Bagaimana matematika politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang Pilpres 2019 ? Sebenarnya sudah ada nama bacawapres itu di saku Jokowi, cuma belum ada yang ketahui bahwa nama siapa tersimpan di saku Jokowi ?! Hanya Jokowi dan Tuhan YMK yang mengetahuinya.
Tidak dipungkiri bahwa Pilpres 2019 adalah pestanya Calon Wakil Presiden. Kenapa ? Bisa dipastikan bahwa hanya Jokowi dan Prabowo Subianto yang pegang kendali pada Pilpres 2019 yad. Namun Prabowo belum punya "estimasi" tiket dan Jokowi sudah miliki tiket, tapi dalam kacamata politik, tiket Jokowi juga masih dalam estimasi (karena belum ada penetapan resmi partai koalisi pengusung dan khususnya penetapan KPU). Semua masih dalam perjalanan politik dan demokrasi.
Bakal Cawapres Pada Bersolek
Banyak sudah elit-elit negeri ini yang sudah menampakkan diri atau mungkin bisa disebut menawarkan dirinya secara tidak langsung untuk bersanding Jokowi.
Ada yang sangat terang, terang sedikit, tersamar, terdiam alias menunggu bola muntah kerelaan atau murah hati Jokowi dan tentu ada yang masih ragu muncul, tapi merasa bisa mendampingi Jokowi. Diantara elit tersebut, ada yang sudah memasang baliho besar seantero negeri ini, ada yang masih terbatas balihonya. Pokoknya bersolek untuk menarik perhatian Jokowi.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar malah sudah meresmikan Posko JOIN, akronim dari Joko Widodo -- Muhaimin, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (10/4/2018). Elit ini yang saya golongkan sangat terang. Tapi bisa diapresiasi keberanian itu.
Tapi semua ini bukan tanpa resiko. Muhaimin Iskandar bisa patah hati bila tidak dipilih Jokowi. Apalagi PKB juga belum menentukan sikap mendukung Jokowi. Ya bisa saja PKB ahirnya bergabung dengan Prabowo, bila Muhaimin Iskandar gagal ke Jokowi. Itupun bila Muhaimin Iskandar ambisius pada kekuasaan. Karena tentu ada perhitungan lain Jokowi bila tidak memilihnya.Â
Partai Demokrat (PD) besutan Soesilo Bambang Yudhoyono sekaligus sebagai Ketua Umum PD, juga sangat terang mengarah dan membidik Jokowi dengan harapan puteranya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bisa diterima oleh Jokowi sebagai bacawapres. PD ini juga bisa saja ahirnya mengarah pada Prabowo bila tidak terkabul rencananya dengan Jokowi. Karena sepertinya sedikit susah PD membentuk poros tengah diantara Jokowi dan Prabowo. Apalagi AHY masih sangat yunior untuk posisi bacawapres apalagi bacapres. Sebaiknya AHY istirahat periode ini, untuk memantapkan dirinya pada pilpres pasca 2019-2024.
Sungguh Jokowi saat ini bagaikan berlian berkilau yang cahayanya menembus ke arah mana saja. Kata sebagian orang, sekalipun Jokowi dipasangkan dengan sendal jepit, itu juga yang pas dan dipilih oleh rakyat "kebanyakan" Indonesia. Benarkah ? Itu hak Anda untuk memberi penilaian dan pilihan pada Pilpres 2019.
Asrul: Diharapkan ke depan Indonesia memilih presiden dan wakil presiden 2019-2024 yang bisa membangun "Pertanian Organik Berbasis Sampah" agar petani dan masyarakat bisa lebih baik dan sejahtera.
Estimasi Pilihan Jokowi
Menurut kalkulasi penulis, dan untuk menjawab tantangan selama ini, Jokowi mungkin sebaiknya pilih dengan latar agama atau militer. Karena Jokowi dalam memilih pasangan tentu sudah terlepas dari pengaruh atau tekanan berat dari partai.Â
Bila PDIP, PKB dan Partai Demokrat belum menyatakan dukungan pada Jokowi karena ingin barter bacawapres dengan partainya, sepertinya keliru besar !!! Karena partai pendukung atau pengusung Jokowi sudah cukuplah yang telah mendeklarasikan dukungan untuk mengawal Jokowi pada pemerintahannya yang kedua (2019-2024). Ada NasDem, PPP, Hanura dan Golkar dll.
Kenapa Jokowi lebih cepat pegang Golkar karena hendak keluar dari kungkungan partai yang punya keinginan "barter" posisi bacawapres. Strategi cerdas Jokowi ini sudah mulai nampak terbaca saat Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, 17 Mei 2016. Saat itu Setya Novanto terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Semua partai pendukung Jokowi saat ini, tidak ada berambisi untuk mengisi jatah bacawapres, walau ada tapi itu hanya samar-samar, seperti Ketum Partai Golkar Airlangga, inipun sepertinya hanya pilihan cadangan. Tapi ini memungkinkan juga sebagai bacawapres.
Tentu semua ini Jokowi akan meminta pendapat dari partai pengusungnya, khususnya pada Surya Paloh (Ketum NasDem). Mungkin Jokowi paling enjoi hadapi Partai NasDem, karena Pendiri sekaligus Ketum Partai NasDen Surya Paloh ini tidak mungkin mau marusak taglinnya sendiri "restorasi" dengan memaksa sang putera mahkotanya Prananda Paloh. Kelihatan Surya Paloh memilih jadi pengarah atau mentor saja. Sebuah pilihan yang stratejik pula.
Kalau Megawati sangat mungkin mendorong sang puteri mahkota Puan Maharani. Paling PDIP sedikit mengganggu otak Jokowi, disamping memang PDIP belum menyatakan sikap mendukung Jokowi. Eloknya Megawati tidak ambisius untuk memaksa Puan Maharani mencalonkannya pada posisi bacawapres. Bila demikian tenanglah Jokowi menentukan pilihannya. Tapi ini lain cerita. Keinginan Megawati itu tetap ada.
Kembali kepada estimasi dan harapan pada Jokowi, agar memilih bacawapres kategori salah satunya dari dua elit berbasis "agama atau militer" atau "agama dan militer" tapi adakah putera bangsa berpotensi bacawapres dengan latar keduanya sekaligus atau agama dan militer artinya militer yang didukung oleh umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas negeri ini ?
Lalu bagaimana dengan Jenderal Gatot Nurmantyo atau Prof. Mahfud MD atau Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang Gubernur Nusa Tenggara Barat 2 periode (2008-2013 dan 2013-2018) atau mungkin ada yang lain lagi ? Namun sepertinya dari tiga nama ini, Jokowi lebih akan memilih Jenderal Gatot Nurmantyo.
Termasuk bila Gatot Nurmantyo dibandingkan (perhitungan segala aspek) dengan Muhaimin Iskandar, AHY, Puan Maharani, Airlangga Hartarto. Dipastikan Jokowi akan memilih Gatot Nurmantyo.
Kenapa Jokowi Pilih Gatot Nurmantyo ?
Menurut kacamata sederhana sepertinya pilihan Jokowi kepada Jenderal Gatot Nurmantyo (terlepas dari kekurangannya), dengan alasan dan sekaligus dasar estimasi adalah sbb:
- Indonesia masih butuh pemimpin militer, khususnya dalam menata Indonesia secara internal yang darurat korupsi, darurat narkoba, memulihkan gesekan sosial dan agama dll.
- Penegakan hukum di Indonesia sangat perlu diperbaiki, sangatlah menyedihkan. Pada posisi ini butuh figur militer yang mempunyai disiplin tingkat dewa. Karena posisi sekaligus fungsi pengawasan ada ditangan wapres. Jokowi butuh figur pendamping seperti ini.
- Estimasi paradox, Presiden Jokowi melepaskan Jabatan Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI menjelang pensiun (umumnya tunggu saat pensiun yang sisa waktu sedikit saja), tapi sepertinya Jokowi lebih cepat melepaskan Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI, untuk lebih dini mempersiapkan dirinya untuk berpasangan dengan Jokowi.
Memang perlu pengamatan mendalam. Beberapa masalah lain sering Gatot Nurmantyo pasang badan. Kadang membela dan berlawanan Presiden Jokowi. Menurut pengamatan subyektif bahwa Jokowi dan Gatot Nurmantyo berstrategi ala Sun Tzu (ahli strategi dari Cina kuno) yang sangat piawai itu.
Sekedar ulasan dan harapan subyektifitas seorang aktifis sampah di Indonesia. Selanjutnya silakan publik menilai, mengusulkan dan mengestimasi sekaligus bersuara positif (obyektif) dan mengharapkan untuk ke depan, Indonesia memilih pasangan presiden dan wakil presiden 2019-2024 yang bisa membawa "perahu besar yang bermerk Indonesia" lebih baik lagi. Insya Allah... Aamin.
Salam Indonesia Hebat !!!Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI