"Pelaksanaan tata kelola sampah Indonesia yang benar, absolut atau tidak ada tawar menawar untuk menghindari regulasi secara benar dan bertanggung jawab" Asrul Hoesein, Direktur Eksekutif #GiF Jakarta dan Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya.
Sekalipun ada pemikiran atau rencana negatif dengan prinsip pada kepentingan pribadi atau kelompok secara instan melalui urusan sampah, haruslah tetap aplikasi terlebih dahulu regulasi sampah minimal 7 Pasal penting dalam UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
Hampir semua pihak dalam mengolah solusi persampahan Indonesia bila bicara circular economi sampah bisa dikatakan lumpuh dan sebatas wacana saja alias isapan jempol. Karena hanya parsial saja dalam menyikapinya. Tidak secara komprehensif memahami dan berniat ingin melaksanakan circular economi sampah itu sendiri.
Mungkin menganggap bahwa terjadinya circular economi itu sudah selesai bila sebuah produk yang berakhir jadi sampah dengan masuk kategori bisa di daur ulang dengan nilai ekonomi tinggi atau disebut layak daur ulang (LDU), artinya tanggung jawab perusahaan sudah selesai, oh bukan demikian yang dimaksud circular economi versi UUPS.
Baca juga: Intip Kegagalan Pemerintah dalam Urusan Sampah Indonesia
Lalu menganggap non circular bila berkategori rendah dari nilai ekonomi atau disebut bisa daur ulang (BDU). Ini semua yang akan merusak paradigma yang selanjutnya akan mempengaruhi sirkulasi produk industri perusahaan berkemasan. Sebuah pemikiran dan tindakan yang luar biasa kelirunya. Karena bukan demikian maksud dari circular economi yang bermuara pada regulasi persampahan UUPS.
Maka para perusahaan multy nasional produsen produk berkemasan seakan berlomba-lomba mengakali kemasan produknya dengan/atau terkesan seakan menghindari plastik. Padahal, bila diperiksa kemasannya juga tetap ada plastiknya. Artinya memang kebutuhan terhadap plastik tidak terhindarkan.
Diperparah serta diduga ada asosiasi atau sebutlah sebuah komunitas ingin memanfaatkan kondisi carut marut ini untuk mendapat pundi pendanaan dari perusahaan berkemasan. Tapi ingin menghindari prinsip tata kelola sampah sesuai amanat UUPS.Â
Apa artinya keberadaan asosiasi sebagai mitra sejajar pemerintah dan pengayom anggotanya ? Bila menginginkan terjadinya kontra regulasi, selanjutnya hanya ingin memperpanjang usia perdebatan murahan. Sungguh mengecewakan bila dugaan ini benar adanya.
Baca Juga:Â Sampah Plastik Diijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia