Denpasar (10/1) - Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Bali telah menyelenggarakan Rapat Pembahasan Rencana Implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 97 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai di Ruang Rapat Sekda Provinsi Bali  (10/1)
Dalam rapat yang di buka oleh Pj. Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Drh. Luh Ayu Aryani, MP mewakili Gubernur Bali. Dihadiri lintas sektor antara lain, Kadinda Provinsi Bali, APRINDO, ADUPI, SYSTEMIQ, Bye Bye Plastic Bag, Trashero, APINDO Bali, HIPMI Bali, Kelompok Ahli Pembangunan Provinsi Bali Bidang Sandang, Pangan dan Papan, Kelompok Kerja Gubernur Bidang Persampahan serta para SKPD Pemprov. Bali.
Kadis LH Provinsi Bali lebih jauh mengatakan bahwa pada prinsipnya Pergub. No. 97 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai  ini sudah disetujui dan diteken oleh Mendagri, sekaligus menjawab pertanyaan penulis yang hadir mewakili Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI). Tapi pergub tersebut baru akan disosialisasikab selama 6 bulan ke depan, tambah Kadis Pj. Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Drh. Luh Ayu Aryani, MP.Â
Termasuk Dinas LH Pemprov. Bali menyatakan bahwa sampai Pergub 97 Tahun 2018 disetujui, belum memiliki data industri, distributor ataupun data jumlah plastik yang masuk ke Provinsi Bali.
Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) yang diwakili Asrul Hoesein, telah menyampaikan bahwa Perda No. 5 Tahun 2008 perlu di revisi terlebih dahulu sebelum menerbitkan kebijakan turunan atas peraturan persampahan, sebagaimana terbitnya Pergub. No. 97 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali PakaiÂ
Kebijakan Gubernur Bali ini akan menyulitkan pihak penjual untuk memenuhi kewajibannya atas perintah KUH Perdata Pasal 612. Maksud pasal ini adalah, pembeli dijamin haknya untuk memperoleh "kantong belanja". Janganlah dengan dasar penyelamatan lingkungan atau bumi sehingga mengabaikan kepentingan yang lebih besar, serta melupakan regulasi atau kebijakan yang melabrak regulasi persampahan yang ada. Tambah Asrul.
Kantong belanja merupakan kewajiban pedagang (Ritel dll) untuk melayani konsumen dengan "Keharusan" menyerahkan barang dagangannya kepada pembeli dengan nyata. Berlaku aturan mengenai kewajiban membeli suatu barang, in casu kantong plastik, yang merupakan barang yang menjadi kewajiban bagi seorang penjual untuk membungkus barang dagangannya agar dapat dibawa untuk dinikmati oleh seorang pembeli. Sebab kantong plastik diketahui sebagai alat dari pihak penjual yang disediakan secara gratis yang muncul dari pola hubungan hukum jual-beli, bukan bersumber dari pihak pembeli. Sehingga bertentangan dengan Pasal 612 KUH Perdata.
Pemerintah Provinsi Bali, dalam menjalankan amanat UU. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, seharusnya bukan membuat kebijakan "Melarang Penggunaan Produk" atau melarang Kantong Plastik, PS-Foam dan Sedotan Plastik, tapi melakukan dan/atau membuat kebijakan "Pengurangan dan Pengelolaan Sampah sisa dari produk yang tidak terpakai" dengan cara menerbitkan Pergub dengan substansi penekanan pelaksanaan regulasi untuk dijalankan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota se Provinsi Bali.
Pemerintah dan pemda janganlah membuat kebijakan yang bisa merugikan rakyat (baca: konsumen) dan menghambat pertumbuhan Industri. Kekeliruan besar dan jelas berefek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H