[caption id="attachment_264072" align="alignleft" width="300" caption="JK pada Pembukaan PSBM XII"][/caption]
JK pada pembukaan PSBM XII di Makassar.
Para pengusaha “saudagar” bugis baik yang ada di Indonesia maupun yang di luar negeri termasuk hadir para “saudagar politik dan birokrasi” yang sukses di rantau, untuk kedua belas kalinya mengadakan silaturrahim di Kota Makassar, sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Pertemuan Saudagar Bugis Makassar (PSBM) ke-XII ini, dibuka oleh Pak Jusuf Kalla (JK atau Daeng Ucu), Ketum PMI dan Mantan Wapres RI 2004-2009, di Wisma Kalla, Makassar (16/9), dihadiri sekitar 600 saudagar (pengusaha) dan non saudagar (masyarakat, birokrasi, legislator, artis,dll), antara lain turut hadir adalah, anggota KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) dari seluruh penjuru tanah air, ada Dr.Ir. H. Jafar Hafsah (Ketua Fraksi P.Demokrat,DPR-RI), Bahar Ngitung (Anggota DPD-RI), Dr. Nasaruddin Umar (Dirjen Pembinaan Masyarakat Kemenag), Gubernur Sulsel, Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH.MH, HM. Aksa Mahmud (Bos Group Bosowa), H.M. Alwi Hamu (Penggagas PSBM/Bos Harian Fajar Makassar), Machica Muchtar (artis), diantara saudagar yang hadir, ada Zainal Thiyeb (Bos Mirah Group,Bali, Bugis Mandar), H.M.Darwis (PT. Dua Sekawan, Surabaya, Bugis Bone), dr. Pahimah Iskandar (Dirut RS.Mutiara. Sorong), dan saudagar lainnya (dalam dan luar negeri).
Bertindak selaku Ketua Panpel PSBM XII, Solichin Jusuf Kalla serta Steering Committee, Muchammad Lutfi, PSBM XII berlangsung selama dua hari (16-17 september). JK pada kesempatan tersebut kembali mengingatkan bahwa peningkatan ekonomi dapat dilakukan dengan mendorong semangat usaha masyarakat, inilah yang mendasari digagasnya PSBM dilaksanakan setiap tahun membangkitkan semangat untuk maju. Bahwa, negara maju diukur dari berapa banyak pengusahanya, melalui merekalah Negara bisa memproduksi dan menghasilkan nilai tambah. Bagi JK, PSBM bukan sekedar ajang berkumpul atau silaturrahim. Hal dan harapan yang senada juga disampaikan oleh Mayjen Pur. Abdul Rivai (Ketua BP-KKSS).
Diharapkan ke depan, para peserta PSBM tidak sekedar hadir membicarakan kesuksesan mereka (sangat subyektif) karena pertemuan itu akan “semu”, harus menjadikan PSBM ini sebagai momentum dalam mencari solusi atau “program aksi” demi kemandirian dan kesejahteraan bersama. Karena kalau tidak akan menjadi pertemuan rutinitas (seremonial) belaka, sekedar “kumpul kebo” buat wacana saja artinya habis pertemuan atau buat MoU, selesai pula. Karena kalau begini ujung dari pertemuan ini hanya pencitraan tokoh atau saudagar ekonomi dan saudagar politik untuk kembali atau menuju “kepangkuan politik praktis” dengan maksud ingin berkompetisi di pilgub atau pilkada walikota/bupati. Kelihatan ada arah kesana, setidaknya saudagar akan menjadi punding, untuk selanjutnya datang kembali di daerahnya (Kab/Kota) untuk ber KKN ria (semoga saya salah menilai, karena bila tidak, ini semua akan menyuburkan korupsi di Indonesia), Bagaimana korupsi bisa diberangus kalau niatnya begini. Ini yang harus dihindari, karena akan mencederai cita-cita atau eksistensi PSBM itu sendiri secara khusus dan mencederai demokrasi Indonesia pada umumnya.
Kegiatan “rutinitas” ini yang harus dihindari dan harus menjadi perhatian para pengelola PSBM dengan serius. Karena dari waktu ke waktu pagelaran PSBM, nampak saudagar yang hadir jarang datang berulang (apalagi saudagar yang di luar negeri, mungkin merasa pertemuan yang kurang elok), artinya tidak ada/kurang pelaksanaan kegiatan pada hasil PSBM sebelumnya. Kenapa demikian, pertemuan tersebut tidak didasari kepentingan atau ikatan tanggungjawab (daya tarik kehadiran tidak ada) tapi mereka hadir lebih hanya merupakan emosi kedaerahan atau ber”pamer”ria (maaf). Layaknya mudik lebaran (ini pula menjadi tradisi pertemuan hampir di setiap organisasi/institusi di Indonesia), habis pertemuan selesai urusan, layaknya silaturahim ala keluarga yang rindu kampung halaman, dan mudik untuk memamerkan kemewahannya (maaf).
Setelah lebih sepuluh tahun diadakan pertemuan PSBM, pertanyaannya sekarang adalah; Apa yang telah disumbangkan para saudagar “kaya” terhadap peningkatan kualitas hidup (khususnya ekonomi) masyarakat Indonesia, mungkin terkhusus daerah asalnya, Sulawesi selatan ?
Postingan ini terhubung dengan:
Menyoal Eksistensi Saudagar Bugis Makassar (2)
Menyoal Eksistensi Saudagar Bugis Makassar (3)
Menyoal Eksistensi Saudagar Bugis Makassar (4)
Menyoal Eksistensi Saudagar Bugis Makassar (5)
asrulhoeseinbrother, GIH Foundation
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H