Jakarta  (18 Januari 2018) - Berdasarkan petisi yang telah kami buat dan  ditujukan pada Sekretariat Negara Pada Tanggal 7 April 2015 dengan Judul Petisi (1) "Bentuk Badan Pengelola Sampah Nasional untuk menjalankan regulasi persampahan dengan bijaksana dan Tidak Korupsi" dan kepada Presiden Joko Widodopada Tanggal 21 Februari 2016 dengan Judul Petisi (2) "Bentuk Badan Pengelola Sampah Nasional" dan yang terbaca saat ini Judul Petisi (3) Presiden Joko Widodo "Bentuk Badan Pengelola Sampah Nasional"
Bila sahabat setuju usulan ini Ayo Tanda Tangan Petisi di SINI.
Serta mengamati gonjang-ganjing lintas kementerian bersama  mitra-mitranya (asosiasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah,  pemerhati atau komunitas lainnya) dalam urusan sampah, senyatanya belum  menemukan solusi valid yang bisa dipertanggungjawabkan. Sampai Presiden  Joko Widodo turun tangan menanganinya. Itupun sudah beberapa kali rapat  terbatas kabinet tentang masalah sampah ini. Terakhir kemarin rapat  terbatas (ratas) Kabinet Kerja Jokowi-JK membahas Penataan  "revitalisasi" Sungai Citarum di Graha Wiksa Pranti, Puslitbang  Perumahan dan Permukiman Kementerian PUPR, Bandung, Jawa Barat, Selasa  (16/1/2018). yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo didampingi oleh Wapres Jusuf Kalla.Â
Hadir pula Menko Maritim Luhut  Binsar Panjaitan, Menko Polhukam Wiranto, Mensesneg Pratikno, Seskab  Pramono Anung, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri LHK Siti  Nurbaya, Menperin Airlangga Hartarto, Menteri PPN/Kepala Bappenas  Bambang Brodjonegoro, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri  Jenderal Polisi Tito Karnavian, dan Jaksa Agung HM.Prasetyo.
Pada siang harinya didahului Rapat Koordinasi Sosialisasi Program dan  Persiapan Ratas Kabinet Tentang Penataan Sungai Citarum di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (16/1/2018). Rapat dipimpin oleh  Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Hadir pada acara itu Menko Polhukam Wiranto, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, para bupati  dan walikota, Kodam III Siliwangi, Kapolda Jawa Barat dan sejumlah komunitas masyarakat.
Sampah Menjadi Urusan Seksi Lintas Menteri ?!
Sungguh seksi urusan sampah ini, sehingga tiga menteri koordinator  (Menko Ekonomi, Menko Maritim dan Menko Polhukam) ikut membahasnya. Termasuk beberapa kementerian lainnya, seperti Kementerian  Perindustrian, Kementerian Koperasi/UKM. Dulunya hanya Kementerian  Lingkungan Hidup dan Kehutanan (sebagai leading sector), Kementerian  PUPera dan Kementerian Dalam Negeri. Maka berdasarkan kondisi ini,  memang sangat jelas dibutuhkan sebuah badan khusus dalam penanganan  sampah ini.
Sungguh ironis, begitu banyak kementerian yang mengurus masalah sampah ini. Walau sebenarnya "masalah sampah" ini sangatlah mudah diselesaikan bila stakeholder punya niat kuat, jujur dan mengikuti amanat atau arah regulasi yang ada.
Kenapa ribet atau menjadi susah ? Karena kepentingan oknum tertentu  yang menjadi pemicu utama masalah ini. Sesungguhnya bukan masalah teknis  atau masalah di masyarakat. Tapi masalah justru terdapat pada karakter  "negatif" para pengelola di birokrasi, yang tidak sempurna menjalankan  regulasi persampahan serta regulasi turunannya.Â
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cq: Ditjen  Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) yang kurang beres dalam  menangani bidangnya. Ini yang kami amati serius sejak UU.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah,  yang diberlakukan secara efektif pada tahun 2013. Celakanya, pada  ahir-ahir ini, kementerian lainnya yang ikut menangani sampah sepertinya  terbius pula oleh "keinginan" oknum-oknum di KLHK yang stag dalam  menuntaskan masalah sampah tersebut.
Regulasi persampahan di Indonesia sudah cukup bagus dan pro rakyat,  namun dalam pelaksanaannya belum menemui jalan terbaik karena sepertinya  ada unsur kesengajaan didalamnya (pembiaran). Pemerintah dan pemerintah  daerah belum melaksanakan dengan konsisten dan bertanggungjawab perihal  regulasi persampahan antara lain UU.18-2008 Tentang Pengelolaan Sampah  dan PP.81-2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, serta regulasi penunjang lainnya.
Semoga Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, Menkopolhukam  Wiranto, Menko Kemaritiman, Menko Ekonomi dan kementerian terkait  lainnya memahami dan mengevaluasi kondisi yang diduga mengarah pada  "pikiran dan tindakan" yang koruptif. Birokrasi butuh revolusi mental.  Mental yang rusak dalam tata kelola sampah. Bukan masyarakat atau  teknologi yang bermasalah dalam menyikapi sampah, tapi oknum birokrasi  pengelola negara yang bermasalah besar dan berbahaya bila dibiarkan.
Sampah tidak boleh lagi full diangkut ke Tempat Pembuangan sampah  Ahir (TPA) tapi harus habis dikelola atau di daur ulang di Tempat  Pembuangan sampah Sementara (TPS) atau pada sumber timbulan sampah.  Perubahan manajemen dan mekanisme dari TPS menjadi TPST-3R (terpadu).  Artinya tidak boleh ada pengelolaan sampah terpusat di setiap Kab/Kota  di TPA (setidaknya diminimalisir), harus tersebar di setiap  Kelurahan/Desa dan berbasis masyarakat. Pengelolaan sampah menggunakan  metode Sentralisasi Desentralisasi (Pola Inti Plasma).
Bila sampah ini dikelola sesuai regulasi persampahan atau melibatkan  langsung masyarakat sebagai eksekutor dalam pengelolaan pekerjaan (ada  Hak dan Kewajiban) maka dipastikan pengelolaan sampah akan berhasil guna  dan sustainable serta akan tercipta usaha baru atau sumber ekonomi baru  di masyarakat (termasuk akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan) di  seluruh Indonesia. Karena sampah adalah sebuah investasi. Sampah bukan  momok yang harus di takuti dan di jauhi, tapi harus didekati sebagai  sahabat dan penolong. Sebuah mata rantai kehidupan yang tidak terputus.
Badan Pengelola Sampah Nasional (BPSN)
Agar terjadi sinergitas dalam pengelolaan manajemen dan anggaran  persampahan, Presiden Joko Widodo diharapkan segera membentuk Badan  Pengelola Sampah Nasional, Dengan alasan saat ini terjadi tumpang-tindih  lintas kementerian dalam mengurus sampah, namun tetap tidak fokus.  Terjadi over lapping antara lintas kementerian itu sendiri serta antara  pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kacau balau, siapa berbuat apa.
Terjadi parsial dalam menemukenali masalah dan bingung membuat  solusi, sehingga terjadi pemborosan waktu dan anggaran. Fakta, sudah  beberapa kali rapat terbatas kabinet dan rapat lintas menteri, hasilnya  nihil. Tidak ada follow up yang berarti. Malah hanya menghasilkan  resistensi bila ada kebijakan yang muncul. Kebijakan pemerintah (KLHK)  yang penulis koreksi/gugat antara lain seperti; Dana Kompensasi Warga  Terdampak TPA, Pembangunan dan Pengelolaan TPA yang tidak sesuai norma  atau SNI-TPA, Pelaksanaan Adipura yang diduga terjadi pembohongan  publik, Kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) pada tahun 2016 ini  diduga terjadi unsur korupsi yaitu penyalahgunaan wewenang (abuse of  power) dan/atau diduga memperkaya diri atau orang lain atau kelompok  tertentu atas kebijakan KPB dari Kementerian LHK (KPB ini masih  sementara proses, belum tuntas masalahnya). Termasuk pula Perpres 18  Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembagnunan PLTSa di Tujuh Kota. telah  digugat oleh Komunitas Nasional Tolak Bakar Sampah (penulis atau  penerbit petisi ini merupakan salah satu diantara penggugat) di Mahkamah  Agung (MA) dan MA mencabut Perpres PLTSa tersebut pada ahir tahun 2016.
BPSN ini sebagai remote control pelaksanaan regulasi, mengelola  program dan manajemen serta merekomendasi teknologi dan sinergi pasar  produk atas hasil kelola sampah dan yang utama menjaga agar tidak  terjadi "pemubaziran" anggaran serta prasarana dan sarana persampahan.
Kesimpulan: Adanya usulan pembentukan BPSN ini  melalui petisi kepada Presiden Republik Indonesia (Tahap 1 Tahun  2015, Tahap 2 Tahun 2016 dan Tahap 3 Tahun 2018), karena sepertinya saat  ini pemerintah dan pemerintah daerah (provinsi/ Kab/Kota) belum eksis  dan jujur menjalankannya, nampak pemerintah daerah masih mengelola  sampah dengan paradigma lama (konvensional), karena terjadi pembiaran  oleh pemerintah pusat (KLHK), diduga ada kesengajaan yang terstruktur  dan massif.
Agar lebih fokus, profesional dalam pengelolaan sampah. Maka harus  ada lembaga khusus yang eksis menangani persampahan di Indonesia. Segera  bentuk BPSN untuk menjalankan fungsi regulasi secara terstruktur dan  terukur serta tidak korupsi.
#SolusiSampahHuluBukanHilir
Jakarta, 17 Januari 2018
H. Asrul Hoesein (Green Indonesia Foundation)Â
Jakarta-Indonesia (08119772131, 081287783331)
[Terlampir YouTube rekaman pada saat Rapat Penyederhanaan Proses  Perizinan, Prosedure dan Persyaratan di Bidang Utilitas (Pengelolaan  Sampah, Air Limbah, Drainase dan Utilitas Lainnya) Tanggal 10 Oktober  2016 di Kantor Menko Ekonomi Klik di "Asrul Bicara Sampah di Menko Ekonomi"]  Semua ini tidak ada follow up. Oknum pemerintah dan pemda kabupaten  dan  kota di Indonesia sepertinya sangat takut mengelola sampah berdasar  regulasi sampah yang ada tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H