Sebagaimana amanat Undang-undang RI Nomor 26 Tahun 2007.Tentang Penataan Ruang pada Pasal 29 (1) telah disebutkan bahwa ketersediaan RTH terdiri dari RTH publik 20% dan RTH privat 10%.Â
Namun masalahnya, sebagian besar pemda kabupaten dan kota di Indonesia belum memiliki data konkret luas RTH privat berupa taman di rumah-rumah warga, perusahaan swasta, kompleks perumahan atau bangunan gedung. Padahal secara kasat mata, RTH privat kemungkinan besar totalnya cukup luas, bahkan bisa jadi ketersediaan luas potensi RTH privat melebihi 10% dari ketentuan regulasi.Â
RTH privat ini harus terdata baik, khusus perumahan real estate sangat rawan beralih fungsi secara diam-diam oleh pengembangnya. Seharusnya pemda dimana berada wilayah perumahan itu, mengambil alih pengelolaan jalan dan RTH dari ruang privat ke ruang publik. Â
RTH Rawan Perubahan Fungsi
Selam ini dalam pembangunan kota, keberadaan RTH sangat rawan terhadap perubahan fungsi. Daerah pertanian, lapangan sepak bola, perikanan, kehutanan, pertanian (sawah), perkebunan, situ, waduk, tepian atau bantaran sungai, jalur hijau, sudut-sudut bangunan dalam perumahan, kawasan hijau sebuah kompleks bangunan real estate atau developer dan daerah hijau lainnya merupakan kawasan yang rawan terhadap konversi atau pengalihan fungsi.
RTH dapat dibedakan dalam berbagai jenis dan bentuk, seperti RTH pekarangan/halaman, RTH Pertanian, RTH Olahraga, RTH kehutanan, RTH pertamanan, RTH pemakaman, dan jenis RTH lainnya. Bentuk RTH dibedakan menjadi dua; RTH berbentuk area hijau dan RTH berbentuk jalur hijau
Hampir semua pembangunan Kota Satelit atau perumahan lainnya yang dibangun oleh perusahaan pengembang (developer), melakukan alih fungsi lahan, setelah area bangunan habis terbangun.Â
Misalnya pada sudut-sudut blok bangunan serta kawasan hijau lainnya yang awalnya masuk area hijau yang menjadi persyaratan 30% RTH pada saat pengajuan izin bangunan perumahan. Modus-modus yang dilakukan oleh pengembang, setelah area peruntukan bangunan sudah selesai dibangun. Maka langkah selanjutnya, para pengembang membangun area hijau (RTH) tersebut.Â
Pada ahirnya peruntukan RTH habis total terkecuali pada median jalan dan sedikit tersisa untuk taman-tamannya. Pemandangan ini hampir semua terjadi di seluruh Indonesia. Justru dapat diduga, bahwa lahan-lahan RTH ini menjadi bancakan korupsi dalam pemberian perizinan (IMB) oleh oknum pejabat dan pengusaha pengembang.
RTH bukan sekedar menghadirkan vegetasi sebagai dekorasi kota, sehingga dianggap sebagai penyempurna hijau. Kehadiran alam di wilayah perkotaan akan memberikan nilai hakiki bagi warga akan kesehatan, kenyamanan dan keindahan.