Kota Makassar juga sudah tidak bersyarat lagi menempatkan PLTSa di TPA Tamangapa Kota Makassar yang jaraknya minus 10 meter dari rumah penduduk. Harusnya lokasi TPA tersebut ditutup untuk tidak lagi membuang sampah secara open dumping. Karena sangat tidak layak dan melanggar regulasi sampah dan SNI TPA.
Termasuk kegagalan Provinsi DKI Jakarta, Solo, Tangerang, Semarang, Surabaya, Bandung, dan lainnya, bisa dipastikan akan gagal karena tidak melakukan kerja sama regional antardaerah yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Yang perlu juga dikerjasamakan, selain dalam pengelolaan sampah, adalah seperti pengelolaan transportasi dan sektor lainnya.
Baca juga:
Regionalisasi Management dalam Solusi Banjir dan Sampahse-Jabodetabekjur
Pembangunan model kerja sama atau regionalisasi antar daerah (regionalization) menitikberatkan pada proses otonomi menyangkut interdependensi (saling ketergantungan) antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Model semacam ini akan mengurai masalah secara terintegrasi.
Perwilayahan (regionalisasi) adalah suatu proses penggolongan wilayah berdasarkan kriteria tertentu. Klasifikasi atau penggolongan wilayah dapat dilakukan secara formal maupun fungsional pada kebutuhan antar daerah yang terkoneksi.Â
Dalam perencanaan pembangunan, pemerintah harus memahami kondisi suatu wilayah karena setiap wilayah memiliki kondisi yang berbeda-beda. Namun bisa saja menyelesaikan masalahnya secara kerja sama demi efektifitas dan efisiensi.
Memang pada kesimpulannya permasalahan sampah, sesungguhnya sangat mudah penyelesaiannya bila pemangku kepentingan (stakeholder) saling memahami peran masing-masing dan taat menjalankan regulasi persampahan. Termasuk mampu memahami pentingnya kerja sama antar daerah.Â
Tapi akan lebih sulit menyelesaikan permasalahan sampah bila berpikir dan bertindaknya secara parsial dengan ego sentral masing-masing pihak. Apalagi saling mengklaim yang paling benar secara subyektif diantara pihak yang berkepentingan.
Banyak oknum penggiat dan birokrasi yang sebut dirinya faham masalah yang terjadi, tapi tidak berani kritis pada sebuah kesalahan. Hal tersebut menjadikan Indonesia belum bisa menemukan titik solusi dalam tata kelola sampah secara komprehensif dan massif.Â
Semua hanya memperhatikan atau klaim bahwa bisa dan mampu mengelola sampah. Artinya berhasil untuk diri sendiri atau kelompoknya saja.