Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pengelolaan Sampah Masih Buruk dalam 100 Hari Jokowi Maruf

31 Januari 2020   15:03 Diperbarui: 24 Februari 2020   00:28 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penulis bersama Senator DPD-RI Komite II pada RDPU RUU atas Revisi UUPS, Senayan Jakarta (22/1). Sumber: Dok. DPD RI.

Pemerintahan Jokowi-Maruf dalam kurun waktu 100 hari setelah pelantikan kabinet Indonesia Maju pada 20 Oktober 2019. Belum memperlihatkan keseriusan dalam menyelesaikan masalah sampah. Lintas menteri masih berfokus hanya pada Plastik saja. 

Kinerja Dr. Siti Nurbaya Bakar selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dua periode sangatlah buruk. Tidak ada tanda perubahan yang signifikan dan juga tidak belajar dari kegagalan pengelolaan sampah pada periode sebelumnya.

Sedikit refleksi masa lalu bahwa Presiden Jokowi pada periode pertama bersama Jusuf Kalla sudah komitmen menyelesaikan Sampah dan telah melakukan beberapa kali rapat kabinet terbatas untuk menyelesaikan masalah sampah di darat dan laut. Terang-terangan Jokowi meminta kepada para menteri yang terlibat dalam urusan sampah agar bekerja maksimal.

Tapi rupanya Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Maritim) sebagai Kordinator Nasional Jaktranas Sampah dan khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai leading sector persampahan belumlah memberi bukti nyata dalam penegakan regulasi pengelolaan sampah yang benar dan berkeadilan.

Keterangan YouTube: Penulis saat menjadi narasumber di RDPU Pembahasan RUU atas Revisi UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah di DPD RI, Gedung Nusantara V Senayan Jakarta (22/1)

KLHK dan lintas menteri serta lembaga lainnya yang ada dalam Perpres No. 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas Sampah), hanya subyektif mengurus sampah plastik sekali pakai (PSP), Aspal Mix Plastik dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

Pemerintah masih saja berkutak-katik pada masalah issu plastik versi pencitraan atau pemaknaan ramah lingkungan yang sangat sempit. Sampah hanya disorot dari sudut ekologi saja tanpa melirik dan mempertimbangkan sudut ekonomi atas kemanfaatan sampah bila dikelola dengan benar dan bijaksana sesuai regulasi sampah. 

Kementerian dan lembaga (K/L) hanya habiskan waktu, tenaga dan uang rakyat untuk membicarakan secara semu tentang PSP. Padahal sampah plastik sangat minim dibanding sampah organik. Paling parahnya KLHK "terkesan" ingin mematikan industri daur ulang dengan melarang menggunakan produk berkemasan PSP. 

Baca juga:
Menyingkap Tabir Regulasi Sampah Indonesia
Ketika Isu "Sampah" Mendadak Seksi di Kabinet Jokowi

Issu plastik yang lebih kurang empat tahun dihembuskan sendiri oleh "oknum" pemerintah pusat dan diikuti oleh pemerintah daerah (pemda) tersebut hanya menuai resistensi. Tepatnya pada ahir tahun 2015, lahirlah issu murahan yang menyesatkan masyarakat, pengusaha dan pemda di seluruh Indonesia. Itu semua karena akibat kebijakan keliru mengatasi sampah plastik oleh KLHK. Issu plastik tercipta hanya untuk menutup masalah kantong plastik.

Sumber atas issu plastik tersebut adalah adanya Kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang diberlakukan pada tanggal 21 Februari 2016 ahirnya karena adanya protes yang keras dari Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta maka beberapa bulan kemudian KLHK bersiasat atau restrategi mengganti nama atau nomenklaturnya menjadi Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). Sebuah plesetan kalimat yang hanya ingin mengaburkan penyalahgunaan wewenang terhadap kebijakan KPB-KPTG.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun