"Sebenarnya dari awal sudah malas ikut tulis atau bahas masalah dana sumbangan senilai Rp.2 triliun untuk penanganan Covid-19 dari keluarga Almarhum Akidi Tio, namun ahirnya tidak tahan juga untuk ikut memberi sedikit tanggapan, maaf Pak Polisi."
Ahir-ahir ini kita diperhadapkan kepada informasi atau pemberitaan yang cukup menghebohkan alias bombamatis atas adanya rencana sumbangan dana hibah sebesar Rp. 2 Triliun dari keluarga almarhum Akidi Tio kepada Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri.
Sungguh mengherankan, kenapa dari awal si calon penerima (Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri) tidak melakukan pelacakan dan lain sebagainya sebelum diumumkan ke publik ?Â
Apalagi polri dalam hal ini Polda Sumatera Selatan, tidak susahlah melacak semuanya (tentu bersama si calon donatur Heryanti, putri Akidi Tio) dan instansi terkait lainnya (dalam dan luar negeri).
Karena kalau hanya berdasarkan atas pertemanan atau kenalan lama antara Irjen Eko Indra Heri dan keluarga Akidi Tio, itu sederhana banget artinya hanya berdasar rasa.Â
Sementara nilai 2T ini bukan kecil, artinya harus libatkan akal dengan tentu pelacakan secara akurasi terlebih dahulu. Karena walaupun dilakukan pelacakan, tidak merusak hubungan kekerabatan antara pemberi dan penerima hibah tersebut.
Setelah segala sesuatu sudah valid termasuk penyelesaian administrasi macam-macam tentang kevalidan dana tersebut dan tinggal ketuk pin bank kerjasamanya dimana uang tersebut di parkir, barulah di publish.
Kenapa semua itu tidak dilakukan oleh Polda Sumatera Selatan, senyap dululah sebelum di publish ke publik.Â
Apalagi zaman IT yang canggih dewasa ini bisa melakukan pengecekan dengan cepat dan akurat. Misalnya dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, PPATK dan intansi lainnya.
Apalagi Polda Sumsel bisa bersama Mabes Polri untuk minta bantuan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI). Badan layanan umum (BLU) tersebut dibentuk dalam rangka memenuhi amanat PP No. 57 tahun 2019 yang memerintah Kementerian Keuangan untuk membentuk unit pengelola dana hibah, untuk ikut bersama melacak dana tersebut pada lintas negara.
Kenapa Ya ? Pemikiran bangsa ini terlalu instan, lupa terhadap proses. Terlebih dikaitkan lagi pada sumbangan untuk pandemi Covid-19. Rakyat semakin bingung ditengah perjuangan melawan Covid-19, yang belum tentu arahnya mau kemana si Corona Cantik ?!
Kesimpulan dan sekaligus terjadi dugaan, jangan sampai si pemilik dana yang di duga terparkir di Singapore tapi karena susah dikeluarkan olehnya. Maka dengan strategi korbankan atau hibah sebagian (2T) atas nama sumbangan atas pandemi Covid-19 itu melalui Polda Sumsel.Â
Selanjutnya dengan taktik di publis terlebih dahulu agar bisa heboh sampai ke Singapore. Bahwa dana 2T diberikan atas nama Polri, maka dengan mudah duit itu bisa diurus karena ada institusi polri yang terlibat sebagai penerima hibah 2T.
Jangan-jangan, ini hanya pendapat lepas saja ya. Karena konon dana itu sudah lama diurusnya, malah si pemiliknya sampai utang 3M yang konon sampai sekarang utang itu belum dibayar pula.
Menyimak beberapa prasa kalimat dalam tulisan Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Ada beberapa kondisi mengganjal pikiran dengan si pemilik piutang 3M, yang ikut percaya juga sampai sekarang (komunikasi lancar antara Heriyani putri almarhum si Akidio Tio) bahwa ada duit almarhum si Akidi Tio Rp. 16 Triliun di Singapore (Baca: FB DahlanIS di Sini).
Jakarta, 4 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H