Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

SBY Pelopor Paradigma Baru Kelola Sampah

26 April 2018   23:58 Diperbarui: 27 April 2018   00:19 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Paradigma Baru Kelola Sampah (Dok: Pribadi)

Nampak KLHK dan PUPera berjalan sendiri tanpa keterlibatan Kemendagri, juga terhadap Kementerian Pertanian yang membutuhkan banyak pupuk organik kompos untuk lahan pertanian yang sudah minus unsur hara tanah pertanian dan perkebunan. 

Pemerintah dan Pemda dalam melakukan edukasi kepada masyarakat dengan pendekatan "kewajiban" bukan pendekatan "kebutuhan" maka masyarakat pasti akan apriori. Karena sikap dan karakter yang dimunculkan oleh aparat birokrasi sangat tidak sejalan dengan regulasi tersebut.

Pemerintah dan Pemda tidak membangun massif dan memaksimalkan Infrastruktur persampahan yang ada. Misalnya bank sampah tidak didukung sepenuhnya didalam melaksanakan misinya sebagai social engineering yang mengajarkan masyarakat untuk memilah sampah serta menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah secara bijak.

Padahal masalah ini harus terus dilakukan dengan inovasi terus menerus dan pada gilirannya akan mengurangi sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA) dengan progres optimalisasi fungsi Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS) atau reflikasi massif pengelolaan sampah kawasan (Baca: Pasal 13 dan 45 UUPS). Pemerintah dan pemda tidak berusaha semaksimalnya untuk meminimalisir APBN/D dengan melibatkan pihak perusahaan pengelola kawasan.

Asrul: Pemerintah dan Pemda tidak "menjahit" secara positif atas kepentingan masing-masing pengelola sampah dari sudut profesionalismenya di bidang sampah organik, an organik dan limbah B3. Ahirnya solusi yang tercipta bersifat parsial bukan solusi komprehensif berbasis regulasi.

Hampir punah lembaga atau aktifis sampah atau lingkungan yang peduli terhadap amanat regulasi yang berbasis utama pada azas kebersamaan yang absolut. Sebagaimana karakteristik sampah yang unik dan bergerak terus tanpa henti, seiring kemajuan peradaban. Sangat disayangkan aktifis lingkungan dan persampahan berkolaborasi dengan oknum birokrasi dalam menegakkan regulasi.

Sampai saat ini masih terjadi kebuntuan dan terjadi pembiaran (plesetan makna terurai dan kelola) dalam pengelolaan sampah,  kurang memahami sepenuhnya Pasal 19 UUPS, ahirnya terjadi politisasi yang sangat tajam terhadap eksistensi sampah plastik. Karena birokrasi pusat dan daerah masih "sengaja" berparadigma lama untuk memuluskan rencana jahat oknum tertentu. 

Walau senyatanya pemerintahan Jokowi-JK telah menambah regulasi sampah lainnya, tapi banyak terjadi persinggungan dengan regulasi sebelumnya. Maka terjadi resistensi. Karena regulasi-regulasi yang tercipta saat ini terkesan sarat kepentingan. 

Kondisi ini susah terbantahkan, dimana penulis sendiri berusaha menjadi bagian dari proses kritisi dan solusi tersebut agar jangan terjadi ketimpangan dan pembiaran dalam mengaplikasi regulasi (mencegah korupsi). Hanya saja lintas kementerian tidak bersifat terbuka kepada semua pihak.

Kunci dalam melahirkan solusi pengelolaan sampah, terletak pada sinergi semua stakeholder atau pemangku kepentingan untuk ikut terlibat dalam membangun tata kelola persampahan yang terintegrasi dan berkelanjutan.

Pemerintah seringkali terjebak pada penyederhanaan masalah sampah, sehingga berujung pada solusi yang tidak terintegrasi dan bersifat sesaat dan sesat. Pemerintah dan pemda sebagai pembuat kebijakan dan fasilitator harus dapat memetakannya secara holistic agar dapat menghasilkan kebijakan yang terintegrasi. Bukan menghasilkan solusi parsial yang hanya menguntungkan kelompok tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun