Indonesia sebenarnya harus menerapkan pola Sentralisasi-Desentralisasi. Regulasi sampah Indonesia mengamanatkan circular economy seperti di luar negeri tersebut. Artinya sekitar 80% sampah di kelola di TPS, sisa residunya 20% dibawa ke TPA Landfil.Â
Tantangannya saja, bila pola circular economy ini dijalankan, kemungkinan besar oknum birokrasi tidak terlalu menikmati fulus (koruptif) dari pengelolaan sampah ini. Ini alasan klize yang terjadi.Â
Artinya bisa dipastikan oknum birokrasi lebih senang monopoli karena ada angkutan sampah ke TPA, ada biaya angkut dan biaya pengelolaan sampah dan setoran pengusaha yang ada di TPA yang mudah dipermainkan.
Pemerintah Harus Merubah ParadigmaÂ
Intinya birokrasi harus lebih dahulu memberi contoh (panutan) dengan merubah paradigma kelola sampah. Terlebih penting menegakkan regulasi persampahan yang ada. Jalankan Pasal 13,14,15,21,44 dan 45 UUPS.
Pedomani Peraturan Pemerintah (PP) No.81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Termasuk turunan regulasi itu sendiri sampai pada Jakstrada.Â
Yakin Indonesia akan bebas sampah dan sampah akan terkelola lebih baik dan berhasil guna dibanding pola pengelolaan sampah cara konvensional tanpa regulasi. Sampah Indonesia sangat berpontensi menciptakan lapangan kerja dan mengangkat naik kelas usaha sektor riel.Â
Alasannya......
Regulasi sampah Indonesia sudah sangat bagus, bila dijalankan dengan baik maka pengelolaan sampah Indonesia akan lebih baik daripada yang ada di luar negeri.
Mari bersama gugah kesadaran oknum penguasa dan asosiasi, agar menjalankan regulasi dengan benar dan massif. Karena bila hal ini dibiarkan, korupsi pengelolaan sampah akan semakin menggila.
Indonesia akan menjadi TPA, penampung dan penikmat sampah terbesar di dunia. Ini akibat oknum birokrat yang diduga ada sengaja "menyimpang" dari perundang-undangan (sampah) yang ada di republik ini, untuk melanggengkan monopoli.