"PKPS selain akan mengawal tata kelola sampah Indonesia sebagai poros ekonomi sirkular, juga ingin mereformasi perkoperasian Indonesia yang jatuh terpuruk dengan target mengejar keberhasilan Koperasi Pertanian National Agricultural Cooperative Federation (NACF) Korea Selatan." Asrul Hoesein, Direktur Eksekutif GiF Jakarta.Â
Sampah Indonesia... Bertahun dibicarakan pada tingkat daerah, nasional dan internasional tanpa henti berdebat, sampai membandingkan apa yang terjadi diluar negeri dengan polos tanpa membaca karakteristik yang berbeda. Sepertinya banyak pihak yang bingung dalam pusarannya sendiri dan juga kurang memahami bagaimana mengelola sampah Indonesia yang regulasinya sudah sangat bagus.Â
Termasuk bagaimana mengelola dan mengolah sampah yang bercircular economi. Hanya menjadi wacana dan pencitraan atas frasa kalimat circular economy. Pada ujungnya menjadi bancakan korupsi saja dimana-mana oleh oknum penguasa dan pengusaha nakal.Â
Semua asosiasi persampahan tidak bisa berbuat apa-apa, lumpuh total. Asosiasi seharusnya menjadi mitra sejajar pemerintah. Tapi senyatanya juga sebagian besar asosiasi memanfaatkan kekisruhan atau permainan oknum penguasa dalam memutar balik regulasi persampahan, untuk menguntungkan usaha atau industrinya sendiri.Â
Baca Juga:Â PKPS, Koperasi Sampah Berbasis Multipihak
Bisa serba salah atau bisa pula tidak sadar, mencontoh luar negeri dengan polos namun lupa ada UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) versi Indonesia, bagaimana bisa menemukan circular economy ala Indonesia, bila berkaca total dari luar negeri. Ujungnya kepentingan pribadi yang muncul dominan. Apakah Anda sengaja?Â
Mungkin banyak literasi tentang ekonomi sirkular. Umumnya hanya memberi definisi saja. Bahwa ekonomi sirkular yang dimaksud adalah serangkaian produksi melalui desain ulang, penggunaan kembali dan daur ulang produk dan material. Tapi belum bicarakan bagaimana wujud kegiatan yang bercircular economi. Bagaimana terjadinya atas circular economi itu sendiri.
Baca Juga:Â Presiden Jokowi Absolut Melakukan Transformasi Bank Sampah dan TPS3R
Semua orang mampu dan bisa baca tulis apa itu "circular ekonomi" dan berbagai macam retorika, tapi senyatanya semua gagal menemukan cara kerja "mengelola sampah" berazas circular ekonomi yang berbasis pada regulasi UUPS yang menjadi dasar waste management di Indonesia.
Maka sampai hari ini perdebatan terus berlanjut tanpa ada hasil yang bisa di progres. Â Semua saling mengklaim, muncul issu ramah lingkungan yang ditularkan oleh kebijakan yang super keliru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2015-2016 sampai sekarang yaitu penerapan Kantong Plastik Berbayar (KPB) alias Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG).Â
Ahirnya muncul kebijakan beberapa pemerintah daerah dengan melarang penggunaan kantong plastik atas dorongan KLHK. Kebijakan ini sangat melanggar KUH Perdata dan UUPS serta kontra produktif dengan kebijakan KPB-KPTG. Apakah KLHK menyadari kesalahan besar itu, yang bisa berujung pidana (gratifikasi korupsi) dan/atau pidana lainnya.Â
Baca Juga:Â PKPS adalah Lokomotif Ekonomi Sampah di Tengah Pandemi Covid-19
Kenapa tidak ada yang bisa menyelesaikan persoalan sampah yang berazas ekonomi sirkular?
Karena tidak pernah ada satupun lembaga yang fokus bicarakan porosnya (sumbu atau gandar) sebagai pegangan atas sebuah roda ekonomi yang berputar (circular), dimana roda bagaikan produk atau teknologi (infrastruktur) sementara poros adalah penyambung (lembaga yang saling bekerjasama berjejaring).
Kenapa demikian.... ??? Ya karena tidak pernah ada satu orang atau kelompok yang menemukan suprastruktur dari waste management itu sendiri. Artinya tidak ada yang membuat poros dari circular economy. Tidak ada yang membedah karakteristik produk sampah dan karakteristik bisnisnya itu sendiri.
Baca Juga:Â Di DIY, Srikandi PKPS Bantul Siap Bereskan Sampah
Semua ahli dalam dan luar negeri turut bicara hal circular economy, Â tapi tidak satupun pernah bicara perlunya poros tersebut. Maka jelaslah stag tanpa solusi. Terus berdebat tentang plastik dan sampah, padahal seharusnya tidak lagi, asal menggunakan akal sehat, hati terbuka dan pikiran pasti positif.
Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta selain menemukan solusi sampah laut, juga beberapa tahun silam telah menemukan poros dari circular ekonomi sampah tersebut. Bahwa circular economy sampah harus memiliki lembaga usaha yang berbasis sosial dengan kepemilikan bersama antar stakeholder. Hal ini pula sekaitan MoU/PKS antara KLHK dan Kementerian Koperasi dan UKM (2016/2017).
Baca Juga: Â Pemulung Sampah Diberdayakan Melalui Primer Koperasi Bank Sampah
Poros circular economy ??? Itulah koperasi berjejaring dan berjenjang yang multy stakeholder dimana awalnya tahun 2018 bernama Primer Koperasi Bank Sampah (PKBS) lalu pada tahun 2019 atas usul Pak Luhur Pradjarto, dimana saat itu sebagai Deputi Kelembagaan dan sekarang sebagai Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Bidang Hubungan Antar Lembaga kepada saya selaku Direktur Green Indonesia Foundation dan diganti nama menjadi Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) sampai sekarang.Â
Perlu dipahami bahwa PKPS bukan koperasi single stakeholder tapi koperasi multy stakeholder. Koperasi dimiliki bersama oleh pengelola sampah sampai pada industri yang berpotensi sampah. Mengelola sampah harus full bergotong royong. Harus ada poros sebagai penggerak tunggal kerjasama. PKPS sebagai rumah bisnis bersama para penghasil dan pengelola sampah secara berjeraring dan berjenjang antar lokal, regional dan nasional secara utuh berbasis regulasi. Â
Baca Juga:Â Koperasi Sampah "PKPS" Mereformasi Perkoperasian Indonesia
Fakta terjadi perdebatan terus menerus, karena tidak ada poros sebagai pengikat kebersamaan. Maka perdebatan demi perdebatan terus berlanjut tanpa henti.Â
PKPS akan menghentikan perdebatan konyol itu, menuju silaturahim sosial dan ekonomi yang harus berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan bagi semua pihak yang mengelola dan mengolah sampah di seluruh Indonesia.
Coba merenung bila sudah memahami apa itu PKPS. Lalu simulasikan apa harapan dan kesusahan Anda, Yakin PKPS akan menjawab dengan obyektif harapan dan kesusahan itu, tanpa merugikan satu sama lainnya. PKPS hanya akan dibenci oleh manusia berkarakter koruptif dan pengusaha yang ingin monopoli.
Tidak ada circular yang bisa terjadi tanpa adanya PKPS sebagai penengah yang adil untuk kepentingan bersama. Silakan diuji, untuk menghentikan perdebatan konyol dan memalukan bagi Indonesia.
Yogyakarta, 2 Juni 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI