KPK sudah melangkah jauh berkordinasi dengan Kementerian ESDM dan Kemenko Maritim dan Investasi. Selain KPK mengusulkan revisi Perpres No. 35 Tahun 2018 tersebut, juga telah mengusulkan proyek PLTSa diganti yang lebih masuk akal dari sisi hitungan bisnis. Seharusnya KPK melakukan juga kordinasi dengan KLHK sebagai pendukung utama PLTSa. KLHK lah yang menjadi motor penggerak PLTSa.Â
Usulan KPK untuk pengganti PLTSa adalah pengolahan pelet atau briket sampah sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Cara yang disebut co-firing ini sudah diuji di empat PLTU dan PLN ternyata bisa menghemat biaya pembelian batu bara. Cara ini jelas lebih efisien ketimbang membangun PLTSa, yang mahal dan memberi peluang bagi masuknya para pemburu rente.
Sesuai pantauan Green Indonnesia Foundation dilapangan, bahwa hingga tahun 2020 belum satu pun PLTSa terbangun dapat menghasilkan listrik. Walau proses pembangunannya sudah selesai tapi belum sukses sebagaimana diharapkan menyelesaikan sampah dan menghasilkan energi listrik, seperti PLTSa Merah Putih Bantargebang Bekasi, PLTSa Benowo Surabaya yang sedianya diresmikan ahir tahun lalu.
Baca Juga:Â Deddy Kritisi Hasil Riset KPK Soal PLTSa
Salahkah KPK Melakukan Kajian PLTSa ?
Tidak ada masalah KPK lakukan koordinasi atau supervisi kepada instansi ybs. Karena sesungguhnya ada dua tugas pokok KPK adalah pencegahan dan pemberantasan korupsi. Umumnya pemerhati sampah, NGO atau asosiasi menganggap aneh KPK yang terlalu jauh turut campur.
Bagi yang tidak paham, wajar bila pertanyakan intervensi KPK. Karena dari dulu KPK jarang turun/ekspose progres dalam pencegahan korupsi. Umumnya progres KPK yang terekspose adalah pemberantasan korupsi. Namun paling urgen dilakukan KPK terhadap PLTSa ini adalah melakukan audit investigasi dan penyidikan terhadap dugaan korupsi atas penyimpangan dalam pembangunan PLTSa.
Sesungguhnya KPK mendukung program pemerintah untuk mendorong investasi. Namun, investasi yang didorong KPK adalah investasi yang membawa manfaat besar bagi negara dan masyarakat serta menghindari potensi praktik yang tidak adil karena menguntungkan salah satu pihak saja.
Bila KPK masuk dalam urusan sampah untuk minta Perpres No. Â 35 Tahun 2018 agar direvisi dan juga mengusulkan solusi non PLTSa yaitu diganti dengan Briket, itu semua dalam ranah atau tugas KPK untuk dalam pencegahan korupsi. Karena memang Perpres No. 35 Tahun 2018 itu beraroma korupsi yang sama persis dengan Perpres No. 18 Tahun 2016 yang penulis telah gugat (JR) di Mahkamah Agung bersama beberapa LSM di Indonesia.
Baca Juga:Â Budaya Pilah Sampah Perlu DitingkatkanÂ
KPK Harus Investigasi Lidik/Sidik PLTSa.Â