Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sampah Plastik, Indonesia vs Luar Negeri

22 November 2018   02:47 Diperbarui: 22 November 2018   04:06 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya Indonesia, tidaklah bijak mengadopsi apa yang dilakukan pemerintah negara-negara lain (luar negeri) yang melarang atau membatasi pemakaian kantong plastik atau produk-produk plastik atau kemasan lainnya yang sejenis dianggap berbahaya bagi lingkungan atau laut dan kesehatan. Apalagi tanpa mempertimbangkan kepentingan lainnya, seperti pada pengaruh negatif terhadap investasi industri, tenaga kerja dan sektor lainnya.

Karena:

  1. Pemerintah luar negeri juga keliru melarang pemakaian produk plastik dalam menanggulangi sampah. Artinya jangan perang atau larang pemakaian produk tapi sampahnya (sisa produk) yang diatasi.
  2. Karakteristik sampah luar negeri berbeda jauh dengan karakteristik sampah Indonesia. Termasuk sangat berbeda pola konsumsi rakyat Indonesia dan luar negeri.
  3. Hal paling urgen diketahui adalah luar negeri tidak memiliki regulasi persampahan sekelas regulasi sampah Indonesia dan regulasi penunjang lainnya yang begitu lengkap dalam mengatasi sampah secara komprehensif.
  4. Kalau sekiranya regulasi sampah UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) itu tidak ada, khususnya pada Pasal 13 dan Pasal 45 UUPS tsb, maka bisa saja diterima akal sehat dalam menerapkan larangan penggunaan produk untuk atasi sampah. Maka walikota yang sudah dan/atau akan mengeluarkan Peraturan Walikota Tentang Larangan Penggunaan Kantong Plastik harus ditinjau ulang dan kembali berpikir pada solusi yang komprehensif dalam mengatasi sampah.
  5. Larangan Penggunaan Kantong Plastik di Ritel ini, kalau pula Hak Pembeli tidak dijamin dalam Pasal-pasal dalam KUH Perdata khususnya pada Pasal 612 dan Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan objek perikatan jual-beli haruslah berupa kausa (sebab, isi) yang halal. Kantong plastik tidak dapat dipungkiri merupakan suatu benda yang muncul dalam setiap transaksi jual-beli dari pihak pengusaha (ritel) selaku si penjual dan kepada si pembeli barang.
  6. Bila pemerintah atau pemerintah daerah (pemda) khususnya walikota tetap mengeluarkan Perwali atau Peraturan Daerah atas Larangan Penggunaan Kantong  (plastik) tanpa pengganti kemasan lain, maka walikota melanggar atau memerintahkan ritel melanggar (atau ikut bersama-sama) melanggar dalam memenuhi kewajibannya menggunakan kantong plastik tanpa pengganti kemasan di luar kantong plastik itu berati melanggar KUH Perdata tersebut pada point 5 (lima) diatas.
  7. Berapa kerugian yang timbul bila larangan kantong plastik ini dilaksanakan. Antara lain akan terjadi kerugian pada operasional dan investasi industri, tenaga kerja, pemulung, pengelola bank sampah dll dan termasuk akan stag usaha yg menjadi pendukung dari semua kegiatan usaha itu, seperti usaha katering, transportasi dll. Yang pula semua keberadaan usaha mereka-mereka ini juga dijamin oleh pemerintah atau undang-undang karena mereka punya izin dan dasar dalam kegiatan produksinya.
  8. Bukankah pemerintah yang melabrakkan aturan atau kebijakan yang dibuatnya sendiri ? Dimana akal dan nurani ini berada ?

Kesimpulan:

  1. Tidak semua yang sumbernya dari luar negeri itu bagus diadopsi bagi Indonesia. Indonesia bisa jaya dan hidup tanpa luar negeri, tapi luar negeri tidak bisa hidup tanpa Indonesia.
  2. Kenapa kita Indonesia tidak berpikir untuk menjadi "contoh atau teladan" bagi luar negeri dalam mengatasi sampah ?
  3. Kami mengoreksi semua tindakan oknum birokrasi yang subyektif selama ini tentang penanganan sampah, khususnya sampah plastik. Bukan kami asbun saja. Tapi kami punya solusi "waste manajemen" komprehensif alias win-win solusi. Solusi yang bukan berdasar kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Solusi itu bisa diuji pada semua komponen (lintas kepentingan atau lintas menteri) dan termasuk perguruan tinggi. Mari duduk dengan tenang, berpikir yg jernih tanpa berbasis fulus untuk menemukenali sampah dan solusinya.
  4. Hentikanlah kampanye larangan penggunaan kantong dan sedotan plastik. Anda diduga gagal paham dalam membaca regulasi. Kampanye yang Anda lakukan itu sesat jalan dan membohongi publik dalam solusi sampah. Anda sebagai orang "terpelajar" atau "public figur" kembali baca regulasi sampah dan regulasi pendukung lainnya.
  5. Tidak jenuhkah terus berada pada pertentangan atau kampanye semu yang tidak ada ujung pangkalnya, sepertinya kita di Indonesia ini kumpulan anak sekolah TK yang baru belajar membaca. Subahanallah.

Pesan khusus kepada sahabat-sahabat pemerhati sampah di seluruh Indonesia, untuk menghentikan dukungan semunya pada oknum pemerintah dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. 

Ingat Tuhan YMK tidak pernah salah membagi rezekinya. Katakan benar atau salah, jangan takut untuk tidak mendapatkan job atau rezeki karena Anda berani berkata benar. Katakan tidak bila Anda hendak mengatakan tidak. Itulah yang bijak dan berbasis iman dan taqwa. Hentikan menyandera diri sendiri. Anda itu tidak bisa bicara alias bungkam karena Anda membela atau mendukung kesalahan.

Bagaimana pendapat Anda ?

Jakarta, 22 November 2018

Asrul Hoesein (Green Indonesia Foundation)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun