"Indonesia tidak akan lepas dari kemerosotan ekonomi nasional bila tidak segera berani melakukan inovasi dan kolaborasi dalam perbedaan" Asrul Hoesein, Direktur Eksekutif Green Indonesia Foundation Jakarta.Â
Sampah sejak awal bisa ditimbulkan oleh siapapun, di manapun dan kapanpun. Maka untuk membereskannya juga harus dikerjakan siapapun, di manapun dan kapanpun secara gotong royong. Sampah terlalu banyak untuk dikerjakan sendirian, satu kelompok atau apapun yang bergerak secara individual.
Sampah juga terlalu rumit untuk dikuasai demi kepentingan apapun. Terutana untuk kepentingan sosial, bisnis maupun politik. Mengerjakan sendiri pengelolaan sampah, sama saja dengan membuang-buang tenaga, pikiran dan materi. Di awal-awal memang akan terlihat sukses, tapi itu tidak akan bertahan lama. Sifatnya hanya sementara saja.
Sudah berapa banyak program dibuat, peralatan dan anggaran dikeluarkan untuk pengelolaan sampah yang berakhir tidak sesuai harapan. Bahkan, jika dibuat museum untuk program dan peralatan pengelolaan sampah se Indonesia, mungkin luasnya bisa seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta.
Semua kegagalan itu pada akhirnya mengembalikan sampah sebagai beban lingkungan. Sampah banyak dibuang ke TPA lagi. Tidak berguna lagi dan menyebabkan masalah lagi. Bukankah hal tersebut, juga termasuk beban moral?
Jika kita mau introspeksi diri, secara jujur sesungguhnya sampah bukanlah masalah. Manusialah masalahnya.
Masalah terbesar manusia dalam mengelola sampah adalah kemauan untuk berkolaborasi. Yang berkepentingan sosial dalam urusan sampah jalan sendiri-sendiri bahkan bersaing. Begitu juga yang berkepentingan bisnis sampah juga jalan sendiri bahkan saling bersaing. Begitu juga yang berkepentingan politik dengan menunggangi isu sampah.
Ajakan berkolaborasi kerap mentah dan dimentahkan. Jangankan yang mengajak secara biasa, yang sudah membuat kesepakatan bersama secara resmipun membalelo alias wan prestasi. Memilih bergerak sendiri dan mengabaikan komitmen-komitmen yang sudah disepakati tanpa malu dan perasaan bersalah. Bukankah hal itu akan menjadi bumerang dikemudian hari ?
Memang terkait sampah, mudah sekali manusia menjadikan dirinya sendiri menjadi sampah dengan cara mengabaikan komitmen. Selain itu, diduga kuat memang ada pihak yang terus berusaha mengerdilkan semangat kolaborasi. Menciptakan situasi yang menyebabkan setiap pihak "akan lebih untung jika bergerak sendiri".
Dugaan itu tentu berdasarkan data dan fakta dari pengamatan dan progres #GiF (Green Indonesia Foundation) dalam berbagai pergerakan upaya mewujudkan tata kelola sampah di Indonesia. Suatu hasil pengamatan yang sangat memprihatinkan di tengah makin besarnya masalah sampah di negeri kita.