Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Apa PR Besar Presiden Jokowi dalam Bidang Pertanian?

17 Desember 2019   12:40 Diperbarui: 18 Desember 2019   11:28 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sampah dan Pertanian, managemen sapu lidi. Sumber: Dokpri.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia" (QS. Ar-Ra'd [13]: 11).

Pembuka opini dengan mengutip ayat Al-Quran di atas bisa dimaknai sebagai motivasi sekaligus peringatan dari Allah Swt kepada manusia ciptaannya. Sepenggal ayat tersebut yang menjadikan Korea Selatan sukses di segala bidang dengan cepat, khususnya bidang industri kosmetik berbasis pertanian organik. 

Ayat tersebut merupakan Taglin Korea Selatan (Korsel) menjadi awal kebangkitannya. Presiden Korsel Park Chung Hee terinspirasi dari ayat itu yang ada pada Kaligrafi Masjid Baiturrahman Banda Aceh Indonesia pada tahun 1970. Kaligrafi itu diberikan oleh pengurus masjid kepadanya dan dibawa negaranya. 

Kalau mereka orang-orang non muslim saja dapat mengubah hidup dengan sebuah ayat Al-Quran, lalu bagaimana dengan kita Indonesia yang mayoritas muslim ? Adakah Al-Quran sudah mengubah hidup kita menjadi lebih baik dan bermakna ? Mari bersilaturahim (kolaborasi) dengan win-win solusi, tanpa merugikan satu sama lainnya.

Kita, Indonesia dan Pertanian Organik.
Beberapa saran dan opini berfakta empiris yang telah terkirim dan tersampaikan ke publik, pula kepada Presiden Ir. Joko Widodo (Jokowi) dan terkhusus Menteri Pertanian Dr. Syahrul Yasin Limpo (SYL) sesaat setelah dilantik oleh Jokowi. 

Beberapa opini dan saran diantaranya adalah "Mentan SYL: Butuhkan Kerja Sama Bersinergi Lintas Kementerian"
dan "Subsidi Pupuk Organik Menjadi Peluang dan Ancaman Menteri Pertanian".

Pekerjaan Rumah (PR) besar menurut penulis karena menjadi kegagalan periode pertama Jokowi, bidang tersebut yang hampir pasti belum dilaksanakan dengan baik oleh mantan-mantan Menteri Pertanian sebelumnya yaitu produksi dan distribusi Subsidi Pupuk Organik di tingkat petani dan pembangunan demplot desa organik.

Kegagalan mantan Menteri Pertanian A. Amran Sulaiman yang sekaligus merupakan kegagalan Presiden Jokowi tersebut karena tidak mampu memenuhi target subsidi 1 juta ton/tahun selama pemerintahan Jokowi periode pertama. 

Janji Nawacita Satu harus selesai dan diakumulasi atau rapel pada Nawacita Dua. Memang berat bila berpikir dan bekerja parsial, tapi sangatlah mudah diselesaikan bila lakukan kolaborasi lintas kekuatan dan kemampuan anak bangsa.  

"Pertanian tergantung pada tanah, tanah hanya mampu stabil bila disentuh dengan sampah. Sampah yang bagaimana ?! Tidak akan selesai urusan tanah sebelum terlebih dahulu menyelesaikan masalah sampah sebagai pijakan berpikir dan bertindak" Asrul, Direktur Green Indonesia Foundation Jakarta.

Tapi jangan bersedih, karena masalah produksi atau pengadaan pupuk organik ini hampir semua menteri pertanian bisa dikatakan gagal memenuhi masing-masing targetnya. 

Karena stakeholder pertanian tidak pernah menyentuh sampah organik sebagai bahan baku utama dari pupuk dan pemupukan berbasis organik. Hanya mengandalkan kotoran hewan (kohe) yang tidak berbanding lurus dengan volume kohe dan luas lahan kebutuhan pertanian organik. 

Ahirnya petani dan penyuluh pertanian berasumsi bahwa pupuk organik tidak ada manfaatnya. Ya jelas tidak bermanfaat karena produksi pupuknya sendiri tidak berqualitas SNI pupuk organik dan juga volumenya tidak mencukupi. Sangat diduga diproduksi oleh perusahaan kontraktor pupuk organik yang bukan ahlinya atau tidak memiliki qualifikasi. 

Sementara pemakaian pupuk organik pada tanah yang sakit, itu harus diawali dengan pemakaian pupuk organik (kompos sampah organik) yang banyak dengan minimal 500 kg/ha. Itu perbedaan mendasar atas penggunaan pupuk kimia yang semakin hari/tahun pemakaiannya harus bertambah dari pemakaian tahun sebelumnya. 

Ewako Komandan SYL, Buktikan Nyalimu
Saatnya SYL membuktikan kemampuannya dalam memanage Kementerian Pertanian dan bersinergi kementerian leading sector lainnya seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian PUPR.

Kemampuan suplier subsidi pupuk organik saat ini hanya sekitar 300-350 ribu ton/tahun, sangat jauh tertinggal. Begitu pula pembangunan Demplot Desa Organik hanya mampu dibangun sekitar 150 desa dari 1000 desa menjadi target pada pemerintahan periode pertama (2014-2019) dan tambahan 1000 desa organik lagi pada periode kedua Jokowi (2019-2024). Ingat bahwa tidak ada artinya mekanisasi pertanian tanpa memperbaiki unsur hara tanah yang telah hancur dan dihancurkan oleh pupuk kimia yang berlebihan.

Kalau Presiden Jokowi dan khususnya Mentan SYL mau berhasil dalam tugas dan tanggung-jawabnya di bidang pertanian, maka hanya dua bidang pekerjaan itu yang harus difokuskan dalam lima tahun ke depan. Karena yang lain hampir semua sudah dilaksanakan atau ditorehkan oleh Dr. Andi Amran Sulaiman, hanya perlu disempurnakan saja oleh Mentan SYL.

Resiko atau ancaman besar bagi SYL bila tidak menutup atau membayar utang kegagalan itu, rakyat bisa kecewa dan marah besar bila program dan janji Nawacita itu tidak dibuktikan. Bisa stop atau reshufle dalam waktu dekat. 

Hanya persolan tersebut yang bisa mengangkat kinerja SYL bersama gerbong besarnya Partai NasDem yang mengantarnya duduk sebagai Menteri Pertanian. Tapi sebaliknya bisa menjadi peluang besar bila SYL mampu bayar hutang Jokowi pada rakyatnya.

SYL Harus Duet Erick Tohir 
Sebenarnya beruntunglah Mentan SYL dalam posisi sekarang sebagai Menteri Pertanian untuk menyelesaikan persoalan kegagalan produksi dan suplier subsidi pupuk organik. Karena bisa bergandeng tangan dengan Menteri BUMN Erick Tohir untuk menghadapi dan mengungkap permasalahan pupuk organik (baca: Cuci bersih mafia pupuk organik) di PT. Pupuk Indonesia (Holding) bersama ratusan sub kontraktornya yang ditugaskan dalam urusan subsidi pupuk organik ke seluruh Indonesia.

Menjadi catatan utama kepada Presiden Jokowi melalui Mentan SYL dan Menteri BUMN Erick Tohir bahwa mafia di bidang pertanian tidak kalah besar dengan mafia yang ada di BUMN lainnya seperti Pertamina, Garuda, Pelabuhan, BTN,  BRI, Perkebunan, Perumahan dll. Intinya 142 BUMN perlu di laundry habis. Indonesia hancur ditangan oknum anak bangsa sendiri yang menggrogoti uang rakyat dan negaranya. Bukan karena negara-negara lain, tapi karena korupsi oleh bangsa sendiri.

Nasib sebuah bangsa tidak ditentukan oleh bangsa lain, melainkan sangat tergantung pada kemampuan bangsa sendiri. Apakah Indonesia akan berjaya menjadi negara yang adil dan makmur di masa depan ? Indonesia akan menjadi bangsa yang bermartabat dan dihormati oleh bangsa lain ? Semuanya sangat tergantung kepada bangsa Indonesia, yaaa oleh kita semua.

Catatan akhir tahun 2019 adalah tidak akan selesai urusan Pupuk Organik dan Desa Organik sebelum terlebih dahulu menyelesaikan masalah sampah sebagai alas atau pijakan berpikir dan solusinya.

Jakarta, 17 Desember 2019

Keterangan YouTube: Asrul bicara sampah dan pupuk organik di depan Badan Ahli DPR-RI bersama lintas asosiasi (21/2/19), Gedung DPR-RI Senayan Jakarta. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun