Seharusnya lintas menteri membuat keputusan bersama dalam pelaksanaan EPR. Namun terlebih dahulu Harus melakukan "pelabelan nilai ekonomi" atas sisa produk atau kemasan yang berahir dengan sampah.
Maka dengan adanya dasar label nilai ekonomi (Pasal 14 UUPS), perusahaan produsen berkemasan sampai kepada pengelola sampah di garda terdepan mempunyai acuan nilai ekonomi EPR untuk dijadikan dasar bergerak pada bisnis sampah yang berpola circular ekonomi.
Termasuk dalam peta jalan pengurangan sampah yang isinya mendorong produsen untuk mengurangi sampah dengan capaian target 30% (tiga puluh persen) dibandingkan jumlah timbulan sampah pada 2029. Sekaligus dalam peta jalan tersebut seharusnya dijelaskan siapa berbuat apa dan siapa dapat apa dengan mengikuti amanat dalam perundang-undangan yang berlaku.
Sebagaimana Pasal 15 UUPS mengamanatkan semua perusahaan produsen berkemasan untuk komitmen dalam mendukung berbagai upaya terkait menjaga kelestarian lingkungan, khususnya upaya pengelolaan sampah, dengan ikut mengelola (baca: bukan mengolah) sisa produknya.
EPR Dibayar Konsumen
Dalam pelaksanaan EPR, sangat jelas bahwa kewajiban EPR itu bukan hanya dibebankan pada perusahaan produk berkemasan semata untuk menarik kembali sampahnya secara faktualisasi di lapangan, tapi makna dalam UUPS adalah bergotong royong dari usaha hulu sampai hilirnya.
Dalam bentuk gotong royong tersebutlah dimaknai sebagai bentuk tanggung jawab bersama pemangku kepentingan (stakeholder) dalam melaksanakan EPR itu sendiri yang disebut sebagai ESR.
Maka dari pelaksanaan EPR oleh stakeholder yang bukan hanya produsen berkemasan sendiri, tapi semuanya sampai pada tingkat pemulung. Di lain sisi tentu pelaku pengelola sampah hulu-hilir tersebut mendapat insentif dan disinsentif sesuai Pasal 21 UUPS.
Termasuk perusahaan berkemasan dan industri daur ulang juga harus mendapat insentif atas pemenuhan kewajibannya yang diamanatkan Pasal 15 UUPS. Jadi insentif tersebut baru bisa terlaksana bila semua barang berkemasan terdeteksi dari awal sampai ahir setelah tertangkap sampahnya.
Pemahaman selama ini banyak yang keliru tentang pelaksanaan EPR. Termasuk perusahaan, asosiasi dan lainnya menganggap perusahaan produsen barang berkemasan yang juga harus dibebankan untuk menarik kembali secara langsung sisa kemasannya yang berahir menjadi sampah.
Bahkan perusahaan produsen berkemasan sendiri bukan menjadi bebannya untuk membayar kewajiban EPR. Karena UUPS memberi isyarat atau bahkan mengarahkan bahwa nilai EPR sebuah produk dimasukkan dalam mekanisme harga produknya. Jadi sesungguhnya yang punya beban atau yang "membayar" nilai EPR itu adalah konsumennya sendiri atau masyarakat pengguna produk.