Fakta kegagalan PLTSa sudah menunjukkan bukti dibeberapa daerah baik yang sudah dan sementara dibangun, atau yang masih dalam perencanaan, hampir semua menampakkan ketidakpastian mengatasi sampah. Kelihatan dalam pembangunan PLTSa itu terjadi keraguan didalamnya. Berarti ada yang salah atau keliru besar atas PLTSa.Â
Misalnya PLTSa Merah Putih Bantargebang Bekasi milik Pemerintah Provinsi Jakarta yang dibangun oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan mitranya. Sampai saat ini pembangkit listrik sampah di Bantargebang tersebut belum beroperasional sejak diresmikan bulan Maret 2019 oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Macam-macam cara dilakukan pemerintah dan pemda dalam mengatasi sampah termasuk sampah plastik. Seperti Proyek Aspal mix Plastik, semua itu tidak masuk akal dan hanya akan menjadi bancakan korupsi anggaran pemerintah atau pemda dan berpotensi pula terjadi penyalahgunaan dana CSR yang menjadi sponsor proyek imposible tersebut.Â
Baca juga: Menko Luhut resmikan pembangkit listrik sampah Bantargebang Bekasi Jokowi Sampai Luhut Kesal Soal PLTSa Mandek, Ini Sebabnya.
Sesungguhnya tidak ada alasan pemerintah dan pemda untuk tidak menjalankan regulasi sampah khususnya Pasal 13,44 dan 45 UUPS ? Karena bisa saja rakyat menggugat berdasar Undang-Undang No. 30 Tahun 2014.Tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). Sangat jelas hak dan kewajiban pengelola negara atau sebagai pelayan masyarakat.
UUAP dimaksudkan sebagai salah satu instrumen hukum bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, Warga Masyarakat, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan Administrasi Pemerintahan dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan.
Tapi kenapa oknum-oknun pejabat birokrasi leading sector berani melanggar aturan tersebut. Diduga disebabkan beberapa hal diantaranya masih minim pemahaman masyarakat tentang regulasi dan pemahaman umum tentang persampahan. Sehingga oknum tersebut berani berbuat di luar norma. Karena merasa tidak ada yang mengerti dan memantau.Â
Bila Pasal 13,44 dan 45 UUPS dilaksanakan dengan baik, maka diduga beberapa sumber permainan curang akan terhenti. Seperti proyek pengadaan  barang dan jasa dalam persampahan yang tidak sesuai peruntukannya atau tidak berasas manfaat. Artinya peluang untuk mempermainkan dana sampah alias korupsi tertutup.Â
Termasuk permainan dana tipping fee, biaya angkutan sampah, dana subsidi atau hibah bank sampah, pengadaan prasarana dan sarana persampahan serta permainan dana kompensasi warga terdampak TPA yang diduga pula banyak tidak sampai pada rakyat yang berhak tapi dipermainkan oleh oknum pejabat di daerah.
Dalam pelaksanaan Pasal 13,44 dan 45 UUPS, memang terjadi gesekan kepentingan. Kalau tidak dijalankan regulasi maka sampah tetap bermasalah dan berpotensi terjadi korupsi sepanjang masa. Sementara kalau dijalankan, pengelola sampah akan mendapat insentif (Pasal 21 UUPS). Hal ini semua dihindari oleh oknum pemda yang menangani sampah.Â