Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pesan untuk Menko Maritim, Hentikan Wacana Aspal Plastik

10 Agustus 2017   20:51 Diperbarui: 11 Agustus 2017   08:28 2801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TPA Tamangapa Kota Makassar Masih Pola Open Dumping (dok_Asrul)

Semakin banyak sampah, berarti tingkat ekonomi masyarakat membaik, sebuah keniscayaan pemahaman yang paradox, namun sampah tersebut harus dikelola dengan baik di sumbernya (Baca dan Ejawantah Pasal 13 UU.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah).

Pendapat dan Riset serta koreksi/solusi tentang sampah plastik ini  juga telah saya share dan sedikit diskusi di Jakarta kepada Bapak Prof. Dr. Akbar Taher (beliau salah seorang panitia pelaksana International Symposium on Marine Plastic Debris Solution di Makassar ini), 

Harapan Untuk Pemerintah Dalam Solusi Sampah Indonesia.

Solusi sampah Indonesia itu mudah dan sangat mudah bila menaati undang-undang persampahan yang ada. Berhentilah berwacana macam-macam tentang sebuah solusi sampah. Kembalilah ke jalan yang benar yaitu jalan yang dikehendaki regulasi sampah tersebut. Hentikan inkonsistensi regulasi, hentikan pembohongan publik. Ini yang merusak pengelolaan sampah di Indonesia. Regulasi sudah bagus, tapi sepertinya sengaja diputar balik oleh oknum-oknum birokrasi yang didukung oleh mitra swasta pengelola sampah untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Diharapkan pula pihak akademisi, bila hendak mencari atau menemukenali solusi sampah di Indonesia. Fahami karakteristik sampah dan regulasi sampah yang saya telah sebutkan tersebut terlebih dahulu, setelah itu bandingkan apa yang telah dan akan diperbuat oleh pemerintah dan pemda kab/kota. Selanjutnya pasti Anda temukan solusinya yang cerdas dan berkelanjutan.

Intinya solusi sampah bukan di hilir tapi di hulu. Juga pemerintah pusat dinilai terlalu intervensi atau berpikir dan bertindak teknis. Pemerintah pusat (kementerian terkait) seharusnya ciptakan sebuah kebijakan mendasar dalam mengaplikasi regulasi yang ada, lalu serahkan pemerintah daerah (pemda kab/kota) untuk melaksanakan secara teknis sesuai kearifan lokal yang ada atau yang terkondisi didaerahnya masing-masing. Saat ini Pemda Kab/Kota hanya sifatnya menunggu dan stag, tidak muncul kreatifitas. 

Hanya bertindak linear atau monoton saja. Karena pemerintah pusat terlalu teknis mencampuri urusan sampah ini, itupun tanpa monitoring dan evaluasi yang memadai di daerah, ahirnya terjadi tumpang tindih akibat kebijakan yang muncul (sebut misalnya kebijakan kantong plastik berbayar, diduga terjadi Abuse of Power, masalah ini masih stag dan belum terjawab), banyak pemubadziran anggaran APBN/D sektor persampahan karena tidak memperhatikan azas manfaat, hanya ego sektoral terjadi.

Satu fakta lagi, pada caption foto diatas (kami  abadikan tanggal 9 Agustus 2017 di TPA Tamangapa Kota Makassar) nampak TPA Tamangapa Kota Makassar, Sulawesi Selatan ini masih melakukan pengelolaan sampah TPA dengan system Open Dumping, sesungguhnya system ini sudah dilarang oleh pemerintah pusat sejak tahun 2013 sesuai amanat UU.18 Tahun 2018 tsb. Paling anehnya, Kota Makassar terus saja mendapat Piala Adipura tahun-tahun terakhir ini (2015,2016 dan 2017). 

Kenapa bisa mendapat Piala Adipura ???, sementara penilaian tertinggi Adipura itu berada pada TPA. Belum lagi jarak TPA dengan perumahan dan sarana umum lainnya hanya berjarak sekitar 5 atau 6 meter saja (silakan tinjau sendiri TPA tersebut), sepertinya Tim Penilai Adipura Pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) tidak meninjau lapangan. Hanya membaca dan mendengar laporan dari Walikota Makassar atau SKPDnya (Tunggu tulisan berikutnya, khusus tentang Adipura yang Berpura-pura). 

Saya tertarik menulis "Adipura 2017" ini, karena Presiden Joko Widodo tidak menyerahkan hadiah itu, padahal beliau hadir dan menyerahkan piala lainnya, seperti Piala Kalpataru (perorangan). Kenapa Piala Adipura tidak diserahkan langsung oleh Jokowi ?! Beda Adipura tahun 2015 di Jakarta oleh Wapres Jusuf Kalla (karena di Jogja Presiden Jokowi menolak juga menyerahkan Adipura 2015) dan Adipura 2016  di Siak, Riau, Pekanbaru, Sumatra Selatan juga hanya diserahkan oleh Wapres Jusuf Kalla. A

da apa Jokowi tidak mau pegang Piala Adipura ? Ada yang tau......... ??? Apa Pansel Adipura Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memahami hal itu ???

Sampah plastik mix Aspal itu sama saja solusi di hilir, yang sinonim dengan solusi di TPA, ini cara-cara konvensional. Sementara regulasi sampah yang ada itu menghendaki solusi di hulu. Artinya, kelola sampah tanpa TPA, silakan ejawantah regulasi dengan baik. Regulasi sampah mengamanatkan pengelolaan sampah kawasan berbasis komunal orientasi ekonomi, inilah solusi yang berkelanjutan karena berorientasi pada program bukan orientasi proyek (koruptif).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun