Dari tahun ke tahun PT. Pertamina Persero, sebagai perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) di sektor energi (minyak dan gas) terus menunjukkan pencapaian kinerjanya yang cukup signifikan, baik dari sisi kualitas produk maupun distribusinya. Pertamina telah dan akan merealisasikan berbagai proyek kilang serta beberapa upaya perusahaan berplat merah tersebut dalam mencapai target operasionalnya. Namun paling menarik dan menyentuh serta dirasakan langsung dampaknya oleh seluruh masyarakat Indonesia adalah  kebijakan "BBM Satu Harga".
Strategi pelaksanaan kebijakan pemerintah dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam mewujudkan "BBM Satu Harga" dengan menugaskan PT. Pertamina untuk membangun lembaga terintegrasi dalam penyaluran BBM di 148 kabupaten/kota sampai dengan tahun 2019, semoga tahun-tahun berikutnya merambah ke 514 kabupaten/kota Indonesia.
Kebijakan BBM Satu Harga artinya, harga BMM di Papua sama saja harganya di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan atau di Sumatera (terlampir gambar grafis). Sebuah pencapaian kinerja Pertamina luar biasa, tentu semua atas kerja keras direksi dan jajarannya yang cukup solid. Kinerja demi kinerja positif yang diaplikasi oleh Pertamina ini tentu memberikan pembelajaran yang baik, khususnya kepada BUMN lain. Sebuah fakta bila BUMN dikelola dengan baik pasti memberikan nilai tambah yang besar bagi bangsa dan negara.
Tentu ada saja masalah bisa muncul dan mengancam kelangsungan perusahaan bila tidak di-manage dengan profesional seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat yang sudah menuntut kualitas. Tantangan itu bisa dari sisi produk yang habis tergerus dan perilaku konsumen terhadap lingkungannya, paling utama dituntut kesigapan Sumber Daya Manusia (SDM) Pertamina yang harus survivedan lebih profesional lagi, tentu sebuah keharusan pula perusahaan memperhatikan dan meningkatkan kesejahteraan SDM yang dimiliki untuk memberi pelayanan prima kepada masyarakat (konsumen).
Inovasi paling penting atas diversifikasi produk tentu harus beralih ke Energi Baru Terbarukan (EBT), di mana EBT sebagai energi alternatif pengganti energi fosil. EBT yang dijamin keberlangsungannya (sustainable) tersebut memerlukan penanganan serius dan fokus serta terintegrasi hulu-hilir pula.
Sejak lama Pertamina telah memulai aktivitas dalam mencari terobosan dalam inovasi EBT. Karena suka tidak suka energi fosil akan habis ditelan masa. Pertamina harus melakukan berbagai inovasi baru untuk mencari dan menemukenali energi alternatif ini, Pertamina telah melakukan gerakan-gerakan massif di seluruh Indonesia, termasuk kegiatannya melibatkan perguruan tinggi dan masyarakat serta dunia usaha untuk menemukan inovasi baru dalam pengembangan dan pemanfaatan EBT di Indonesia.
Solusi Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Pada prinsipnya pengembangan EBT, itu harus berbasis komunal (kawasan atau wilayah) dengan memperhatikan kearifan lokal yang ada, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah sangat luas didunia, sekitar 17.508 pulau dan total luas nusantara 5.193.250 Km. Luas daratan Indonesia sekitar 1/3 dari luas seluruh Indonesia sedangkan 2/3-nya berupa lautan. Dengan perbandingan itu Indonesia dijuluki sebagai negara maritim atau negara kelautan yang mencakup 60% lautan dan 40% daratan, Jumlah total populasi sekitar 260 juta penduduk.
Tentu ini semua membutuhkan energi dan pangan yang tidak sedikit jumlahnya serta meningkat terus sesuai kemajuan peradaban atau kesejahteraan. Potensi sumber daya alam sangat kaya ini, tentu Indonesia memiliki sumber daya EBT yang besar pula. Tapi semua memerlukan kreativitas yang tinggi dan kerjasama yang baik serta terbebas tentunya dari unsur koruptif. Karena sifat dan karakter koruptif ini yang paling mencederai pembangunan dan terkhusus melukai inovasi-inovasi baru.