Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah berada pada tahun ke-4, namun ada satu program aksi yang belum berjalan, padahal penting dan sangat dibutuhkan oleh rakyat adalah pembangunan desa organik menuju pertanian organik yang menjadi masa depan bangsa Indonesia. Karena dengan pertanian organik, kestabilan pangan secara permanen akan tercapai. Bukan program instan atau gerakan semusim.
Sebagaimana tertuang dalam  Visi Misi dan Program Aksi Jokowi-JK (2014-2019)  "Jalan Perubahan Untuk Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian" yaitu "Memacu pembangunan pertanian yang berkelanjutan yang berbasis bioaco-region dengan pola pengembagnan pertanian organik maupun pertanian yang hemat lahan dan air.Â
Pencanangan program Indonesia Go Organic! dengan pilot project 1.000 desa organik dari program reforma agraria sebagai sentra produksi penghasil pangan organik hingga tahun 2019, dan tambahan 1.000 lagi hingga tahun 2024. Dan melakukan enforcement terhadap praktek pertanian  lestari dengan percepatan implementasi Undang-Undang No.41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan peraturan turunannya" (Kutip Visi-Misi Jokowi-JK Halaman 42 Point 12 nomor 6)Â
Sepertinya program ini terlupakan oleh Jokowi-JK ataukah Menteri Pertanian kurang tanggap (tidak baca) program ini. Atau memang Kementerian Pertanian dan kementerian atau non kementerian dan lembaga terkait tidak mampu mengejawantah visi-misi Jokowi-JK dalam bentuk aksi di lapangan atas pembangunan pilot project 1.000 desa organik.
Sekiranya kementerian tanggap dan fokus, program 1.000 desa organik ini pasti bisa teraplikasi. Jangankan 1.000 atau 5.000 bahkan melebihi angka tersebut mampu tercapai, karena banyak program kementerian lainnya yang sudah berjalan. Sangat bisa dikombain dengan pembangunan desa organik. Misalnya dikaitkan dengan program pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koperasi dan UKM atau dengan kementerian lainnya yang tidak kalah menariknya untuk disandingkan dengan program "desa organik" tersebut.
Hanya Desa Organik Terabaikan dari IMEP
Dalam menjalankan visi pembangunannya, pemerintahan Jokowi-JK telah memiliki sejumlah capaian positif di seluruh bidang yang menjadi fokus utama yakni bidang Infrastruktur, Maritim, Energi, dan Pangan (IMEP). Hal ini sesungguhnya amat erat kaitannya dengan kesejahteraan rakyat yang menjadi subyek sekaligus penerima manfaat terbesar dari pembangunan yang telah diselenggarakan. Dan itu semua telah dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hanya saja program "desa organik" ini belum berjalan sama sekali.
Kenapa pembangunan 1.000 desa organik belum Jalan? Tanda-tanda ke arah tersebut sama sekali tidak ada apalagi perencanaan dan persiapannya sangatlah nihil dan tidak tersentuk. Kementerian Pertanian atau asosiasi para petani yang seharusnya menggerakkan program ini, semua tidak bergeming sama sekali untuk mewujudkan visi-misi Jokowi-JK ini. Bukankah hal ini akan menjadi bumerang bagi Presiden Jokowi dan merugikan masyarakat Indonesia ke depan, khususnya dalam sektor kestabilan pangan, agar stop impor.
"Sinergitas Kementerian" Kunci Pembangunan 1.000 Desa Organik
Bila "desa organik" ini terwujud tentu akan mengurai masalah-masalah pertanian, artinya akan terbangun pertanian organik di Indonesia, sertifikasi dengan mudah, harga pangan bisa lebih stabil dan murah. Karena dengan pertanian organik, produksi akan meningkat dan biaya operasional akan tertekan. Walau memang diakui, dalam membangun pertanian organik, pada tingkat awal dibutuhkan biaya besar dan nanti pada tahun-tahun selanjutnya biaya tertekan dan akan menurun ahirnya tiba pada titik terendah yang stabil. Karena biaya besar pada tahap awal, maka disitulah dibutuhkan peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator yang sekaligus menjadi katalisator.
Dalam pembangunan "desa organik", tentu Kementerian Pertanian tidak bisa sendiri berpikir dan bertindak, namun sangat perlu kementerian lain terlibat. Misalnya keterlibatannya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengendorse program pengolahan sampah menjadi pupuk organik, Kementerian ESDM untuk mendukung energi baru terbarukan dengan hasil berupa biogas berbasis sampah organik, Kementerian Koperasi dan UKM untuk mendorong SDM dan memperkuat kelembagaan tingkat petani dan masyarakat desa, Kementerian Desa mengarahkan program-programnya yang berbasis organik di desa, Kementerian Perdagangan untuk membantu pemasarannya serta masih banyak program kementerian lain yang dapat disinergikan dengan program "desa organik" tersebut.