Ahirnya muncul kebijakan beberapa pemerintah daerah dengan melarang penggunaan kantong plastik atas dorongan KLHK. Kebijakan ini sangat melanggar KUH Perdata dan UUPS serta kontra produktif dengan kebijakan KPB-KPTG. Apakah KLHK menyadari kesalahan besar itu, yang bisa berujung pidana (gratifikasi korupsi) dan/atau pidana lainnya.Â
Baca Juga:Â PKPS adalah Lokomotif Ekonomi Sampah di Tengah Pandemi Covid-19
Kenapa tidak ada yang bisa menyelesaikan persoalan sampah yang berazas ekonomi sirkular?
Karena tidak pernah ada satupun lembaga yang fokus bicarakan porosnya (sumbu atau gandar) sebagai pegangan atas sebuah roda ekonomi yang berputar (circular), dimana roda bagaikan produk atau teknologi (infrastruktur) sementara poros adalah penyambung (lembaga yang saling bekerjasama berjejaring).
Kenapa demikian.... ??? Ya karena tidak pernah ada satu orang atau kelompok yang menemukan suprastruktur dari waste management itu sendiri. Artinya tidak ada yang membuat poros dari circular economy. Tidak ada yang membedah karakteristik produk sampah dan karakteristik bisnisnya itu sendiri.
Baca Juga:Â Di DIY, Srikandi PKPS Bantul Siap Bereskan Sampah
Semua ahli dalam dan luar negeri turut bicara hal circular economy, Â tapi tidak satupun pernah bicara perlunya poros tersebut. Maka jelaslah stag tanpa solusi. Terus berdebat tentang plastik dan sampah, padahal seharusnya tidak lagi, asal menggunakan akal sehat, hati terbuka dan pikiran pasti positif.
Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta selain menemukan solusi sampah laut, juga beberapa tahun silam telah menemukan poros dari circular ekonomi sampah tersebut. Bahwa circular economy sampah harus memiliki lembaga usaha yang berbasis sosial dengan kepemilikan bersama antar stakeholder. Hal ini pula sekaitan MoU/PKS antara KLHK dan Kementerian Koperasi dan UKM (2016/2017).
Baca Juga: Â Pemulung Sampah Diberdayakan Melalui Primer Koperasi Bank Sampah
Poros circular economy ??? Itulah koperasi berjejaring dan berjenjang yang multy stakeholder dimana awalnya tahun 2018 bernama Primer Koperasi Bank Sampah (PKBS) lalu pada tahun 2019 atas usul Pak Luhur Pradjarto, dimana saat itu sebagai Deputi Kelembagaan dan sekarang sebagai Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Bidang Hubungan Antar Lembaga kepada saya selaku Direktur Green Indonesia Foundation dan diganti nama menjadi Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) sampai sekarang.Â
Perlu dipahami bahwa PKPS bukan koperasi single stakeholder tapi koperasi multy stakeholder. Koperasi dimiliki bersama oleh pengelola sampah sampai pada industri yang berpotensi sampah. Mengelola sampah harus full bergotong royong. Harus ada poros sebagai penggerak tunggal kerjasama. PKPS sebagai rumah bisnis bersama para penghasil dan pengelola sampah secara berjeraring dan berjenjang antar lokal, regional dan nasional secara utuh berbasis regulasi. Â