Coba kita manusia, khususnya masyarakat Indonesia sedikit berbalik kebelakang untuk memahami kehadiran si Corona dengan kacamata non teknis. Segera masing-masing introspeksi pada diri, keluarga dan aktifitas keseharian kita sebagai umat bersosialisasi dan beragama. Apa yang salah dari progres kehidupan kita ?
Coba responsif dan proaktif terhadap hal teknis dan non teknis. Bukan reaktif apalagi panik. Berpikir macam-macam, termasuk dengan gegabah mencari peluang bisnis ditengah penderitaan atas wabah si Covid-19.
Baca Juga:Â Ketika Pulau Sulawesi Harus Diisolasi Terbatas
Rekomendasi Cegah Mudik
Pemerintah dan pemda tengah menyiapkan strategi-strategi perbantuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat terdampak Covid-19. Maka selayaknya masyarakat urban jangan meninggalkan tempat, demi menghindari kerugian karena hilang dari pendataan.
Dalam situasi Darurat Sipil, sebaiknya segera pemerintah dan pemda serta asosiasi pengusaha, melakukan pendataan masyarakat atau pengusaha terdampak. Termasuk dan khususnya kota-kota metropolitan dan megapolitan, harus valid mendata para pekerja kelas bawah dan mahasiswa yang masih ngekos. Untuk segera diberi bantuan selama masa darurat Covid-19 agar mereka tidak mudik.
Mudik dan Berlibur Cerdas
Berliburlah atau mudik ditengah-tengah kesibukan pekerjaan, itu cara cerdas mudik ke kampung halaman. Belajar mudik dengan memadukan aktifitas masyarakat urban dan kampung halaman atau kampung mana saja.
Coba ubah paradigma, tradisional mudik ke mudik profesional dengan cara "berpiknik" dalam suasana masa aktifitas "disela" pekerjaan dengan silaturahmi keluarga dan sahabat. Sangat mungkin dilakukan, apalagi saat ini hampir setiap hari ada komunikasi antara orang di rantau dan kampung (Baca: tidak rindu banget). Maka selayaknya tradisi mudik ikut dirubah seiring perkembangan zaman.
Sampaikan kepada keluarga di kampung halaman bahwa cara-cara mudik selama ini harus kita rubah. Mudikkan hati atau mudik non fisik demi saling menjaga jiwa dan raga untuk menaati anjuran pemerintah dan agama. Serta tidak menyusahkan orang lain dalam aktifitas mudik.Â
Bisa jadi dan diharapkan kedepan, dengan perubahan paradigma seiring meningkatnya kecerdasan, maka kita akan bersilaturahim bukan sekali dua kali se tahun. Tapi akan sering ketemu dalam kolaborasi aktifitas keseharian dengan berpiknik dari/dan ke kota atau kampung.