Issu plastik yang muatan intinya adalah keinginan sebuah kelompok besar yang majemuk meminta pemerintah dan pemda melarang penggunaan kantong plastik. Sebenarnya pesan utama hanya untuk kantong plastik yang terlanjur ingin dibangun pertahanannya agar tidak runtuh. Sungguh ulet bertahan.
Namun kemudian agar strategi lebih halus maka dimunculkan skenario larangan baru berupa ps-foam yang dimulai dari Bandung, tapi ahirnya didiamkan juga karena salah melarang dan selanjutnya muncul lagi bersama sedotan plastik.
Jelas semua terbaca dengan kasat mata, agar bisa menyembunyikan fokusnya pada kantong plastik. Ingat bahwa asesoris ditubuh itu kadang tepat dan kadang pula salah pakai. Justru akan merusak penampilan si pemakai. Itulah fenomena kantong plastik. Ingat bahwa kejahatan tidak ada yang sempurna.
Istilah halusnya pelarangan kantong plastik ini adalah diet kantong plastik, padahal sesungguhnya adalah ingin menjual kantong plastik tanpa ada yang mengusiknya. Maka muncullah kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cq: Ditjen PSLB3 KLHK dengan bantuan pemikiran sederhana dari eksternal pemerintah.
Kekurangan kita adalah tidak cerdas bekerjasama untuk menciptakan ide yang membumi ditengah kekayaan sumber daya alam. Semua merasa pintar, padahal mereka sebenarnya sadar berbuat salah. Ahirnya hukum sosial berlaku.
Pada bulan Desember 2015, muncullah rencana dan persiapan Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang ditandai keluarnya Surat Edaran (SE) KPB pertama. Pada SE KPB pertama itu melibatkan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Selanjutnya bulan Pebruari 2016 muncul SE KPB kedua tanpa melibatkan lagi pemda, hanya mengirimi surat dari hasil pertemuan semu. Hanya berdasar pada sebuah kesepahaman oleh KLHK sebagai penerbit kebijakan dengan beberapa lembaga perlindungan konsumen dan juga asosiasi pengusaha retail alias toko modern yang menjadi ujung tombaknya.
SE KPB kedua inilah merupakan awal eksekusi KPB dengan alasan uji coba kantong plastik berbayar (KPB) dan beberapa bulan berjalan kena tzunami protes, maka berganti baju menjadi Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) dan sampai sekarang tahun 2019 tetap berjalan sebagai uji coba itu. Walau pernah beberapa retail stop dan dilanjutkan lagi per 1 Maret 2019. Aneh ya ????
Anehlah... Management of crisis, tiba masa tiba akal. Strateginya menjadi kalang kabut. Karena satu sisi terjadi pelarangan kantong plastik, tapi dilain sisi terjadi penjualan kantong plastik dengan atas nama mengurangi sampah. KLHK tetap membiarkan retail memungut atau memetik uang rakyat (Baca: Konsumen). Strategi mengurangi sampah yang keliru memaknai reduce (pengurangan), karena melarang penggunaan produk bukan sampah. Kebobrokan dalam berpolitik.
Tanpa sedikitpun merasa bersalah memungut uang kantong plastik itu. Malah ada anggapan penjualan kantong plastik tersebut merupakan bentuk perdagangan biasa (profit center). Benar-benar gila dan tidak waras. Anehnya banyak asosiasi dan lembaga swadaya no coment dan sepertinya membenarkan pungutan tersebut. Mungkin hanya penulis yang menentang keras kebijakan KPB-KPTG itu.
Resistensi terhadap KPB-KPTG terus bergulir yang seiring dimunculkannya varian-varian solusi sampah oleh pemerintah pusat yang dimotori oleh KLHK dan dibantu oleh pihak luar antara lain; muncul wacana PPn Daur Ulang, Aspal Mix Plastik, Cukai Plastik sampai kepada mendorong pemerintah daerah (pemda) mengeluarkan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik.