[caption id="attachment_189683" align="aligncenter" width="500" caption="Sampah Kota dan Eceng Gondok Danau Tondano. dok_rul2010"][/caption]
Dua hari saya (penulis) di Kab. Minahasa, Sulawesi Utara, memenuhi undangan dalam rangka menginisiasi pengelolaan sampah kota dan limbah pertanian kepada Pemda Minahasa, sempat ke Danau Tondano, wah disana banyak benar eceng gondok (sekitar 4.500 Ha), namun tidak diberdayakan, kasian karena itu merupakan aset, bukan hanya Kab. Minahasa tapi totality provinsi Sulawesi Utara, saya mencoba mengusulkan pemerintah disana agar eceng gondok tersebut di olah menjadi pupuk organik, handycraft dan pakan ternak (eceng gondok ini sangat cocok untuk makanan babi dan ternak unggas, karena berserat), apalagi di Sulawesi Utara banyak ternak babi, sungguh Maha AdilNya Allah swt.
Sempat pula saya kunjungi Tempat Pembuangan sampah Akhit (TPA) Kab. Minahasa di Kec. Tondano Utara, masih pakai pola lama (open dumping), namun tenyata pula di areal TPA tersebut sarana/prasarana olah sampah menjadi pupuk organik sudah (sebagian) tersedia, tapi kelihatan Pemkab. Minahasa tidak oftimalkan (alat itu nganggur), karena tidak mempunyai tenaga yang mengerti apa dan bagaimana pengolahan pupuk organik berbasis sampah itu, akhirnya peralatan tersebut mubazir saja. Ini juga merupakan koreksi bagi tim penilai Adipura, semestinya mereka bekali pengetahuan tentang olah sampah/limbah kepada daerah yang terpilih, jangan asal alat sudah ada, lalu dapat Adipura, tapi realisasi jauh lebih penting (kebetulan Kab. Minahasa mendapat Piala Adipura kategori Kota kecil Th. 2010). Saya mencoba menawarkan kepada Pemkab. Minahasa untuk menerapkan pengelolaan sampah kota dan eceng gondok dengan pola komunal (basis masyarakat) sistem sentralisasi desentralisasi guna meninggalkan pola open dumping (pola ini harus ditinggalkan paling lat 2013, sesuai amanat UU. No. 18 Tahun 2008).
[caption id="attachment_189684" align="aligncenter" width="499" caption="Panorama Danau Tondano dan Villanya. dok_rul2010"][/caption]
Secara keseluruhan, pengelolaan sampah di hampir semua kabupaten/kota di Indonesia, sampai saat ini masih belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Hal itu menimbulkan banyak dampak negatif , baik terhadap kesehatan muapun buat lingkungannya, termasuk akan terjadi pemborosan anggaran.
Hingga kini persoalan sampah merupakan permasalahan nasional. Dengan kondisi itu, untuk penanganan dan pengelolaannya selain di hilir (Tempat Pembuangan sampah Ahir) juga harus dilakukan mulai dari hulunya (Rumah Tangga). Pengelolaannya harus dari hulu ke hilir dan dilakukan secara terpadu dan komprehenshif dengan melibatkan langsung masyarakat.
Sebenarnya sudah diajukan beberapa konsep Pengelolaan sampah kota (pola sentralisasi desentralisasi atau pola Inti-Plasma) kepada pemkab/pemkot melalui presentasi baik di tingkat provinsi (diinisiasi oleh gubernur) maupun langsung ke kab/kota (di inisiasi oleh Dinas Kebersihan dan Tatakota/Pertamanan dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup), namun pemerintah kelihatan setengah hati melakukan hal ini, masih senanglah pakai pola lama (open dumping) di hilir (sentralisasi di TPA), mungkin banyak duit yang bisa di raup dengan pola lama ini. Padahal konsep (se-Desentralisasi) ini merupakan sebuah program yang pro rakyat,pro UKM, pro Hijau, pro Mandiri. Atau mungkin konsep ini tidak banyak menguntungkan secara pribadi, ia memang karena prinsip pengelolaan sampah tidak ada jalan lain kecuali libatkan masyarakat (sebagai produsen sampah terbesar) secara langsung (basis kmunal). Tentulah pola yang ditawarkan ini mengandung unsur kebersamaan, maka hasilnya (aspek ekonomi) tentu terbagi, bukan untuk kepentingan atau keuntungan person pejabatnya, tapi akan dinikmati oleh masyarakat secara keseluruhan dan tentu sustainable dan berwawasan lingkungan (ramah lingkungan).
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sampah diantaranya harus ada kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah. Hal-hal seperti itulah yang harus dicermati, baik oleh pemerintah daerah maupun dunia usaha. Karena dengan begitu pengelolaan sampah dapat berjalan profesional, efektif dan efisien.
Saya mengajak teman kompasianer, untuk memberi solusi, bahwa apa dan bagaimana seharusnya pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam menanggulangi masalah ini, mungkin ada konsep baru, demi mengantisipasi masalah yang sudah mengglobal ini. Namun di Indonesia yang paling terlambat mengantisipasi masalah ini, kita sangat ketinggalan dari Negara lain, termasuk Negara tetangga kita, Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam, sudah berjalan jauh menangani masalah persampahan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H