Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Indonesia Unik Sikapi Sampah Plastik

23 Desember 2018   03:25 Diperbarui: 23 Desember 2018   08:17 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Christine Halim, Ketua Umum ADUPI. Sumber: Pribadi

Jogja (22/12/18). Tidak ada plastik yang ramah lingkungan bila bersentuhan dengan tanah dan air, semua mengandung dan menyisakan mikroplastik. Namun sebaliknya, semua plastik akan menjadi ramah lingkungan bila dikelola dengan baik sesuai regulasi. 

Indonesia Unik, demikian Christine Halim Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) dalam sebuah talkshow "Semangat Pagi Indonesia" TVRI Jakarta (6/12). 

Sebenarnya selain unik, juga aneh bin ajaib, karena bukan "sampah" yang jadi topik solusi. Tapi "produk" yang belum menjadi sampah jadi sasaran solusi pintas tanpa logika berpikir yang pro rakyat dan mis regulasi persampahan oleh oknum penguasa yang didukung oleh pengusaha dan beberapa lembaga swadaya yang mengklaim produknya berkualitas ramah lingkungan.

Sesungguhnya bukan "isu sampah plastik" yang menjadi populer, tapi "Isu plastik" dan bergeser lagi pada fokus "isu kantong plastik dan sedotan plastik" yang semakin massif kampanyenya dan sudah semakin besar dan mengglobal dan bahkan pemerintah lebih beraninya memanfaatkan publik figur yang tidak paham masalah sampah plastik melakukan kampanye larangan menggunakan kantong plastik dan sedotan plastik.

Kampanye dan kebijakan "pelarangan" penggunaan kantong plastik yang melibatkan lintas menteri dan bahkan menjalar ke walikota-walikota yang sepertinya diduga mendapat komando untuk mengeluarkan peraturan walikota (perwali) tentang larangan penggunaan kantong plastik. 

Sungguh sangat massif dan diduga terjadi dorongan dari pemerintah pusat agar para walikota mengeluarkan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik di wilayahnya. Agar nantinya, mungkin dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk memberlakukannya larangan penggunaan kantong plastik secara nasional. Sekaligus meloloskan produk tertentu untuk menjadi pengganti kantong plastik konvensional.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta lebih heboh lagi, karena akan melarang warganya menggunakan kantong plastik sekali pakai. Penyedia akan dikenakan denda berkisar dari lima juta hingga 25 juta rupiah. Padahal sesungguhnya kantong plastik itu tidak sekali pakai, tapi minimal dua kali pemakaian.

Denda tersebut ditujukan kepada toko atau pusat perbelanjaan yang kedapatan masih menggunakan kantong plastik sebagai wadah untuk menampung barang belanjaan dan sebagai solusinya bakal diganti dengan kantong ramah lingkungan.

Pertanyaannya adalah, ramah lingkungan yang bagaimana ? Karena menurut para ahli mikroplastik kepada penulis bahwa semua plastik dan/atau kantong plastik dengan jenis apapun yang beredar di pasaran semuanya mengandung mikroplastik alias tidak ramah lingkungan.

Malah justru bukan kantong plastik yang berbahaya karena jumlahnya lebih sedikit dibanding kemasan-kemasan barang lainnya, seperti mie instan, kemasan sampho dll. Maka pemerintah dan pemda seharusnya tidak melarang penggunaan kemasan plastik, karena kebijakan tersebut dapat mematikan industri daur ulang plastik yang dapat berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), gejolak sosial dll.

Tapi mengelolanya dengan baik sesuai amanat regulasi pada Pasal 13 dan Pasal 45 pada UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Berdasar pernyataan ini berarti tidak ada kantong plastik yang ramah lingkungan atau ramah lingkungan versi pemerintah sendiri.

Membaca berita online di Penyedia Kantong Plastik Bakal Didenda Rp.25 Juta yang beredar bahwa "Aturan yang melarang penggunaan kresek ini sebetulnya sudah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 Pasal 125," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Isnawa Adji, Jumat (21/12).

Bila berdasar pernyataan Isnawa Adji diatas atau bila dibenturkan Pasal 125 Perda No. 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Jakarta dengan pernyataannya sendiri. Maka pertanyaannya adalah "Sanksi apa yang harus diberikan" pada Pemprov. DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan para pihak yang terlibat seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada penerbitan Surat Edaran Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) No. S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar, yang diberlakukan sejak tanggal 21 Februari 2016 yang jelas-jelas "MENYURUH" Toko Ritel, Mall, Pasar Modern menjual Kantong Plastik.

Kebijakan larangan kantong plastik ini yang berbentuk Peraturan Gubernur dan Peraturan Walikota kontra produktif dengan kebijakan yang lebih tinggi seperti Surat Edaran Dirjen PSLB3 KLHK atau regulasi persampahan yaitu UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah termasuk UU. Perlindungan Konsumen dan terlebih akan berpotensi melabrak KUH Perdata yang mewajibkan penjual menyerahkan dengan utuh barang dagangannya kepada pembeli secara lengkap.

Guna menyempurnakan serah terima barang yang dibeli darinya maka seluruh barang belanjaan dibungkus dengan kantong plastik atau jenis lainnya. Setelah dibungkus, sempurnalah jual-beli secara ritel tersebut sebagaimana diamanatkan oleh KUH Perdata agar selanjutnya dapat dinikmati oleh si pembeli.

Tidak terbayangkan jika penyempurnaan jual-beli tersebut ditiadakan atau disyaratkan dengan membeli yang tentunya menjadi beban lagi bagi pihak si pembeli. Tidak seluruh pembeli yang bertransaksi ditoko ritel menyiapkan bungkusan sendiri sendiri, dengan demikian aturan ini tentu menjadi parsial sifatnya dan tidak lagi universal seperti yang dikehendaki oleh KUH Perdata.

Kepada Gubernur DKI Jakarta dan walikota-walikota yang sudah mengeluarkan peraturan tersebut untuk menarik kembali kebijakan "Larangan Penggunaan Kantong Plastik" yang telah dikeluarkannya, dengan mengganti kebijakannya pada substansi atau fokus untuk dorong pengelolaan sampah di kawasan timbulannya sesuai petisi tersebut ini Terbitkan Pergub/Perwali Pengelolaan Sampah Kawasan. 

Dari pada menimbulkan resistensi dan merusak kelangsungan industri daur ulang plastik. Karena bisa saja berdampak pada tindakan atau masuk kategori korupsi bila selalu dan tidak henti-hentinya bermanuver dalam memunculkan solusi "pembenaran" yang merupakan tindakan yang tentu merugikan negara serta mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, serta meningkatnya ketimpangan pendapatan dan pemutusan hubungan kerja karena kebijakan yang keliru. Bahkan juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat yang berkepanjangan.

Green Indonesia Foundation

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun