Jakarta (31/12) Dalam sebuah diskusi tata kelola sampah Indonesia atau Waste Management, PS-Foam dan Mikroplastik, penulis yang juga Direktur Green Indonesia Foundation bersama Christine Halim, Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) dan Prof. Dr. Akbar Tahir, PhD selaku anggota penyusun rencana aksi nasional Penanganan Sampah Plastik Laut (PSPL), juga sebagai Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar di Boncafe Surabaya (29/12).
Menurut Prof. Akbar bahwa tidak ada yang salah dengan plastik. Plastik merupakan keajaiban yang ditemukan manusia.
Aplikasi plastik sangat luas dan menguntungkan manusia. Aplikasi plastik mulai dari aksesoris, baju, sepatu, sandal, peralatan rumah tangga, alat-alat konstruksi bangunan, auto-mobile, kesehatan, food and beverage. dst.. dstnya.
"Yang salah itu kita, manusia, yang tidak mengelola limbah atau sampah plastik kita. Pemerintah kita juga belum menyiapkan prasarana pengelolaan sampah yang memadai," tambah Prof. Akbar, yang juga sebagai ahli mikroplastik dan penemu mikroplastik pada garam.
Solusi Prematur Pemerintah.
Sesungguhnya semua peraturan walikota yang telah dan akan diterbitkan oleh pemerintah provinsi dan kota (pemkot) di Indonesia tentang pengurangan atau larangan penggunaan kantong plastik wajib hukumnya ditolak.
Sebab, tidak benar dan keliru bila kita berdasar regulasi sampah. Dan juga menurut makna bahasa dan faktor ketersediaan pengganti kantong plastik konvensional belum ada.
Masyarakat tidak perlu menolak langsung, hanya perlu mendukung penolakan dengan meminta pemenuhan haknya dalam berbelanja kebutuhannya di toko modern agar tetap disiapkan kantong belanja.
Jadi, seharusnya industri dan toko modern yang harus proaktif menolak kebijakan pemerintah dan pemkot itu.
Termasuk pada judul perwali, tidak sinkronisasi dengan substansi pasal demi pasal. Kontraproduktif antara judul dan isi dari perwali tersebut.
Dalam perwali meminta atau memerintahkan toko modern yang berbentuk minimarket, supermarket, Departemen Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan atau grosir untuk tidak memakai kantong plastik sekali pakai atau mengganti dengan kantong plastik ramah lingkungan.
Lebih fatal lagi bila kebijakan ini nantinya merambah pasar tradisional yang umumnya mempergunakan kantong plastik konvensional, bisa tambah kacau.
Pemerintah dan Pemda sepertinya tidak memikirkan dampak negatif dari kebijakan tersebut, hanya berdasar pada satu sudut pandang yang sangat sempit.
Sementara, kantong plastik yang dipergunakan oleh toko modern tersebut hampir pasti tidak hanya sekali pakai, tapi minimal dua kali pakai. Banyak kemasan plastik yang dipergunakan hanya satu kali, seperti kemasan plastik makanan dan minuman serta ikan segar di pasar tradisional dan pasar modern.
Begitupun tidak ada kantong plastik ramah lingkungan di Indonesia saat ini yang di produksi massal dan murah.
Makna dan versi subyektif pemerintah dan pemda yang memaksakan pengertian ramah lingkungan dari satu sudut pandang saja.
Perlu diketahui bahwa semua plastik mengandung mikroplastik, tidak terkecuali jenis plastik oxo maupun konvensional.
Sesungguhnya Pemerintah dan Pemda harus tahu kondisi ini sebelum mengeluarkan kebijakan. Karena terjadi "pengabaian" fakta, maka diduga keras ada kepentingan besar terselip dalam kebijakan yang dipaksakan.
Tidak ada plastik yang bisa terurai langsung secara alami di tanah dan air. Kecuali memaknai ramah lingkungan secara obyektif dan komprehensif melalui program atau gerakan 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle) atau dengan menegakkan UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah beserta semua regulasi turunannya secara vertikal maupun horizontal, pasti plastik itu dapat terurai dengan baik dan bermanfaat.
Pasalnya, memang plastik jenis apapun itu tidak ada didesain untuk bersentuhan dengan tanah dan air darat atau air laut.
Kebablasan dalam Kebijakan
Sebaiknya seluruh toko modern atau ritel baik anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) atau nonanggota APRINDO dan APPBI di seluruh Indonesia dengan dukungan Industri kantong plastik dan industri daur ulang plastik serta pemulung agar menolak kebijakan Perwali Larangan Kantong Plastik Sekali Pakai. Karena:
- Menjadi kewajiban toko modern atau ritel dalam melayani pembelinya harus dengan penyerahan barang jualan secara lengkap bersama kantong belanja, dasarnya dari KUH Perdata serta merupakan service pada pembeli (UU. Perlindungan Konsumen).
- Kantong plastik yang dipergunakan pada toko modern atau ritel itu tidak ada sekali pakai, mininal dua kali pakai. Berarti perwali-perwali tersebut cacad demi hukum.
- Toko modern atau ritel tidak mampu mendapatkan kantong plastik ramah lingkungan, semua plastik kemasan yang di produksi serta dipasarkan oleh industri daur ulang semuanya mengandung mikroplastik. Tidak ada yang tergolong ramah lingkungan versi oknum penguasa.
- Kantong kertas justru menguras lingkungan alias tidak ramah pada hutan atau lingkungan dan mahal. Jadi sangat tidak mungkin ritel menggunakannya secara massal untuk melayani konsumen sebagai pemenuhan kewajibannya yang sekaligus menjadi service pelanggan.
- Tidak ada alternatif lain untuk kantong yang murah dan massal selain kantong plastik konvensional. Selain itu volume sampah kantong plastik lebih sedikit dibanding jenis produk kemasan plastik lainnya yang berahir menjadi sampah. Kenapa hanya kantong plastik yang disorot tajam oleh sebuah kebijakan.
- Kantong plastik konvensional justru ramah lingkungan - basis regulasi melalui gerakan 3R dengan bank sampah, artinya plastik dapat di daur ulang, itulah pengertian ramah lingkungan yang obyektif serta win-win solusi. Karena tidak berpengaruh buruk terhadap investasi, kinerja industri serta tenaga kerja tetap terjaga dan potensi membuka lapangan kerja baru berbasis sampah.
Bila pemerintah dan pemda tetap bersikeras untuk melaksakan keinginannya yang sepihak ini, seharusnya terlebih dahulu menyiapkan pengganti plastik konvensional dengan kantong plastik ramah lingkungan sebelum memberlakukan perwalinya.
Karena bila tidak ada pengganti, jelas merupakan pelanggaran besar. Maka juga dapat dipastikan bahwa kebijakan larangan pemakaian kantong plastik itu hanya "pembohongan dan pembodohan publik"Â semata.
Termasuk bila toko modern atau ritel tetap melaksanakan perintah perwali tersebut, selain melanggar hukum praktek jual-beli pada Pasal 612 dan Pasal 1320 KUH Perdata, juga diduga keras terjadi perselingkuhan antara oknum birokrasi dan pengusaha atau industri terkait demi tercapainya target monopoli produk tertentu yang diklaim sebagai ramah lingkungan.
Pertanyaannya adalah, di mana sekarang Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Kementerian Perdagangan dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)? Kenapa diam dan tidak bersuara serta bertindak dalam "menegakkan kebenaran" atau membela hak-hak konsumen?
BPKN dan YLKI dalam eksistensinya yang tentu harus membela konsumen dalam batasan regulasi yang ada.
Janganlah dibiarkan masalah ini berlarut-larut seakan terjadi pembiaran, sehingga ujungnya akan menuai bencana lebih besar dan merugikan konsumen serta industri yang pada gilirannya akan merusak tatanan ekonomi atau kestabilan dalam sosial, budaya, politik, ekonomi dan pertahanan keamanan nasional.
Bagaimana pendapat Anda ?
#GIF
- Pemerintah Keliru Melarang Penggunaan Kantong Plastik.
- Skenario Pemerintah Melarang Kantong Plastik.
- Indonesia Unik Sikapi Sampah Plastik.
- Intip Kegagalan Pemerintah Dalam Urusan Sampah Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H