Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Catatan Buat Modis dan Bukber Kompasiana Plus Kemenparekraf.

3 Agustus 2012   18:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:16 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13440169151018261588

[caption id="attachment_191251" align="aligncenter" width="636" caption="Modis dan Bukber Kompasiana bersama Kemenparekraf RI_2012_asrul"][/caption]

Insya Allah kembali Kompasiana akan menggelar "Monthly Discussion" (MODIS), dan Buka Bersama pada Ramadhan 1433H-2012M atau tepatnya, besok hari Sabtu (4/8/2012) sore, di Kantor Kementerian Pariwisata dan  Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 17, Jakarta Pusat, Yuk para kompasiner hadir yaaaaa............

Tema utama diskusi akan mengangkat isu lingkungan dan sampah dengan menghadirkan sejumlah pembicara ahli, seperti, Sapta Nirwandar (Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Amilia Agustin (’Ratu Sampah’, peraih penghargaan Satu Indonesia Award) dan Sri Bebassari (Ketua Indonesia Solid Waste Association 'InSWA').Selain diskusi, di akhir acara nanti, para peserta juga akan mengikuti acara buka puasa bersama. (baca Yuk, Bukber Sambil Ngobrol Isu Lingkungan dan Sampah > kompas.com) dan daftar (online) di kompasiana.com.

Terima kasih kepada Pengelola Kompasiana yang telah mengirimkan Link Pendaftaran Online by Inbox. Postingan ini sebagai prolog saran/shar pada diskusi (besok) tersebut (menjaga kemungkinan saya tidak hadir, sehubungan saya masih dalam perawatan setelah operasi/sakit), Insya Allah diusahakan hadir.

Kebetulan aktivitas saya sebagai penggiat (social entrepreneurship) dalam bidang lingkungan dan persampahan menemui peluang sekaligus kendala yang cukup berarti yang sedikit kami akan shar bersama Sobat Kompasianer dan Kemenparekraf RI (termasuk kepada Kemendagri dan Kemeneg Lingkungan Hidup) atau para peserta diskusi dan umumnya pemerintah dan masyarakat di seluruh Indonesia antara lain:

-Dalam pengelolaan sampah selama ini oleh pemerintah (sebagai pemegang regulasi persampahan) tidak atau belum berorientasi ekonomi dan tanpa melibatkan secara aktif masyarakat (berbasis komunal), sehingga tidak mampu berkelanjutan (sustainable), sebagaimana kehendak UU. No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah dan Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. Sekedar mengingatkan saja, khususnya pemerintah kab/kota di Indonesia, bahwa UU. No.18 Tahun 2008 ini akan berlaku efektif tahun 2013. Sehingga cara lama dalam pengelolaan sampah (open dumping) yang selama ini dilakukan oleh pemerintah di daerah harus segera ditinggalkan, dan beralih kepada pola pengelolaan yang berorientasi ekonomi berbasis komunal. Sampah harus jadi manfaat (fulus) dan dikelola (partisipasi) oleh masyarakat dan pelibatan sektor swasta. Intinya dalam pegelolaan sampah sedapatnya menggunakan pola sentralisasi desentralisasi (Inti Plasma).

-Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia sebagian besar belum merubah (merevisi) perda persampahannya yang mengacu pada UU. No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah dan Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. Selain perda tersebut juga perlu penguatan dengan peraturan bupati/walikota tentang pengelolaan sampah, termasuk penggunaan dana CSR (Corporate Social Responsibility) di bidang lingkungan dan persampahan ini. Sehingga dalam pengelolaan menemui kendala dan terjadi stagnan.

-Terlepas dari masalah tersebut diatas, juga perlu perubahan paradigma (baik pemerintah maupun masyarakat) dalam tata kelola sampah, khususnya sampah harus dipandang sebagai sebuah sumber daya yang perlu mendapat perhatian serius (mendatangkan berkah/manfaat) dan bukan sebagai masalah yang harus dimusuhi tapi lebih merupakan sebuah peluang pendapatan daerah yang cukup signifikan bila dikelola secara komunal (sesuai pasal 13 UU.18-2008 tersebut), khususnya pengelolaan sampah organik menjadi pupuk kompos padat dan cair, juga termasuk pengelolaan sampah organik menjadi Bioelektrik (biogas), serta mendukung Bank Sampah yang telah ada dari sektor pendanaan dan pasar (Bank Sampah harusnya mengelola sampah minimal menjadi bahan baku, atau langsung menjadi handycraft).

-Dalam pengelolaan sampah secara komunal dan orientasi ekonomi ini, juga merupakan sebuah solusi cerdas dalam pengembangan ekonomi kreatif (akan tercipta home industri baru berbasis sampah sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di masyarakat dan setidaknya bisa menjadi industri besar yaitu produksi pupuk granul dan pupuk tablet berbahan baku dasar kompos sampah kota), pula akan tercipta/terbentuk wilayah atau kawasan (pariwisata, dll) yang resik (Clean and Green). Inilah mungkin salah satu tujuan pemerintah adanya penggabungan antara (kementerian) pariwisata dan pengembangan ekonomi kreatif. Ide penggabungan tersebut yang harusnya kita respon dan aplikatif, dan ini sebuah peluang.

-Dalam mewujudkan hal tersebut diatas, pengelolaan sampah sedapatnya pemerintah melaksanakan dengan bekerjasama atau melibatkan pihak swasta yang berminat/spesialis dalam pekerjaan ini, khususnya dalam mengantisipasi teknologi dan pemasaran. Tentang bagi hasilnya (mekanisme/aturannya) dituangkan dalam perda atau peraturan bupati/walikota (perbup/perwali). Ini harus diaplikasi oleh pemerintah. Kenapa? Sampah adalah masalah kita semuanya, bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata tapi juga merupakan tanggunng jawab masyarakat sebagai produsen sampah.

-Mengacu pada Perpres No.54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa, khusus dalam mengantisipasi (tata kelola) sampah, perlu ada revisi atau setidaknya penjelasan khusus (lebih subyektif) dalam proyek pengadaan persampahan ini, dimana sampah berbeda dengan pengadaan barang lainnya. Sampah di produksi setiap hari dan tidak bisa menunggu berlama-lama dalam pelaksanaan pekerjaannya, harus persegera (selama ini pelaksanaan tender sering berlama-lama oleh pemerintah termasuk sampah), jadi pengelolaan sampah sebaiknya diswakelolakan, karena memang sangat mendasar (berbasis masyarakat), ada pelibatan langsung masyarakat. Pemerintah (c/q DKPP) sepertinya hanya berdasar nilai proyek yang tinggi (tidak mencermati ayat demi ayat perpres tersbut), maka "harus" ditenderkan, disini yang keliru serta pemerintah tidak mengamati substansi pekerjaan pengelolaan sampah ini yang memang sedikit unik, artinya pemerintah juga kurang memahami Perpres No.54 Tahun 2010 dalam pekerjaan swakelola tersebut. Makanya banyak pengadaan atau proyek persampahan gagal/stagnan, karena ditender dengan kontraktor yang bukan bidangnya (disini banyak terjadi korupsi atau pemubadziran uang rakyat).

-Khusus sampah anorganik, mungkin sedikit sudah teratasi dengan adanya Bank Sampah yang sudah banyak difasilitasi oleh Kemeneg Lingkungan Hidup dan juga didirikan/inisiatif langsung oleh masyarakat/LSM, namun ini belum bisa memberi jalan keluar (solusi) persampahan secara makro karena jenis sampah ini hanya berkisar 20-25%. Harus mendapat perhatian khusus pula adalah sampah organik sekitar 70-80% yang bisa menjadi pupuk/energi terbarukan yang bisa menguatkan ketahanan pangan dan energi nasional berbasis sampah organik, sisa selain sampah tersebut diatas adalah sampah B3 (berbau,beracun dan berbahaya)sekitar 5-10% (harus dimusnahkan di TPA).

Permasalahan pengelolaan sampah di TPA bukan lagi sekedar masalah kebersihan dan lingkungan semata, melainkan dapat menjadi masalah yang juga dapat menimbulakan konflik sosial jika tidak ditanganai dengan baik dan bijaksana. Paling penting diketahui oleh pemerintah dalam pengelolaan sampah (khususnya sampah organik) adalah sedapatnya menggunakan teknologi sederhana agar hasil produk (pupuk, gas,dll) dari pengelolaan tersebut harganya terjangkau oleh petani/pekebun/pehobbies tanaman hias). Karena bila menggunakan teknologi tinggi, tentu investasi peralatan pengomposan sangat mahal, tentu produknya juga mahal dan tidak terjangkau. Jadi harus ada sinkronisasi antara investasi dan harga jual produk. Ini yang menjadi kendala pemerintah selama ini dalam pengadaan peralatan pengelolaan sampah, sehingga terjadi stagnan (proyek mati suri) akhirnya anggaran mubadzir. Makanya pemerintah tidak perlu menggunakan teknologi orang asing, cukup mengandalkan teknologi anak bangsa sendiri. Hal ini lebih bijaksana. Pantinya sampah harus dikelola di TPS bukan di TPA. Stop sampah ke TPA.

Salut kepada Sobat pengelola kompasiana atas adanya kerjasama dengan Kantor Kemenparekraf RI, dalam melaksanakan "Monthly Discussion" (MODIS)sekaligus buka bersama (bukber).

Sampai jumpa besok. Insya Allah Sukses mengantar Indonesia Zero Waste (Clean and Green). Amin

Catatan:

Konsep program (Ide/proposal) aplikasi pengelolaan sampah berbasis komunal dengan orientasi ekonomi (pola sentralisasi desentralisasi) tersebut lebih detailnya bisa shar dengan kami (Posko Hijau) klik di SINI atau di SINI atau di SINI. Atau kontak person 081287783331 atau invite BBM 282417a4.

Salam Lestari Indonesia......!!!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun