Menjadi kewajiban pemerintah dan pemda dalam pembentukan bank sampah dan sekaligus harus melengkapi prasarana dan sarana sosialisasi dan edukasi di masyarakat serta pemerintah dan pemda menanggung segala biaya operasional yang timbul atas kegiatan dari pengelolaan bank sampah itu di setiap desa dan kelurahan.
Jadi tugas dan kewajiban pengelola bank sampah versi regulasi itu bukan semata dan utama sebagai pengelola usaha berbasis sampah yang berorientasi pada profit tapi lebih kepada kegiatan mewakili pemerintah dan pemda dalam mengidentifikasi penduduk atau jumlahdan jenis kawasan produsen sampah yang ada di wilayahnya.
Selanjutnya dari data yang diperoleh, pengelola bank sampah membuat mapping potensi sosialisasi dan edukasi serta melakukan pendampingan pelaksanaan program pengelolaan sampah di masyarakat dan kawasan.
Pada kegiatan tersebut akan tercipta pedoman pelaksanaan program pengelolaan sampah berupa master plan pengelolaan sampah desa atau kelurahan yang selanjutnya akan menjadi master plan pengelolaan sampah kabupaten dan kota.
Termasuk tugas lain dari bank sampah adalah mensinergikan program-program pemerintah dan pemda dengan perusahaan-perusahaan corporate sosial responsibility (CSR) dan perusahaan berkemasan extanded produsen responsibility (EPR) juga bermitra dengan perusahaan industri daur ulang, khususnya dalam rangka mendapat pengetahuan dan pelatihan pemilahan sampah sesuai jenis dan kebutuhan industri daur ulang, agar sampah yang dipilah dan dipilih oleh masyarakat anggota bank sampah  mempunyai manfaat dan nilai ekonomi.
Pemisahan Kelembagaan Pengelola Sampah.
Bank sampah dalam kegiatannya harus berbasis kelembagaan berbadan hukum yang sesuai perundangan yang berlaku (Pasal 8 Permen LH No.13 Tahun 2012), Permen LH ini harus diurai dalam Perda Pengelolaan Sampah provinsi, kabupaten dan kota, minimal diperjelas dalam bentuk Peraturan Bupati atau Walikota agar tidak membingungkan masyarakat dalam menjalankan roda kegiatan bank sampah. Baik secara sosial maupun kegiatan usaha atas efek ekonomi yang timbul.
Selama ini progres bank sampah pasca adopsi oleh pemerintah, nampak nyata tidak ada pemisahan kelembagaan sosial dan ekonomi dari bank sampah, sehingga banyak bank sampah mati suri karena kelembagaannya tidak jelas secara hukum.
Maka fasilitas atau jenis perbantuan dana lainnya kepada bank sampah dari pemerintah, pemda serta CSR berpontensi dipermainkan oleh oknum. Karena pemerintah dan pemda juga sepertinya membiarkan kondisi kelembagaan bank sampah di seluruh Indonesia carut marut yang tidak menentu eksistensinya.
Memang dalam fakta lapangan, ada bank sampah yang bertuan dan ada bank sampah yang tidak bertuan. Artinya ada bank sampah yang menikmati bantuan pemerintah dan CSR dan kebanyakan tidak mendapatkan apa-apa. Padahal seharusnya semua bank sampah harus difasilitasi oleh pemerintah dan pemda, sebagaimana yang termaktub dalam regulasi persampahan.
Seharusnya semua bank sampah yang berdiri dalam berkegiatan sosial ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah dan pemda termasuk prioritas mendapat bantuan dari CSR dan EPR. Pemerintah dan pemda harus mendorong dan memfasilitasi pendirian bank sampah. Baik dalam misi sosial maupun kegiatan atas efek ekonomi yang timbul atas pengelolaan sampah itu sendiri.