Sesuai tuntutan Jaksa, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak menista Al-Quran (Surat Al-Maidah 51) atau tidak menista Agama Islam dan Ahok harus dibebaskan dari segala tuntuan. Ahok ini sesungguhnya didzalimi atau terdzalimi, masalah awalnya dipicu oleh editan video di Kepulauan Seribu. Dalam persidangan, video unggahan Buni Yani dinilai jaksa sebagai hal-hal yang meringankan tuntutan Ahok. Jaksa mengatakan, Buni Yani juga menyebabkan kegaduhan karena telah mengunggah video tak utuh dan memberikan transkrip dari pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang akhirnya menimbulkan reaksi masyarakat. Ahirnya Buni telah menjadi tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait SARA. Sebagaimana fakta diujung tuntutan JPU tersebut mengangkat lagi buku Ahok "Merubah Indonesia" terbitan tahun 2008 (130 halaman) sebagai pemicunya..... ?! Wow..... Sungguh mengherankan dasar hukum tuntutan JPU ini. Buku "Merubah Indonesia" Anda bisa Download Klik di SINI.
Setelah melewati persidangan panjang, melelahkan dan menggerus seluruh energi, mendengarkan puluhan saksi yang dihadirkan JPU dan Pengacara Ahok. Ahirnya JPU membacakan tuntutannya pada Sidang ke-20, Kamis (20/4/2017) Kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Jaksa menuntut Ahok 1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan. Itu artinya, Ahok tidak perlu ditahan selama menjalani masa hukumannya. Namun, bila melakukan tindak pidana apa pun dalam masa percobaan 2 tahun, Ahok dapat dipenjara 1 tahun, ditambah hukuman pidana yang baru. Hukuman yang akan dijalani Ahok akan tergantung vonis hakim pada persidangan selanjutnya.
Ahok didakwa dua pasal, yakni Pasal 156 dan 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). JPU dalam menuntut Ahok, hanya menggunakan Pasal 156 KUHP yang berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500". Sementara isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Kasus Kepulauan Seribu Bergeser Ke Buku Merubah Indonesia
Tuntutan Ahok hanya pada Pasal 156 KUHP karena Ahok dianggap oleh JPU pernah mengeluarkan buku dengan judul "Merubah Indonesia". Di dalam buku tersebut, yang dimaksud Ahok membohongi pakai Al Maidah ayat 51 itu adalah para oknum elite politik. Nampak JPU kelimpungan, bingung, ragu-ragu mengambil dasar penuntutannya. Kalau buku itu dianggap bermasalah, kenapa baru saat ini diangkat ?!
Namun menurut saya itupun tuntutan JPU ini keliru besar pula, karena JPU tidak menyebut secara jelas (subyektif) siapa nama korbannya atau apa nama kelompok yang dinista oleh Ahok ? Jadi harusnya JPU menuntut bebas Ahok dalam perkara ini. Tuntutan (1 tahun penjara dan 2 tahun percobaan) itu bisa batal demi hukum. Semuanya terpulang pada Majelis Hakim PN Jakarta Utara yang menyidangkannya.
Majelis Hakim jangan ragu dalam memberi putusan, sangat jelas kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok ini tidak terbukti, kasus ini “diduga” sudah cacad dari awal. Seharusnya Polisi dan Jaksa dari awal berani mengeluarkan SP3 terhadap kasus ini. Kasus ini hanya lima hari berkas itu diteliti, perkara Ahok sudah dinyatakan P21 dan langsung dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk disidangkan. 13 JPU terdiri 10 Jaksa dari Kejaksaan Agung dan 3 Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jakarta. Tim JPU dipimpin langsung jaksa senior Ali Mukartono yang kini duduk sebagai Direktur Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum). Adapun 13 JPU dalam sidang kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Ahok itu adalah Ali Mukartono, Reky Sonny Eddy Lumentut, Lila Agustina, Bambang Surya Irawan, J Devi Sudarsono, Sapta Subrata, Bambang Sindhu Pramana, Ardito Muwardi, Deddy Sunanda, Suwanda, Andri Wiranof, Diky Oktavia, dan Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin.
Keadilan dan Penegakan hukum harus teraplikasi di Indonesia, jangan hanya wacana bahwa hukum adalah panglima. Jangan takut dengan tekanan publik bila Anda (penegak hukum) benar, begitupun kalau salah, tolak masalah itu. Sepertinya Polisi dan Jaksa gegabah dalam kasus ini. alibinya dalam dakwaan terjadi pasal alternatif (Pasal 156 atau 156a KUHP). Ahok sangat dirugikan lho dengan branding penista agama oleh masyarakat, inilah menjadi jualan empuk kompetitor Ahok-Djarot dalam pilkada Jakarta, yang ahirnya Ahok-Djarot dikalahkan oleh Anies-Sandi pada putaran 2 dengan selisih yang cukup signifikan versi quick count.
Kasian ini Ahok (walau Ahok tidak pernah minta dikasihani, saya faham itu dengan beberapa kali pertemuan), Ahok itu sangat tegar dalam menyikapi masalah hukum yang melelahkan itu (persidangan mulai pagi sampai larut malam), sebagaimana pengakuan Ahok pada penulis. Sayang Ahok tidak mau melakukan "Pra Peradilan Atas Kasus Dugaan Penistaan" dari awal atas kasusnya. Entah kenapa dan bagaimana perhitungannya ???? Hanya Ahok dan Tuhan YMK yang mengetahuinya. Kita tunggu pembelaan Ahok dan Pengacaranya pada sidang ke-21 besok selasa (25/4), apa gerangan yang akan disampaikannya di persidangan.
Demi keadilan yang berketuhanan, agar Majelis Hakim jangan ragu bebaskan Ahok !!! Pastinya kalau Ahok bebas, tidak ada urusan dengan Presiden Jokowi (presiden tidak bisa intervensi hakim), yang punya urusan hanya Pelapor, JPU, Majelis Hakim, Saksi dan Ahok sendiri. Apapun keputusan Majelis Hakim, semua komponen harus taat menerimanya, termasuk masyarakat harus taat hukum. Ingat..... Islam adalah agama Cinta Damai.
Baca Terkait Ahok-Djarot : Triple Password APBD Jakarta Bukan Jebakan
Jakarta, 24 April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H