Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengawasan Intelijen Oleh DPR?

12 Oktober 2010   14:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:29 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_287573" align="aligncenter" width="214" caption="sumber foto_Mr.Google.asrul"][/caption]

Kita mungkin sepakat akan kinerja Polri terkhusus intelijennya sedikit menurun tajam ahir-ahir ini. Bukan berarti pula kemerosotan ini karena ulah person intelijen atau polri keseluruhan. Pastilah itu tidak, tapi itu masih dalam tatanan ada kepentingan kelompok didalamnya atau mungkin ada tekanan internal atau eksternal lainnya. Kenapa demikian? Hampir pasti semua institusi peradilan di Indonesia, entah itu Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan dan KPKmengalami hal yang sama. Kecuali yang masih eksis adalah Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Semoga lembaga ini tidak terkena virus amoral.

Tidak mengerti, entah angin apa yang melatarbelakangi ide anggota DPR untuk membentuk komisi adhoc pengawasan intelijen. Cerdasnya para anggota DPR itu “mengemas” rencana ini dengan kalimat “DPR pertimbangkan bentuk Komisi Ad Hoc Pengawasan Intelijen”.

Mungkin melihat lagi “celah” kesempatan untuk mengeluargan uang negara atas pembentukan komisi adhoc tersebut. pemikiran “kreatif yang sangat cerdas” oleh anggota parlemen ini, rasanya tidak perlu diakomodir dan mubadzir saja. Apakah ide ini benar akan menciptakan peluang guna mengakumulasi honor-honor tambahan diluar gaji/tunjangan serta fasilitas lainnya yang melangit itu? Hanya Anggota DPR yang bisa menjabat pertanyaan ini.

Kasian sekarang para anggota DPR hampir stress semua memutar “otak kirinya” untuk menciptakan peluang “rupiah” dibalik tugas-tugasnya di Senayan, karena mungkin agak susah untuk mengatur proyek-proyek dengan para pemerintah daerah atau pengusaha “karbitan” yang melobby ke Jakarta melalui Badan Anggaran (Banggar) DPR, atau melalui person anggota DPR sendiri. Dulu memang sedikit terbuka peluang untuk itu. Sekarang ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pertanyaannya, Apa mampu anggota DPR itu mengawasi atau membuat regulasi tentang strategi intelijen? Apakah akan bikin kacau saja kinerja intelijen itu? Menurut fakta, bahwa aktifitas setahun anggota DPR ini, belum memberi arti apa-apa. Sebaiknya DPR adakan konsolidasi internal. Tidak perlu terlalu jauh masuk ke dapur institusi atau lembaga lain. Cukup DPR berkordinasi saja dengan Presiden, itu idealnya, kalau perlu masuk ke dapur Istana Negara dan Cikeas, itu tugas Anda. Itu saja fit & proper tes Ketua KPK, belum selesai-selesai sampai sekarang

Kalau anggota DPR punya ide atau strategi untuk tumbuh berkembangnya kinerja dan profesionalisme polri s/q intelijen, ya undangsaja itu Kapolri, Kajagung atau Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengadakan hearing (dengar pendapat). Itu yang sangat elok dibanding membentuk komisi adhoc, komisinya untuk pertahanan dan keamana itu kan sudah ada?. Kalau bentuk komisi ad hoc, pasti nantinya akan terjadi misleading ditubuh DPR sendiri serta instansi yang memiliki atau memakai intelijen.

Semestinya anggota DPR itu tidak perlu masuk di strategi atau manajemen intelijen tapi masuk di “roh profesionalisme” saja dan terlebih “perbaiki atau tingkatkan kesejahteraan” intelijen yang berprestasi. Polisi Intel atau Jaksa intel atau komponen intel lainnya termasuk BIN perlu diberi rangsangan tersendiri sebagai substitusi mereka yang minus publikasi. Kalau perlu ingatkan presiden akan perlunya peningkatan pendapatan (khusus) atau penghargaan serta sanksi yang melanggar, karena semua ini akan mempengaruhi kinerja mereka.

Mereka harus dapat penghargaan atau sanksi. Pola pemberian penghargaan, baik dari presiden atau pimpinan instansi intelijen tersebut, Caranya, jangan beri secara terbuka tapi, presiden memberi penghargaan melalui institusi intel ybs. selanjutnya institusinya yang berhubungan secara internal (institusi to person), publik tidak perlu ketahui semua ini (tidak semua berita publik harus ketahui, ini tidak melanggar HAM). Semua ini bermaksud demi menjaga eksistensi intelijen itu sendiri.

Sekali lagi, tolong anggota DPR, urungkan niatnya untuk membentuk komisi adhoc pengawasan intelijen, masih banyak kerja Anda yang terbengkalai, coba anda kembali buka lembaran prolegnas (program legislasi nasional). Terimakasih kalau sempat baca postingan ini. Serta terima kasih dan syukur kepada Tuhan YMK untuk melanjutkan maksud ini ke “roh” masing-masing wakil rakyat di Senayan itu.

asrulhoeseinBROTHER

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun