"Sekalian saja semua jenis kemasan produk berbasis plastik termasuk ps-foam atau gabus box yang berahir di TPS/TPA secara total dilarang pakai kalau dianggap tidak ramah lingkungan alias merusak bumi saja" Asrul Hoesein, Direktur Green Indonesia Foundation dan Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo).
Selain maraknya program-program tanpa basis regulasi sampah yang mulai masuk di Jakarta dan sekitarnya atau Jabodetabek. Juga sehubungan karena Jakarta beberapa waktu lalu terjadi pergantian Wakil Gubernur, maka saya selaku Direktur Green Indonesia Foundation Jakarta, kembali mengingatkan perihal penggunaan wadah belanja non plastik sekali pakai di Jakarta.
Mendengar informasi bahwa Gubernur Jakarta akan mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik di Jakarta (2019), penulis bersama teman-teman dari asosiasi-asosiasi berbasis sampah dan pejabat dari pihak Kementerian Perindustrian menemui Anies Baswedan (Gubernur Jakarta) di Balaikota Jakarta untuk membicarakan sekaligus memberi solusi tentang sampah dan lebih khususnya sampah plastik (Baca: Kompasiana di Kebijakan Prematur Pergub Jakarta Larangan Kantong Plastik).
Ingat yaa Bang Anies sempat dalam pertemuan tersebut bilang begini dan penulis sempat rekam "Kami tidak seperti kepala daerah lain yang seakan dikejar deadline untuk melarang menggunakan kantong plastik atau PSP, oh kami tidak sebodoh itu"
Senyatanya malah Bang Anies keluarkan kebijakan yang kami anggap prematur itu berupa Peraturan Gubernur (Pergub) No. 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan. Sangat prematur karena melanggar regulasi sampah baik nasional maupun melanggar peraturan daerah sendiri.
Lebih jauh malah Bang Anis tambahkan penjelasannya bahwa "Kami di Jakarta dalam menyikapi sampah plastik semua berdasar pada dua hal pokok yaitu ekologi dan ekonomi"Â yes cakep benar pendapat dan pemahaman Bang Anis dan saat itu didampingi para staf ahlinya bidang ekonomi dan lingkungan. Tapi yang terjadi diluar fakta Bang Anies, ada apa ?
- Pergub 142/2019 tidak memiliki kajian yang benar berdasar UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dan Perda No.3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Jakarta sendiri
- Diduga dan/atau "seakan" menyuruh pedagang ritel melanggar KUH Perdata Pasal 612 dan seterunya, sekaligus membuka bisnis baru ilegal "ruang dagang pada ritel" yang seharusnya kantong belanja itu tidak dijual atau diperdagangkan, tapi seharusnya diberi gratis kepada pembeli. Karena dalam KUH Perdata khususnya mewajibkan para pedagang menyerahkan barang dagangannya kepada pembeli (baca: konsumen) secara utuh.
- Memberi ruang monopoli produk wadah belanja tertentu yang katanya non plastik, padahal semua wadah yang beredar di jual pada toko ritel itu juga punya konten plastik.Â
- Dugaan lain lagi terjadi arahan bisnis terselubung dan berpotensi terjadi pembohongan publik terhadap substansi produk dan juga pemahaman keliru pada makna ramah lingkungan.
- Keliru memaknai ramah lingkungan dalam ranah solusi sampah plastik. Karena fakta adanya pemahaman (sumbu pendek) bahwa tahunya ramah lingkungan itu asal tidak saja jadi sampah di bumi atau ke TPA.
- Tidak ada kantong plastik ramah lingkungan versi bumi kecuali versi akal dan UUPS ? Sebuah akal-akalan susupan kepentingan industri tertentu dalam rangka monopoli bisnis produk tertentu. Pada sisi lain, carut marut ini diduga ada asosiasi yang memanfaatkan untuk menjadi mediator antara perusahaan berkemasan dan pengelola sampah terdepan.
Tentang masalah ini semua, penulis juga selaku pemerhati dan mengawal regulasi sampah juga telah menjelaskan melalui beberapa conten di YouTube, antara lain bisa nonton di Sampah Indonesia Channel pada judul "Prematur Pergub Jakarta Melarang Kantong Plastik Sekali Pakai | GiF"
Mengutip tulisan Nara Ahirullah Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya di Kompasiana (Baca: Ingkar Janji Anies Baswedan dalam Pergub Kantong Plastik) dengan mengutip beberapa alinea sebagai berikut;
Alih-alih mengantisipasi hulu persoalan kantong plastik, mereka sebenarnya tidak akan dampak kebijakan tersebut. Di sisi ekonomi kebijakan itu akan berdampak pada masyarakat yang hidup dari produksi, distribusi dan daur ulang.