Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memanjat Hujan dalam Membenahi Sampah Indonesia

30 Agustus 2019   01:25 Diperbarui: 30 Agustus 2019   10:01 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilihan Tersulit

Sebenarnya awal kegiatan saya dipersampahan adalah mengelola langsung sampah, khususnya sampah organik. Kegiatan ini berlangsung cukup lama. Namun sekitar tahun 2014, kegiatan bisnis di persampahan ini saya stop. Karena situasi dan kondisi memaksa akibat tidak dijalankannya regulasi sampah dengan benar dan bertanggung jawab.

Membaca kondisi yang tidak kondusif dalam pelaksanaan regulasi persampahan oleh pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) serta permainan negatif yang banyak terjadi. Baik pada tataran pengambil kebijakan dan maupun pada pelaksanaan di lapangan. Maka tibalah pada sebuah keharusan memilih aktifitas keseharian.

Kenapa di stop ? semata karena demi keberadaan pada jalur independensi pada sebuah lembaga swadaya yang menyusul didirikan. Termasuk bisa dengan mudah memahami dan menciptakan solusi bila tidak berada pada sebuah kepentingan pribadi dan kelompok. Itu merupakan pilihan tersulit dan menantang dalam hidup.

Pilihan ini saya sadari sebelumnya sebagai pilihan tersulit. Karena sudah memprediksi akan mendapat resistensi atau penolakan dari oknum penguasa dan pengusaha yang memanfaatkan ketidak tahuan oleh berbagai pihak dalam pengelolaan sampah. Maka bisa dengan mudah oknum-oknum tersebut bermain curang dan menilep uang sampah, bila tidak ada yang menahan laju permainan yang diduga sangat kotor dan tidak bermartabat.

Dalam mengawal regulasi persampahan sejak 2015 sampai 2019, sangatlah ribet dan resistensinya sangatlah besar. Karena pengelolaan sampah ini memang sangatlah carut-marut. Kuat dugaan memang sengaja para oknum pemerintah pusat dan daerah sengaja tidak mau menghalankan regulasi persampahan yang ada.

Seharusnya pengelolaan sampah Indonesia tidaklah bermasalah bila UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah khususnya Pasal 13, 44 dan 45 dijalankan dengan konsisten. Pastilah Indonesia tidak mengalami darurat sampah.

Jadi Musuh Membela Plastik
Sangat berkesan membela sampah dan plastik termasuk membela sekaligus menolak program kantong plastik berbayar. Karena semua itu mengantar saya seperti jadi tumbal dan dijust sebagai orang vokal, tidak sopan, kasar dll istilahnya yang dilekatkan orang. Itu semua akibat bela sampah plastik dan kawal regulasi.. ?!

Padahal tidak punya industri plastik, tidak punya perusahaan plastik dan perusahaan jenis sampah lainnya, tidak punya bank sampah, tidak punya koperasi dll. Hanya ingin mengabdi dalam persampahan Indonesia. Agar Indonesia bisa bersih lingkungan dan bersih dari korupsi persampahan.

Ahirnya seperti  menjadi person terhukum. Tapi alhamdulillah masih bisa bertahan ditengah amuk mafia persaingan bisnis atau perang kepentingan dagang dan kepentingan lainnya saling berhimpitan satu sama lainnya di sektor persampahan Indonesia.

Seandainya para pengelola sampah, bank sampah dan industri plastik, asosiasi bersatu dan berani, semua akan bahagia. Tidak di obok-obok seperti yang banyak diberitakan. Padahal itu semua hanya untuk melindungi kantong plastik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun