Efisiensi Kelola Sampah Kawasan
Pengelolaan sampah kawasan sesungguhnya terjadi efisiensi APBN/D dan biaya tiping fee dari pemerintah dan pemda. Karena pengelolaan sampah kawasan akan dibebankan pada pengelola atau pemilik kawasan (Baca: Pasal 13 dan 45 UUPS) pada pasal tersebut ada kata atau prasa wajib. Artinya pengelola kawasan wajib mengelola sampahnya, bila dilanggar akan berimplikasi pidana. Sederhana pemahamannya, tapi kenapa KLHK tidak memahami dan melaksanakannya. Hanya fokus untuk membangun dengan memakai uang rakyat. Benar-benar sudah tidak berpikir sehat dan berkeadilan.
Circular Economy vs Sentralisasi
Memangnya tidak ada akal baru lagi dalam menyelesaikan sampah, begitu pasrah pada keadaan. Sepertinya KLHK dan Menkomar sudah mati akal hadapi sampah ?! Terlalu banyak oknum yang menganggu dan mengelilingi KLHK dalam menjalankan tugasnya. Sangat diragukan profesionalisme oknum pejabat KLHK dalam sikapi sampah. Jangan-jangan baru saja belajar atau baca regulasi dan seluk beluk persampahan ?! Hancur negara ini di manage secara konvensional.
Perpres 35 Tahun 2018 Berpotensi Digugat
Sudah tidak ada yang berpikir dan bertindak cerdas dan bijak dalam mengatasi dan memahami regulasi. Baca pedoman dan kebutuhan dilapangan berdasarkan karakteristik sampah. Dari pada susah ke depan, karena jelas ujungnya Perpres No. 35 Tahun 2018 ini akan digugat lagi. Malah lebih mudah digugat perpres ini, karena cukup mengacu pada Perpres 18 Tahun 2016 yang telah dicabut MA.
Pemerintah pusat berhentilah berpikir teknis karena urusannya adalah kebijakan. Jangan paksa pemda berbuat masalah. Lepaskan tugas yang menjadi kewenangan pemda. Biarkan pemda yang memilih teknologi sesuai kondisi daerahnya (Baca UUPS)
Sangat mengherankan karena Dirjen PSLB3 KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, saat mengikuti rangkaian kegiatan The 8th Regional Forum in Asia and the Pacific yang dilaksanakan di Indore, Madhya Pradesh, India (9-12 April 2018). Menekankan pola circular economy melalui resource efficiency pengelolaan sampahnya.Â
Penerapan prinsip 3R ini dalam pengelolaan sampah dan limbah dapat menjaga keberlanjutan masa depan lingkungan; clean land, clean water dan clean air serta mendukung capai pelaksanaannya serta control landfill dan sanitary landfill di TPA (Permen PU No.3 Tahun 2013), sementara pemda merencanakan penutupan TPA (Pasal 44 UUPS)
Tapi secara depacto KLHK mengendorse PLTSa berbiaya mahal. Jelas pembangunan PLTSa sangat mahal dan juga akan menyerap tiping fee yang besar, atau sekitar 350-500 ribu/ton. Jelas ini diprediksi akan gagal. Karena dipastikan hanya Jakarta yang mampu bayar tiping fee tersebut, sementara daerah lainnya pasti tidak mampu. Sangat disayangkan oknum pemerintah dan pemda dalam mengelola sampah berorientasi proyek bukan orientasi program.
Apaan ini ?! Jangan susahkan dirilah.