Program Ahok-Djarot dengan relokasi penduduk terdampak normalisasi Sungai Ciliwung, Bantaran Kali, Kampung Kumuh dll ke permukiman "gaya kota" di Rusunawa tersebar di Jakarta ini di counter oleh Anies-Sandi dengan Program DP Nol Rupiah. Program ini sebenarnya sangat fantastis dan sangat hebat bila bisa diwujudkan, warga Jakarta sangatlah senang dan bergembira menyambutnya, namun akan menjadi bumerang bila tidak bisa dibuktikan oleh Anies-Sandi, sementara Ahok-Djarot sudah membuktikannya dan dinikmati oleh warga terdampak normalisasi sungai dan wilayah kumuh dan lokalisasi di Jakarta.
Selama kampanye Anies dan Sandi menjanjikan beberapa program (bila dihitung-hitung ada sekitar 23 janji kerja) diantaranya program bebas down payment (DP Rumah Nol Rupiah). Anies-Sandi ini menilai bahwa program tersebut merupakan program yang mudah direalisasikan. Baik mudah dalam mencari pengembang atau developer atau mudah dalam mendapatkan lokasi di Jakarta yang terbilang sangat padat.
Membaca visi-misi Anies-Sandi di website JakartaMajuBersama, khususnya sub program pemenuhan perumahan dengan DP Nol Rupiah adalah salah satu upaya Anies-Sandi mewujudkan affordable housing (hunian yang terjangkau) sebagai salah satu kebutuhan pokok warga Jakarta. Bila melihat jumlah properti yang ada dibandingkan dengan jumlah keluarga, DKI Jakarta kekurangan 302.319 unit hunian.
Saat ini hanya setengah penduduk DKI (51%) ini yang punya properti sendiri. Penduduk yang tidak memiliki rumah tersebut terkonsentrasi pada 40% masyarakat termiskin. Kepemilikan rumah (papan) penting karena merupakan salah satu kebutuhan pokok selain sandang dan pangan.
Pasar hunian yang tidak terjangkau bagi mayoritas kelas menengah ke bawah membuat mereka semakin tersingkir dengan mencari hunian di pinggiran Jakarta. Mereka menempuh waktu yang lebih lama dalam perjalanan, menambah kemacetan dan hidupnya tidak bahagia. Di sisi lain, pasar hunian yang semakin mahal hanya dapat dijangkau orang kaya, atau para investor properti yang mendapatkan keuntungan dari semakin naiknya harga tanah dan bangunan di Jakarta.
Anies-Sandi ingin pasar properti berpihak kepada masyarakat menengah ke bawah yang merupakan mayoritas warga Jakarta. Salah satu hambatan adalah mahalnya Down Payment (DP) sebesar 20% - 30% dari nilai properti. Misalnya untuk properti senilai Rp 350 juta, seseorang harus membayar deposit Rp 52,5 juta
Mungkin Susah Terpenuhi
Bagi warga Jakarta, bukan kami melemahkan semangat Anda, tapi setelah membaca Program Anies-Sandi di website JakartaMajuBersama tersebut, selain susah mendapatkan lahan di Jakarta (walau Anies-Sandi mengatakan bukan program bangun rumah tapi program pembiayaan rumah), ya sama saja karena pengusaha pengembang (developer yang susah mendapatkan lahan untuk program tersebut), mau dapat lahan dimana yang terjangkau? Kalau dapat tentu mahal. Juga syarat yang harus dipenuhi oleh si calon pembeli rumah (debitur) sangatlah susah terpenuhi bila harga lahan mahal. Program DP Nol Rupiah ini adalah Kredit Murah Berbasis Tabungan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah Ke Bawah yang masuk dalam visi-misi Anies-Sandi pada Pilgub Jakarta 2017..
Target dan Syarat Penerima Program
Untuk mempermudah masyarakat memiliki rumah, Anies-Sandi akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menalangi besarannya uang muka yang diperlukan.
Syarat yang harus dipenuhi warga DKI Jakarta bila ingin mendapat talangan dari pemerintah daerah DKI Jakarta bila pasangan Anies-Sandi menang nantinya. Syarat tersebut yaitu:
1. Warga DKI Jakarta (prioritas pertama yang menjadi sasaran program adalah warga yang telah menjadi warga DKI dalam jangka waktu tertentu (misalnya 5 tahun, dibuktikan dengan sejak kepemilikan KTP DKI), untuk menghindari adanya “warga DKI dadakan” demi mendapatkan program.
2. Warga kelas menengah ke bawah, dengan penghasilan total rumah tangga sampai sekitar Rp.7 juta/bulan, dan belum memiliki properti sendiri. Kredit untuk rumah pertama, dan digunakan sebagai rumah tinggal. Maka kategori ini, berbeda target dengan Program Rusunawa versi Ahok-Djarot (silakan bandingkan yang ada sekarang)
3. Menunjukkan bahwa selama 6 bulan terakhir, dia telah menabung sebesar Rp 2,3 juta setiap bulan di Bank DKI. Hal ini untuk membuktikan bahwa konsumen mampu membayar cicilan, juga sebesar Rp 2,3 juta ketika mengikuti program.
4. Bagi kelompok berpenghasilan tetap melampirkan bukti penghasilan, dan bagi kelompok berpenghasilan tidak tetap melampirkan keterangan penghasilan yang ditandatangani lurah. (Intinya warga yang bersangkutan tetap harus ada penghasilan dengan dibuktikan mampu menabung).
Secara sederhana, masyarakat pemohon harus menabung secara rutin Rp 2,3 juta/bulan selama 6 bulan. Selain tabungan DP Rp 2,3 juta/bulan, berapa cicilan bulanan yang harus ditanggung masyarakat selama masa cicilan? Bila lolos penilaian, warga debitur mencicil sebesar Rp 2,3 juta, selama 20 tahun (asumsi bunga bank 5% untuk FLPP).
Properti dalam program ini berbentuk hunian vertikal sederhana subsidi pemerintah dengan harga sampai sekitar Rp.350 juta. Penggunaan istilah “rumah” merupakan istilah generik yang mengacu pada hunian, yang dalam hal ini berarti hunian vertikal. Tentu properti senilai di atas sekitar Rp.400 juta atau bahkan Rp.1 M bukanlah jenis properti yang ditawarkan dalam fasilitas ini. Baca selengkapnya di website Anie-Sandi tersebut untuk lebih memahami lagi.
KITA TUNGGU BERSAMA........................!!!!!
Berita Terkait Program Jakarta: TriplePassword APBD Jakarta Bukan Jebakan dan Diary Asrul Hoesein
Jakarta, 25 April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H