Terlebih menyalahkan kebijakan yang benar. Itu sama sekali tidak penulis lakukan. Kecuali menyalahkan yang salah karena memang salah. KLHK melakukan kebijakan sepihak yang bertentangan perundangan persampahan nasional. Sengaja selalu mencari celah demi menutup kebijakan KPB yang memang senyatanya bermasalah.
Kalau memang pemerintah pusat menganggap kebijakannya benar dan stratejik, kenapa tidak abaikan saja koreksi dan tegaslah lakukan saja kebijakannya yang dianggap benar itu. Undangkan saja, jangan ragu, tapi semua itu tidak dilakukan oleh pemerintah dan sepertinya ragu mendapat sorotan. Ada apa ?
Berarti memang salah kan ? Termasuk Aprindo, kalau merasa benar. Tegas saja menjual kantong plastik. Jangan ragu, suruh semua anggotanya menjual kantong plastik itu. Memang aneh, satu sisi melarang kantong plastik dan dilain sisi malah menjual kantong plastik. Mana nuranimu Anda ?
Apa lagi saya ini tidak punya kekuatan, hanya sebagai rakyat biasa yang tidak punya daya, kecuali ingin konsisten dan berkata benar. Hanya ingin mengoreksi yang salah dan memberi solusinya, agar rakyat Indonesia tidak dibohongi atau dibodohi oleh oknum-oknum penguasa dan pengusaha yang dzalim, atau yang ingin mempermaikan dana-dana sampah yang besar.
Begitu seriusnya, sampai saya menulis dan menerbitkan buku "Bank Sampah, Masalah dan Sosial" yang di launching oleh Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar pada bulan Pebruari 2019.
Selanjutnya buku tersebut sudah beberapa perguruan tinggi di Indonesia ikut membedah. Dimana saya sering mengatakan bahwa progres bank sampah di Indonesia, sangat keliru dan tidak pula mengikuti arah regulasi. Bank sampah versi regulasi cukup berkantor di Kantor Desa atau Kelurahan. Bisnis bank sampah dikelola oleh Primer Koperasi Bank Sampah (PKBS), PKBS ini didirikan secara mutual oleh bank sampah dalam satu wilayah kabupaten dan kota.
Sebagai rakyat Indonesia yang sedikit memahami masalah dan solusi persampahan Indonesia berpesan kepada stakeholder yang memplesetkan regulasi sampah. Ya sudahlah, ngaku sajalah atas kesalahan oknum elit pejabat pemerintahan atau kementerian di Kabinet Kerja Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.
Karena semua sudah terperangkap alias menyandera diri sendiri atas ulahnya ingin memonopoli pengelolaan sampah Indonesia dengan menyalahkan plastik untuk alasan penyelamatan bumi. Fakta oknum-oknum sudah menyandera dirinya dan tidak bisa lagi bicara secara normal, emosi yang membabi buta. Tanpa sadar sering berkata dan berucap tanpa kebenaran.
Dari pada nanti dipaksa oleh hukum. Saat ini sudah semakin terbuka "keberanian" akan permainan kotor itu. Maka logikanya, pihak berwenang akan semakin meneropong dan sudah mendekat disekitar Anda semuanya. Banyak program-program lintas menteri hal solusi sampah plastik, tapi hanya dibungkus pencitraan saja.
Sangat diyakini bahwa oknum penguasa dan pengusaha berada pada kondisi terjadi buah simalakama. Segeralah sadar untuk kembali ke jalan yang benar. Karena semakin bertahan, maka akan lebih menyulitkan gerak langkahnya.
Penulis berusaha selalu berpegang teguh pada prinsip dan ketegasan sikap dalam mengkritik. Berusaha pula setiap koreksi disertai solusi. Belum ada koreksi ke stakeholder sampah yang diberikan tanpa solusi. Namun semua solusi bijak berbasis regulasi nampak diabaikan oleh pemerintah pusat dan daerah.