Mataram, NTB (27/2/19) - Plastik ramah lingkungan menjadi issu menarik dan bahkan menjadi issu bulan-bulan yang sangat sexi pada lintas kementerian sampai ke daerah-daerah dan juga menjadi berita dan diskusi hangat berkepanjangan dan menyesatkan. .
Termasuk mendengar sendiri penjelasan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah pada pembukaan Temu Pengusaha Daur Ulang dan Jaringan Bank Sampah NTB di Hotel Santika Mataram.
Juga dalam diskusi solusi sampah NTB di ruang kerja Ibu Sitti Rohmi pada hari yang sama (26/2), selain penulis, turut hadir Ketum ADUPI Christine Halim, Kadis LHK Madani dan M. Syawal Pengelola dan Pembina Bank Sampah Mataram. Selanjutnya Wagub NTB dengan tegas mengatakan bahwa tidak akan mengeluarkan kebijakan melarang penggunaan plastik di wilayahnya.Â
Terjadi perdebatan tanpa akhir karena para pihak berbeda pandang dalam menyikapi arti atau makna ramah lingkungan itu sendiri, walau sesungguhnya tidak perlu diperdebatkan. Tapi disadari pula bahwa itulah seni dan romantika kehidupan, tidak seru bila tidak menjadi bahan diskusi dan debat, karena pada momentum ini, bisa menjadi tolak ukur dari kecerdasan dan kesabaran.
Namun sebaliknya bisa pula menjemukan bila masing-masing pihak mempertahankan egoisme dan kuasanya. Namun hal ini Wagub NTB tidak banyak berdebat setelah menerima penjelasan yang runtun dari Adupi dan GIF. NTB akan membebaskan kembali penggunaan kantong plastik, PS-Foam dan Sedotan Plastik di 10 wilayah kabupaten dan kota di NTB.
Sebenarnya wajar-wajar saja bila terjadi saling-silang dalam mengartikan makna ramah lingkungan. Ada yang mengartikan secara linear dengan menghubungkan langsung kepada plastik yang bisa terurai secara alami bila tersentuh atau dibuang ke tanah, tapi kontra lagi bila plastik berhubungan dengan air.
Ada pula yang bisa berpikir paradox. Tentu tidak akan terurai alami. Maka sangat jelas tidak ada sampah plastik yang bisa terurai secara alami dalam waktu singkat, kecuali dengan mengelolanya dan itu pasti sampah plastik dapat terurai dalam waktu cepat bila menggunakan akal serta berpedoman pada regulasi.
Asrul: Sampah Plastik bila berdiri sendiri atau mengabaikan regulasi pastilah tidak ramah lingkungan. Namun bila di"alas"i dengan regulasi persampahan, maka sampah plastik menjadi ramah lingkungan.... mari berpikir.
Ada yang mengklaim jenis plastik tertentu mampu terurai oleh tanah dan air atau air laut, tapi para ahli mengatakan bahwa jenis plastik yang terurai di air tersebut tetap meninggalkan jejak mikroplastik.
Di lain sisi pula dalam regulasi, pemahaman tentang plastik yang harus dipakai, dipersyaratkan bisa terurai oleh alam atau natural, itu tertulis di dalam regulasi persampahan. Hal ini memperkuat kelompok yang berpendapat linear dan memanfaatkan issu plastik tersebut. Tapi bila ditelaah lebih jauh, tetap tidak bisa terurai.
Sementara bila berdasar secara umum atau berdasar regulasi, sesungguhnya sampah harus dikelola di sumber timbulannya sesuai Pasal 13 dan Pasal 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah - (UUPS). Berarti sampah jenis apapun bila dikelola dengan baik, semuanya akan ramah lingkungan dan justru bernilai ekonomi, termasuk sampah plastik yang dirisaukan oleh beberapa pihak yang konon "terpelajar" dan "publik figur" sehingga bisa memengaruhi masyarakat menengah ke bawah yang juga ikut tidak memoergunakan akal pikirannya.