Setahun kemudian pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan mendapat dukungan Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomaritm) menerbitkan lagi Perpres No. 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan di 12 Kota.
Mungkin KLHK dan Menkomaritim tidak juga sadar bahwa Perpres No. 35 Tahun 2018 tersebut merupakan kebijakan reinkarnasi dari Perpres No. 18 Tahun 2016 yang telah dicabut oleh Mahkamah Agung. Jadi sangat jelas Perpres No. 35 Tahun 2018 masih bermasalah. Apakah Presiden Jokowi memahami kekeliruan kebijakan ini?
Kenapa pula pemerintah dan pemda tidak menelaah atau meneliti secara mendalam, apa dan bagaimana PLTSa dari berbagai sudut pandang. Baik dari sudut regulasi, sosial, budaya, geografis, teknologi dan ekonominya. Kenapa memaksakan keadaan itu? Apa ada kepentingan lain yang menghimpit PLTSa.
Termasuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai lembaga pemerintah Non-Kementerian yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. Tiba-tiba dengan kekuasaannya membangun PLTSa di TPA Bantargebang Kota Bekasi dan bisa disebut proyek PLTSa-BPPT itu gagal. Bagaimana nasib milliaran uang rakyat disana.
Belum lagi PLTSa ini dianggap bermasalah terhadap kesiapan daerah untuk memenuhi tipping fee yang cukup tinggi atas permintaan investor atau pengembang. Benarkah pengembang yang meminta dana tipping fee yang besar itu? Sesungguhnya tipping fee ini bukan soal kemampuan memenuhinya. Tapi ada indikasi merampok uang rakyat melalui tipping fee.
Baca Juga:
Risma: Surabaya Menunggu 20 Tahun Terbebas Masalah Sampah
Saat Jakarta Belajar Pengelolaan Sampah ke Surabaya
PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) adalah sebuah fasilitas pembangkit listrik yang menggunakan sampah sebagai bahan bakarnya. Motor, Mobil bahan bakarnya bensin atau solar, Pesawat terbang bahan bakarnya avtur, sepeda bahan bakarnya tenaga manusia (makan/minum), listrik matahari atau solar cell bahan bakarnya adalah sinar matahari.Â
Bakar sebenarnya tidak selalu identik (konotasi) dengan bakar pakai api incenerator??? Tapi bakar bisa berarti penggerak sebuah alat (sarana prasarana) untuk tujuan tertentu atau bertujuan menjadi pembangkit energi listrik.Â
Begitu ngototnya pemerintah ingin "memaksa" membangun PLTSa tanpa perhitungan matang dan demi merangsang daerah agar mau membangun atau bekerja sama dengan pihak swasta membangun PLTSa, maka pemerintah pusat memberikan bantuan biaya pengolahan sampah (tipping fee) sampai angka sebesar Rp.500.000/ton sampah.
Bentuk dorongan pemerintah adalah dengan mengeluarkan Permen LHK No. P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2019
Tentang Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.