Operasi pasar merupakan upaya pemerintah dan pemerintah daerah dalam menekan atau menstabilkan harga barang kebutuhan pokok. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa keadaan ini setiap tahun terjadi gejolak. Semua itu merupakan strategi jangka pendek saja atau upaya instan.
Seharusnya upaya jangka pendek ini dibarengi dengan upaya jangka panjang, fokus dan berkelanjutan dengan melakukan inovasi infrastruktur pertanian, baik pengembangan sumber daya petani maupun teknologi dan terkhhusus kelembagaan petani perlu dibangun dan diperkuat.
Pada ahirnya petani menjadi tangguh serta keluar dari ketergantungan yang berkepanjangan. Tentu pada gilirannya tidak perlu lagi setiap saat diadakan operasi pasar. Karena petani dan masyarakat sudah menjadi kuat menghadapi gejolak ekonomi tersebut yang dipermainkan oleh para mafia-mafia pangan, baik pada tingkat lokal, nasional dan Internasional atau global.
Kunci kestabilan harga kebutuhan pokok terletak pada niat pemerintah untuk keluar dari kegiatan rutinitas tahunan dalam operasi pasar. Semua ini dipengaruhi oleh kondisi petani (hulu) sampai dengan lancarnya distribusi serta tidak ada penimbunan oleh spekulan. Selain itu sinergitas antara pemerintah dengan produsen dan eksportir juga memainkan peran penting dalam menjaga kestabilan kebutuhan pokok ini.
Dalam mengantisipasi upaya menekan kenaikan harga barang kebutuhan pokok, pemerintah harus merubah paradigma berpikir dan bertindak ke arah jangka panjang. Tentu dengan perubahan system yang mendasar, agar Indonesia tidak dininabobokkan dengan gerakan atau program rutinitas.
Kegiatan-kegiatan instan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah ini, seharusnya segera dihentikan dengan sebuah system yang menopang keberlanjutan produksi kebutuhan pokok itu sendiri. Antisipasi atas kestabilan harga barang kebutuhan pokok melalui operasi pasar itu sebagai solusi jangka pendek harus segera beralih dengan mempersiapkan dan melaksanakan dengan segera program jangka panjang antara lain sebagai berikut:
Penguatan Kelembagaan Petani Melalui Primer Koperasi Tani
Solusi absolut dalam memotong rantai tata niaga pangan yang panjang itu dengan memperkuat kelembagaan di tingkat petani. Pemerintah dan pemda harus mendorong dan memfasilitasi pembentukan Primer Koperasi Tani (tapi ingat bukan koperasi tunggal yang dimiliki orang per orang dengan kolaborasi oknum birokrasi dan pengusaha, seperti saat ini terjadi), tapi koperasi berjejaring dan bersinergi antar petani di seluruh Indonesia, yang diikat dengan Induk Koperasi Tani yang berada di tingkat nasional.
Rekrutmen keanggotaan Primer Koperasi Tani harus selektif dan tidak boleh kamuplase alias formalitas dalam memasukkan anggota atau pengurus dalam koperasi tersebut (harus benar-benar petani dan usaha pendukunnya yang bekerja di wilayah itu). Primer Koperasi Tani ini, akan didukung dengan jejaring pada tingkat pusat, yaitu Induk Koperasi Tani.
Pola ini sebenarnya  kembali mengacu pada pola lama yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) dan Induk Koperasi Unit Desa (INKUD). Pola ini kembali harus dibangun, walau dengan beberapa perubahan mendasar. Perubahan itu antara lain dengan melibatkan petani sebagai produsen yang berwawasan atau berjiwa bisnis atau entrepreneurship.
Artinya petani yang berproduksi dan petani pula yang ikut berjejaring atau melaksanakan pemasaran sendiri, bukan hanya sebagai pekerja tapi sebagai pemilik usaha koperasi. Petani akan menjadi tangguh karena mereka sendiri yang memproduksi, menjual atau memasarkan dan sekaligus sebagai konsumennya.