah seakan dipaksakan mengikuti arah keinginan pengusaha (corporate) dengan kemampuan dan keegoannya yang mampu menaklukkan oknum birokrasi yang berkuasa. Sehingga kelihatan arah yang semakin rawan menuju demokrasi corporate. Arah semakin menunjukkan kondisi dimana pengusaha lebih dan/atau akan berusaha menguasai rakyat sebagai konsumennya (Bisnis to People).
Kondisi B to P pada produk consumer goods atau barang konsumsi termasuk sektor pangan, ini semua bila tidak diatasi dengan baik, akan terjadi pergeseran ke produk lain. Tentu akan mempengaruhi pengelolaan sampah, yang ahirnya tidak akan pernah selesai, malah bisa menimbulkan instabilitas keamanan. Tidak tertutup kemungkinan terjadinya perang saudara antar rakyat, pengusaha yang masing-masing mempertahankan ego atas dua kekuatan besar tersebut.
Penulis mencoba memberi dua contoh kasus B to P yang merugikan rakyat dan bisa menjadi pemicu permasalahan dikemudian hari bila tidak jernih dan bijak menyikapinya adalah pelaksanaan kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) atau Kantong Plastik Tidak Berbayar (KPTG) yang sudah berlangsung sejak tahun 2016.Â
Menyusul pelaksanaan Extanded Producer Responsibility (EPR) dengan terbitnya secara prematur  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen yang mengatur pengurangan sampah oleh produsen dari 2020-2029. Jelas Permen LHK P. 75/2019 ini sangat prematur karena tidak didahului oleh Peraturan Pemerintah (PP) sebagaimana amanat Pasal 16 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.Â
Baca Juga:Â Memahami Circular Economi Sampah
Tidak Ada Sistem Tata Kelola SampahÂ
Karena tidak adanya sistem, seakan kondisi ini memang diarahkan pada sebuah ketidakstabilan penanganan solusi demi pemenuhan keinginan semu para oknum pengusaha yang haus materi dengan dukungan oknum birokrasi tentunya. Sektor sampah ini sangat terkait dengan produk industri. Satu sama lainnya memerlukan penanganan yang komprehensif dan solutif. Antara produk dan sampah saling mempengaruhi dalam memberikan solusinya.
Sementara kondisi legislatif (DPR/D) dan yudikatif (penegak hukum) serta media atau jurnalistik sebagai pilar demokrasi sepertinya kaku menghadapi situasi tersebut. Seharusnya DPR/D mengambil sikap tegas khususnya dalam masalah sampah yang sudah terang benderang tergeletak di depan mata yang nyata tidak mampu diselesaikan oleh eksekutif, tentu ada masalah yang menyebabkannya  sehingga nampak tanpa solusi.Â