Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Joko Widodo Pilih Siapa?

13 April 2018   19:20 Diperbarui: 14 April 2018   22:36 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Presiden Joko Widodo (kominfoco.id)

Menurut kalkulasi penulis, dan untuk menjawab tantangan selama ini, Jokowi mungkin sebaiknya pilih dengan latar agama atau militer. Karena Jokowi dalam memilih pasangan tentu sudah terlepas dari pengaruh atau tekanan berat dari partai. 

Bila PDIP, PKB dan Partai Demokrat belum menyatakan dukungan pada Jokowi karena ingin barter bacawapres dengan partainya, sepertinya keliru besar !!! Karena partai pendukung atau pengusung Jokowi sudah cukuplah yang telah mendeklarasikan dukungan untuk mengawal Jokowi pada pemerintahannya yang kedua (2019-2024). Ada NasDem, PPP, Hanura dan Golkar dll.

Kenapa Jokowi lebih cepat pegang Golkar karena hendak keluar dari kungkungan partai yang punya keinginan "barter" posisi bacawapres. Strategi cerdas Jokowi ini sudah mulai nampak terbaca saat Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, 17 Mei 2016. Saat itu Setya Novanto terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar.

Semua partai pendukung Jokowi saat ini, tidak ada berambisi untuk mengisi jatah bacawapres, walau ada tapi itu hanya samar-samar, seperti Ketum Partai Golkar Airlangga, inipun sepertinya hanya pilihan cadangan. Tapi ini memungkinkan juga sebagai bacawapres.

Tentu semua ini Jokowi akan meminta pendapat dari partai pengusungnya, khususnya pada Surya Paloh (Ketum NasDem). Mungkin Jokowi paling enjoi hadapi Partai NasDem, karena Pendiri sekaligus Ketum Partai NasDen Surya Paloh ini tidak mungkin mau marusak taglinnya sendiri "restorasi" dengan memaksa sang putera mahkotanya Prananda Paloh. Kelihatan Surya Paloh memilih jadi pengarah atau mentor saja. Sebuah pilihan yang stratejik pula.

Kalau Megawati sangat mungkin mendorong sang puteri mahkota Puan Maharani. Paling PDIP sedikit mengganggu otak Jokowi, disamping memang PDIP belum menyatakan sikap mendukung Jokowi. Eloknya Megawati tidak ambisius untuk memaksa Puan Maharani mencalonkannya pada posisi bacawapres. Bila demikian tenanglah Jokowi menentukan pilihannya. Tapi ini lain cerita. Keinginan Megawati itu tetap ada.

Kembali kepada estimasi dan harapan pada Jokowi, agar memilih bacawapres kategori salah satunya dari dua elit berbasis "agama atau militer" atau "agama dan militer" tapi adakah putera bangsa berpotensi bacawapres dengan latar keduanya sekaligus atau agama dan militer artinya militer yang didukung oleh umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas negeri ini ?

Lalu bagaimana dengan Jenderal Gatot Nurmantyo atau Prof. Mahfud MD atau Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang Gubernur Nusa Tenggara Barat 2 periode (2008-2013 dan 2013-2018) atau mungkin ada yang lain lagi ? Namun sepertinya dari tiga nama ini, Jokowi lebih akan memilih Jenderal Gatot Nurmantyo.

Termasuk bila Gatot Nurmantyo dibandingkan (perhitungan segala aspek) dengan Muhaimin Iskandar, AHY, Puan Maharani, Airlangga Hartarto. Dipastikan Jokowi akan memilih Gatot Nurmantyo.

Kenapa Jokowi Pilih Gatot Nurmantyo ?

Menurut kacamata sederhana sepertinya pilihan Jokowi kepada Jenderal Gatot Nurmantyo (terlepas dari kekurangannya), dengan alasan dan sekaligus dasar estimasi adalah sbb:

  1. Indonesia masih butuh pemimpin militer, khususnya dalam menata Indonesia secara internal yang darurat korupsi, darurat narkoba, memulihkan gesekan sosial dan agama dll.
  2. Penegakan hukum di Indonesia sangat perlu diperbaiki, sangatlah menyedihkan. Pada posisi ini butuh figur militer yang mempunyai disiplin tingkat dewa. Karena posisi sekaligus fungsi pengawasan ada ditangan wapres. Jokowi butuh figur pendamping seperti ini.
  3. Estimasi paradox, Presiden Jokowi melepaskan Jabatan Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI menjelang pensiun (umumnya tunggu saat pensiun yang sisa waktu sedikit saja), tapi sepertinya Jokowi lebih cepat melepaskan Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI, untuk lebih dini mempersiapkan dirinya untuk berpasangan dengan Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun