Terinspirasi dari perjalanan panjang dalam memantau, advokasi, menginisiasi perusahaan, dunia pendidikan, masyarakat umum, pengelola kawasan sumber timbulan sampah serta pengalaman sendiri beberapa tahun sebelumnya dalam mengaplikasi teknologi dan tata kelola sampah di Indonesia. Sesungguhnya regulasi persampahan Indonesia sudah idel namun berat teraplikasi karena terjadi disharmonisasi lintas sektor dalam menyikapi regulasi sampah.Â
Green Indonesia Foundation (GIF) merasa risau dengan kondisi tersebut, sedikit memberi masukan pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda), lebih khusus menghadapi pertemuan "Expert pada National Plastic Action Parnertship" oleh Deputi IV Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman RI (Menkomaritim) pada tanggal 11 Maret 2019 di Hotel Shangri La Jakarta. GIF termasuk salah satu lembaga yang diundang pada pertemuan tersebut.Â
- Banyak perusahaan plastik tidak memiliki izin resmi, baik kelembagaan perusahaan maupun izin dalam produksi tentu akan berefek pada kondisi alam terhadap limbah atau sampah yang jatuh atau dibuang pada muka tanah dan perputaran bisnis tidak terkendali baik oleh pemerintah dan pemda.
- Banyak perusahaan atau industri plastik tidak masuk dalam asosiasi manapun atau tidak menjadi anggota asosiasi yang resmi. Penekanan "resmi" disini karena beberapa asosiasi muncul bagaikan jamur di musim hujan. Kecuali industri-industri mereka hanya membentuk kelompok sendiri di lokal dan regional di daerahnya masing-masing. Ahirnya peran asosiasi yang resmi tersebut lemah pada pemerintah khususnya dalam penyiapan data akurat. Termasuk asosiasi lemah dalam data tenaga kerja yang menjadi acuan pemerintah secara nasional.Â
- Akibat point 1 dan 2, maka keakuratan data produksi dan sirkulasinya produk berbahan baku dalam negeri dan impor oleh pemerintah sangat lemah atau tidak valid dari masa ke masa. Karena tidak mendapat dukungan dari mitra asosiasinya.Â
- Dalam memaksimalkan kerja asosiasi, pemerintah perlu memberi penguatan pada asosiasi yang memang benar-benar profesional dalam menjalankan misi asosiasi secara berdaya guna dan profesional. Sehingga asosiasi bisa memberi efek dan kontribusi positif pada anggota, pemerintah sebagai mitra sejajar dan masyarakat secara umum dalam pengendalian serta pengelolaan sampah secara umum.Â
- Kunci keberhasilan pengelolaan sampah - waste management - terletak pada penguatan kelembagaan dari semua sektor. Termasuk yang utama adalah penguatan kelembagaan pada keberadaan bank sampah sebagai perekayasa sosial (social engineering) dan perekayasa bisnis atau sebagai pelopor usaha star up atau pioner UKM dan Koperasi berbasis sampah.
- Harapan pada Pemerintah dan Kadin Indonesia agar turut serta disiplinkan asosiasi. Diduga banyak pengurus asosiasi atau lembaga lainnya memanfaatkan kelembagaannya sebagai power perusahaan dalam mengejar pekerjaan atau membackup perusahaan yang tidak berizin dalam mengelola sampah.
Kondisi tersebut diatas menjadikan pengelolaan sampah tidak terkendali dengan baik. Sehingga terjadilah polemik berkepanjangan ini. Seakan tidak ada jalan keluar yang idel bisa memberi arah positif pada pencapaian target-target pengelolaan oleh pemerintah dan stakeholder lainnya.Â
Pada sisi lainnya pula, GIF selaku lembaga swadaya membenarkan juga pemerintah dan pemda bila melakukan tindakan atau kebijakan spektakuker dalam mendisiplinkan perusahaan dan masyarakatnya sebagai konsumen agar tidak terlena, baik dalam memproduksi maupun dalam pemanfaatan produk dari hasil industri yang berujung pada terjadinya sampah.Â
Baik berbahan baku dari daur ulang maupun berbahan baku original, karena semuanya sama berujung terjadinya sampah bila tidak dikendalikan sejak dari hulu sampai pada hilirnya. Bukan memanfaatkan asosiasi sebagai power perusahaannya dalam mengejar pekerjaan atau membackup perusahaan yang tidak berizin.Â
TheSunanHotel, Solo (7/3/19)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H