Tentunya sampah ini pula harus dikelola sebagaimana proses pengelolaan dari awal produk itu, yang juga memiliki kebijakan tersendiri dalam menyambut kebijakan industrinya. Bila ada yang salah di lapangan, misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau kesehatan.
Maka sangat mudah mendeteksi dimana titik masalahnya untuk mendapatkan solusi. Bukan dengan cara memutarbalikkan fakta dengan menolak keniscayaan dalam era milenial. Era dimana konsumen menjadi manja, butuh pelayanan yang serba cepat, berkualitas dan murah.
Seluruh rangkaian produk, distribusi dan sampah, itu semuanya akan terjadi penyerapan tenaga kerja. Baik tenaga kerja yang sudah ada, maupun tenaga kerja yang akan terserap memenuhi lapangan kerja baru dari sektor sampah yang akan tercipta atas karya kreatifitas positif dari pengelolanya.
Jadi jangan salahkan produknya, janganlah dilarang menggunakan produk. Mengantisipasi sampah, bukan sumber produknya yang dimusuhi, ini perbuatan fatal dan berpotensi pidana. Bila sampahnya bermasalah, maka periksa kebijakan (aturan), jalan atau tidak dan kebajikan stakeholder (manusia) yang mengikutinya, apakah sudah peduli pada produk sampahnya. Masalah sampah sangat jelas solusinya dan jangan sengaja diberat-beratkan untuk tujuan tertentu.Â
Kebijakan adalah serangkaian konsep dasar pelaksanaan suatu tindakan, atau cara bertindak yang penuh dengan tata aturan yang mengacu pada ketetapan peraturan yang ada. Kebijakan adalah rujukan yang diperuntukkan untuk mengarahkan manusia kemana dan dimana harus melangkah.
Janganlah memaksa pemasaran sebuah produk dengan membunuh produk lain dengan alasan menjaga bumi atau lingkungan. Semua cara-cara tidak sehat ini, bisa terindikasi pidana.
Apalagi memaksakan sebuah kebijakan publik, itu bisa berakibat penyalahgunaan wewenang (abuse of power), seperti yang terjadi pada kebijakan kantong plastik berbayar yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cq: Dirjen PSLB3 dengan Surat Edaran (SE) KLHK Nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 tanggal 17 Februari 2016.
Sangat jelas melanggar beberapa kebijakan diatasnya regulasi seperti UU. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah termasuk juga melanggar UU. Perlindungan Konsumen, CSR dll. Inilah salah satu contoh kebijakan yang keliru menyikapi sampah ahirnya tidak membuahkan kebajikan pada masyarakat.
Begitupun kebijakan terhadap sampah organik, petani tidak mendapat kebajikan dalam prosesnya. Bahkan petani menganggap pupuk organik tidak kalah baik dengan pupuk kimia. Semua ini akibat perlakuan kebijakan (regulasi) yang keliru oleh birokrasi terhadap sampah.
Kebijakan + Kebajikan = Harmonisasi
Kebijakan yang tidak disertai kebajikan, tentunya menghasilkan "disharmonisasi" dalam kehidupan, bukan saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, namun juga dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sebagai mahluk Tuhan yang bersosialisasi.